Thursday, October 10, 2013

Soulmate :)

Pernah gak kepikiran seperti apa nanti pasangan hidup kita kelak?? *tsaaaaahhhh lama gak posting.. sekalinya posting ngomongin pasangan hidup* 

Anyway.. i do.

Saya pernah kepikiran seperti apa dia nanti. Yang jelas orangnya pasti menyenangkan. Di dalam diri dia ada sebagian besar hal yang mirip dengan saya.. i dont know.. bisa jadi cara ia mengikat tali sepatu, cara dia menyimpulkan sesuatu, cara dia menggunakan sumpit atau bisa jadi cara dia melipat pakaian.

Dan pastinya juga ada sebagian besar dari diri dia yang berbeda 360 derajat dengan saya, bisa jadi dia suka memasak - secara saya gak haha - atau bisa jadi dia suka ke mall sementara saya juga suka *eh* atau jangan-jangan dia suka makanan manis sementara saya tergila-gila sama makanan pedas. 

Yang jelas.. segala sesuatu akan terasa lebih hidup. Seperti memiliki dua nyawa di dalam satu tubuh. Tentunya akan ada banyak kejadian baik suka ataupun duka yang entah bagaimana caranya membuat kami semakin dekat satu sama lain. Bisa berbicara sedekat sahabat, bisa mengajari sebijaksana guru dan bisa berjalan berdampingan layaknya sepasang sepatu. Pastinya.. Perjalanan ke tempat-tempat seru akan menjadi lebih ajaib, lebih menyenangkan dan lebih keren!

Aaaaaah.. siapapun dia, pada waktu yang tepat dan dengan cara yang ajaib yang sudah ditentukan oleh Alloh Subhanahu wata'ala, dia akan datang di kehidupan saya.. saya yakin, saat ini masing-masing dari kami sedang mengejar impiannya, saling menjaga diri dan akhirnya disatu titik, dua garis yang tidak pernah sejajar ini akan bersinggungan..  

:)












yang lagi ( tumbenan ) melankolis,

Tuesday, October 8, 2013

Kereta Ekonomi : Dahulu dan Sekarang

Buat yang hobi backpacker-an ke daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur, kereta ekonomi adalah pilihan yang pertama terlintas di kepala. Murah adalah pertimbangan utama untuk para backpacker. Masih kebayang kan suasana kereta ekonomi beberapa tahun yang lalu? segala macem ada.. mulai dari pedagang asongan, tukang sapu dadakan, pengamen sampe tukang semprot2 pengharum ruangan hilir mudik didalam kereta. Belom lagi pas kedapetan tiket dengan stempel "berdiri"diatasnya. Aww..




Mungkin kalian gak akan ngalamin hal yang kayak gitu lagi. Udah tau kan yaaa kalo kereta ekonomi udah dimusnahkan dari sistem per-keretaapi-an di Indonesia? Yap.. kereta ekonomi ini sekarang naik derajat dengan tambahan AC, tentunya dengan tambahan tarif pula, yang biasanya ke Jawa Timur sekitar 50ribu-an sekarang naik menjadi 130ribu-an. Selain itu, tidak diperkenankan lagi ada penumpang yang berdiri. Jadi tiket dijual sesuai dengan jumlah bangku di dalam kereta.

Selain perbedaan tarif, sekarang pedagang asongan, pengamen, tukang sapu-sapu dan temen-temennya yang metal2 dilarang masuk ke dalam gerbong kereta. Biasanya pedagang asongan akan menawarkan dagangannya ketika kereta berhenti di stasiun. Itu pun lewat jendela. Tapi ada juga beberapa pedagang yang nakal dan masuk ke dalam kereta, namun langsung ditegur oleh Polsuska - polisinya kereta -

Polsuska - polisinya kereta -
*foto diambil dari okezone.com*
Jadi tertib sih tapi ini dia nih.. dimana balada kereta ekonomi AC dimulai. Waktu perjalanan Backpacker-an ke Gunung Argopuro kemarin, ceritanya saya terbangun sekitar jam 7 malem di dalem kereta, waktu itu udah hilang orientasi, gak tau udah nyampe mana, secara berangkat dari Jakarta jam 2 siang, yang jelas saya udah bau besi dan laper. Sempet dibawain nasi sih sama ibu kuh tercintaaaaa.. tapi itu kan cuma sekali makan, sedangkan saya ini kalo di kereta bisa banyakkali makan :D. saya sempet ngarep ketemu tukang pecel atau tukang apapun itu karena demi ampun saya laper. Ternyata gak ada.

