Monday, October 13, 2014

Tidak ada yang perlu didramatisir ( like mother like daughter )

Ini adalah cerita kemarin sore.. tentang saya yang nyaris pingsan di dalam busway, tentang ketakutan bakal digrepein mas-mas busway seperti kasus di koran yang belum lama terjadi, tentang saya yang akhirnya tumbang juga di kampus setelah muntah sekian kali, tentang saya yang akhirnya dengan sukses mengumpulkan dua kali alfa di absensi mata kuliah kespro remaja yang bisa berakibat fatal terhadap keikutsertaan saya nanti di UAS. Yak.. Inilah cerita tentang hari yang berantakan itu.

Satu hari sebelumnya, semua masih berjalan normal. Saya bahkan masih sempat bertukar berita (baca:gosip) dengan beberapa teman di kampus seusai kuliah terakhir selepas magrib. Meskipun jadwal makan siang bergeser sampai jam 8 malam, tapi semua berjalan normal. Ini bukan pertama kalinya saya telat makan.

Tidak ada yang perlu didramatisir.

Malamnya, ada project bikin klip singkat tentang materi yang mau dipresentasiin besok siang. Ubek-ubek website lah cari materi sana sini sampai jam dua pagi. Kemudian tertidur sampai jam 6 pagi. Beruntung kuliah pagi itu diundur sampai jam 11.00. Meskipun bangun dengan mata panda, tapi badan masih berasa fit. Saya pun berangkat ngampus setelah ritual minum susu dan makan roti.

Di jalur busway pertama which is Taman Anggrek - Kuningan, tidak ada hal aneh yang terjadi. Memeriksa inbox email, notifikasi sosmed dan nengokin blog menjadi acara sepanjang 30 menit di dalam busway. Dismenorea hari pertama tidak begitu terasa.

Di jalur busway yang kedua, saya berdiri berdesakan. Sabtu siang dan busway penuh. Unbeliaveable city! Sepersekian menit kemudian, wajah terasa dingin, rasanya seperti darah di kepala turun semua ke kaki. Saya menengok ke atas. Apa saya berdiri di bawah lubang AC persis? Ternyata tidak.

Oke. Saya mulai panik.

Mendadak semua berubah menjadi putih dan suara musik yang mengalun dari earphone menjadi bergaung. Saya diam. Memejamkan mata. Berusaha untuk tidak pingsan karena halte tempat saya turun masih jauh. But somehow i made it. Saya bertahan sampai halte busway tempat saya turun yang letaknya tidak jauh dari kampus. Saya turun, setengah sempoyongan dan langsung duduk gabruk di dalam halte. Tidak ada orang di dalam halte, kemungkinan besar petugasnya berada di dalam loket.

Di tengah kesadaran yang mulai turun, saya berfikir siapa yang bisa saya telefon untuk at least menjemput saya di halte ini dan menemani saya berjalan ke arah kampus. Tidak ada. Ini adalah jam tanggung dimana kuliah mungkin sudah berlangsung. Saya pun mencoba berdiri. Belum ada lima langkah saya berjalan, semua jadi blur. Saya duduk lagi. Diam. Cukup lama. Keringat dingin mulai keluar segede biji jagung.

come on, pull your self together! 

Kalaupun mau pingsan, setidaknya harus pingsan di kampus, tempat yang lebih beradab dimana kemungkinan digrepein orang nyaris 0%. 

Dengan sisa-sisa kesadaran, saya berjalan keluar halte busway, menaiki tangga dan melangkah seperti zombie. Jarak antara halte busway dan kampus yang sebenarnya tidak begitu jauh terasa seperti ribuan mil.. dan akhirnya setelah sukses sampai di kampus, saya tumbang, dengan isi perut yang berceceran. Semuanya berantakan.

dan yang saya ingat dengan jelas adalah saya ada di dalam taxi dalam perjalanan pulang ke rumah.

Hari yang berantakan. Benar-benar berantakan.

But at least, saya selamat sampai di kasur rumah.  Saya menceritakan apa yang terjadi kepada ibu saya dengan suara parau. Dengan santainya, sambil memegang remote tv dan tanpa bergeming matanya dari layar kaca, ibu saya cuma berkata "ah paling masuk angin.. Tidak ada yang perlu didramatisir"

Haha..

well.. like mother like daughter