Saya pun keingetan sesuatu : Oiya! Restorasi! bergegas saya jalan ke gerbong restorasi, mesen dua porsi nasi goreng dan minta dianter ke bangku tempat saya dan tujuh orang temen saya duduk. Ternyata sampe subuh tiba, itu abang gak pernah dateng. TEGA (T_T)

Walaupun kelaperan, tapi saya agak berbahagia dengan toiletnya yang lebih manusiawi ketimbang dulu. Jujur kacang ijo.. saya paling anti make toilet di kereta, secara dapet cerita horor dari temen2 kalo toilet disana itu bau, kotor dan airnya gak ada. 

Kemaren waktu perjalanan Backpackeran ke Gunung Argopuro , untuk pertama kalinya saya nyobain toilet di dalam kereta ekonomi. Itu pun perlu waktu setengah jam untuk mempersiapkan segala kemungkinan buruk, seperti "aduh kalo bau apa yg saya harus lakukan?? nafas pake mulut? apa gak nafas sama sekali?" yes.. as galau as that.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk memasuki ruangan 2x1 meter yang dulu paling anti saya datangi. Alhamdulillahnya sodara-sodara... gak bau, bersih dan airnya lancar jaya.. ye ye ye ye..!









Tapi untuk menikmati kereta ekonomi versi baru ini.. kamu harus booking terlebih dahulu. Kalau jaman dulu kan mau berangkat, dateng ke stasiun, ngantri dan dapet tiket. Sekarang agak sulit untuk bisa seperti itu. Biasanya tiket dipesan sistem online, baik di situs resmi pjka maupun di mini market yang tersebar di antero Jakarta ( baca : indomaret ). Nanti bukti pemesanan dituker dengan tiket asli di stasiun keberangkatan. No pain no game sih intinya. Kalau mau enak ya harus usaha.

Gimana? tertarik untuk mencoba?
Yuk.. backpackeran!


regards

Saturday, October 5, 2013

Backpacker Gunung Argopuro

Matahari nyaris tenggelam ketika saya dan dua orang teman saya menjejakkan kaki di base camp Gunung Argopuro di Desa Baderan, Situbondo, Jawa Timur. Perjalanan 17 jam Jakarta-Malang via kereta Matarmaja plus tambahan nyambung angkot ini itu dengan total perjalanan nyaris 28 jam membuat saya berada pada titik terdekil saya.

poto ini diambil keesokan paginya..
 pas udah cakepan dikit *uhuk*























Kok turun di Malang? kayak mau ke Semeru aja. And yes.. memang tujuan awal kami adalah Gunung Semeru, tapiiii demi melihat buanyaknya pendaki yang mau kesana juga maka rencana berubah ke Gunung Argopuro. 

Gunung kalo rame itu menurut saya udah gak seru lagi. Pertama, susah nyari lapak untuk buka tenda. Kedua, ada manusia, ada sampah maka banyak manusia akan ada banyak sampah dan itu bukan pemandangan yang bagus untuk liburan. Ketiga, i just dont like the crowded noisy situation

Walau namanya gak sepopuler Gunung Semeru, Gunung Argopuro gak kalah menarik kok,, selain karena statusnya sebagai gunung dengan track terpanjang di pulau jawa, gunung ini juga menawarkan banyak poin menarik misalnya saja deretan savana ala Afrika, Danau Taman Hidup yang berada di tengah hutan lindung serta berbagai bukti sejarah seperti adanya reruntuhan puing istana Dewi Rengganis di Puncaknya dan sisa bangunan landasan terbang Belanda di tengah pegunungan ini.

Balik ke cerita, pendakian baru dimulai keesokan sorenya, menuju pos pertama, mata air Jati Banteng. Perjalanan didominasi oleh jalanan setapak di pinggir ladang penduduk. Dari sini aja udah berasa bedanya. Kalo gunung yang biasa, batas antara ladang penduduk sama vegetasi hutan itu gak terlalu jauh, kalo ini mah minta ampun deh. Kemaleman dan ngantuk, akhirnya kami buka tenda sebelum sampai ke Jati Banteng. Malam itu, bulan sudah tiga perempat dan sinarnya menembus pepohonan dan jatuh ke tenda. Agak mirip scenes film horor. (-__-"). Anyway suhu belum terlalu dingin makanya tidur paling nyenyak menurut saya adalah disini.

...rise and shine... 
Hari kedua
Berbeda dengan hari pertama dimana matahari bersinar sangat cerah, hari kedua langit agak berawan. Alhamdulillah.. setidaknya bisa mengurangi tingkat kehitaman kulit ketika sampai di Jakarta nanti hohoho. Anyway mata air Jati Banteng adalah mata air pertama dan bisa dijadikan patokan dalam pendakian. Kalau mau ke mata airnya, harus menuruni jalan setapak yang sedikit curam di sebelah kiri  jalur.


Setelah istirahat sebentar, kami dan tiga orang teman baru dari Bekasi yang kebetulan bertemu di Jati Banteng, melanjutkan perjalanan ke Mata Air II. Jarak tempuh dari Jati Banteng ke mata air kedua tidak terlalu jauh, kurang lebih 3 jam, dengan kontur jalur yang naik turun. Sama dengan mata air di Jati Banteng, mata air ini terletak di bawah jalur pendakian, yang artinya kamu harus menuruni jalan kecil di sebelah kanan jalur untuk menuju kesana dan sekedar info, kali ini lebih curam dari jalur menuju mata air Jati Banteng. Cuaca siang itu cerah walaupun angin yang bertiup  cukup dingin.

begini ini jalur menuju Mata Air kedua
Teman ajaib dari Bekasi haha
Tujuan selanjutnya tentu saja the magnificient of Cikasur. Yap.. Cikasur adalah savana terluas  dan tercantik di Gunung Argopuro lengkap dengan komunitas burung meraknya. Untuk menuju kesana, kita harus melewati  tiga savana dengan jarak yang lumayan antar satu savana ke savana lainnya.

Kami meninggalkan mata air dua tepat pukul 4 sore, dengan estimasi jarak tempuh menuju Cikasur, sudah pasti kami akan melakukan track malam. Track malam memang menawarkan sensasi tersendiri terutama di Gunung Argopuro ini dimana kalau kalian cukup beruntung maka bisa meet and greet sama yang namanya babi hutan. Babi hutan memang banyak ditemukan di pegunungan ini ditandai dengan banyaknya jejak yang ia tinggalkan di samping kanan kiri jalur pendakian. Jejak yang ditinggalkan berupa tanah bekas galian karena begitulah cara babi hutan mencari makan, menghancurkan tanah dengan taringnya. FYI.. Babi hutan ini bisa sangat agresif apabila dia merasa terpojok. Oke. Jangan dibayangkan.

Cuaca malam itu sangat dingin dan angin bertiup cukup kencang sampai beberapa diantara kami harus mengenakan jaket windbreaker, sementara bulan hampir penuh diatas sana dengan ratusan bintang yang bersinar. Such a beautiful sky i have ever seen. Namun pada akhirnya, kantuk mengalahkan semuanya, dengan pertimbangan ini itu, maka setelah melewati satu savana, maka kami buka tenda, istirahat dan melanjutkan perjalanan ke Cikasur keesokan paginya.


Hari ketiga
Setelah segelas cokelat hangat dan beberapa potong roti, kami melanjutkan perjalanan ke sabana dua. Jalur menuju kesana didominasi oleh perdu berbunga putih di kanan kiri jalur yang membuat perjalan siang ini lebih mirip syuting film india ketimbang sebuah pendakian haha


Hanya satu setengah jam - kurang lebih - waktu tempuh dari tempat kami buka tenda semalam ke sabana dua. Kami sempat bertemu beberapa penduduk lokal yang hendak pulang selepas memanen selada air di Cikasur. Hey..! saya pasti lupa cerita kalau di Cikasur ada mata air yang bening sebening-beningnya. Di mata air itu banyak tumbuh selada air yang menjadi salah satu incaran penduduk lokal untuk dijual

Pak sisain saya sedikit pak.. buat masak mie (T_T)
Dari sabana dua ini menuju sabana tiga tidak terlalu jauh, kurang lebih satu jam saja kata mbak Audy item hihi.. Langit berawan dan agak mendung, kami sempat berfikir akan turun hujan namun langit kembali cerah setibanya kami di Cikasur pada pukul 3 sore. Hal pertama yang menarik perhatian saya -yang secara teknis belum mandi dari kemarin- adalah mata air yang airnya sebening kaca ini.

Selain keindahannya, padang rumput Cikasur ini memiliki sejarah hitam di masa penjajahan Belanda. Konon, dahulu pemerintah Belanda membangun landasan terbang di sini dengan mempekerja-rodikan rakyat jelata. Setelah pembangunan selesai, maka para pekerja rodi tersebut diperintahkan untuk menggali lubang yang cukup luas. Ketika lubang tersebut sudah jadi, seluruh pekerja rodi diperintahkan untuk masuk kesana kemudian mereka diberondong tembakan oleh tentara Belanda dan dikubur disana. Tidak ada bukti tertulis mengenai cerita tersebut kecuali memang benar tedapat sisa-sisa landasan terbang di Cikasur ini.

Trus.. angker dong tempat ini?
nah banyak pendaki terutama beberapa teman saya di Artcalogy yang pernah berkunjung kesini yang pernah mengalami hal aneh, yang paling sering adalah terdengarnya derap langkah sepatu prajurit di tengah malam. Tapi sekali lagi.. apapun itu makhluknya, *minumnya teh botol sosro eh..* sudah seharusnya kita, para endaki, yang statusnya adalah tamu, wajib untuk tidak berbuat keributan apalagi merusak apa yang sudah pada disini.

Hari Keempat
Waktunya eksplorasi Cikasur... Yeayyyyy \(^^)/. Sinar matahari pagi mengalahkan hawa dingin yang semalam suntuk mengganggu tidur saya. Rumput yang tertutup oleh embun es tampak berkilauan di bawah sinar matahari. Pukul 6  pagi, segera saya melepaskan kaus kaki, menenteng kamera saku, memakai sendal dan menyeret dua orang teman saya yang masih kemulan untuk keluar dari tenda dan menemani saya mengelilingi Cikasur

Selamat Pagiiii dri Cikasur!
Lihat pohon itu?? yap yang besar dan berada di tengah Cikasur itu... itu adalah Pohon yang unik. Kenapa saya bilang unik. berdasarkan Pak Ap - ranger gunung Argopuro - pohon ini tidak terdapat di seantero Pegunungan Iyang, kecuali di Cikasur ini. Konon ceritanya, ada noni belanda yang membawanya dari negeri asal dia kemudian di tanam disini.
Sisa landasan terbang Belanda
Those shadows are us :)
Tenda-tenda pendaki direruntuhan kantor landasan terbang
Tepat tengah hari, diiringi sinar matahari yang panas terik, kami beringsut meninggalkan Cikasur. Panas terik matahari adalah faktor utama yang membuat perjalanan melintasi sabana untuk seterusnya ke pemberhentian berikutnya yaitu Cisentor, menjadi sangat berat dan melelahkan. Kurang lebih 3 jam perjalanan antara Cikasur dan Cisentor, dengan kontur yang cukup curam. Berjalan menuju Cisentor harus berhati-hati, selain jurang di sebelah kirinya, banyak juga terdapat tanaman yang apabila durinya tersentuh akan timbul rasa panas dan kesemutan. Cisentor sendiri adalah titik temu antara jalur Baderan dengan jalur Bremi. Disini juga terdapat sungai kecil dan lapak yang cukup luas untuk membuka tenda. 

Sempat terjadi perdebatan kecil dimana harus membuka tenda selanjutnya. Dedi- leader di artcalogy- sepertinya lebih suka untuk buka tenda di Cisentor dan melanjutkan perjalanan ke Puncak Rengganis keseokan paginya dengan meninggalkan semua keril di dalam tenda. Sementara, menurut saya, Cisentor ke Puncak Rengganis masih cukup jauh dan rasanya lebih baik apabila melanjutkan perjalanan ke Rawa Embik dan buka tenda disana. Akhirnya dengan sedikit manyun sana - sini, perjalanan berlanjut ke Rawa Embik haha..

Rawa Embik merupakan pos terakhir sebelum Puncak Rengganis, dengan waktu tempuh kurang lebih dua jam dari Cisentor. Rawa Embik merupakan sebuah lembah yang dialiri sungai kecil dengan suhu yang sangat dingin. Kami tiba disana pukul 5 sore lebih sedikit. Suhu luar biasa dingin sampai saya tidak tahan untuk memasak diluar tenda. Malam itu, bulan mencapai bentuknya yang sempurna. Sinarnya yang terang menembus sela-sela pohon dan jatuh diantara rerumputan yang berembun namun tidak ada seorang pun yang sudi keluar tenda dan lebih memilih meringkuk di dalam sleeping bag.

Hari Kelima
Kami baru keluar tenda setelah sinar matahari mulai menyinari tenda kami yang covernya basah kuyup tertimpa embun semalam. Rawa Embik konon merupakan ladang penggembalaan hewan ternak yang dipelihara untuk memenuhi kebutuhan istana Dewi Rengganis yang terdapat di puncak rengganis gunung Argopuro.

Sekelompok pendaki dari Mojokerto sudah mulai packing sementara rombongan diklat dari Mapala sebuah universitas di Jawa Timur sudah beranjak pergi






Kalau kami lebih memilih untuk foto-foto narsis sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak Rengganis hohoho..
















And finally.. setelah berjalan kurang lebih 2 jam setengah dari Rawa Embik, kami sampai di Puncak Rengganis. Alhamdulillah... sesuatu!. Di puncak Rengganis ini banyak ditemukan susunan batu-batu, sisa-sisa dari istana Dewi Rengganis.




Lensa kamera mulai bermain dan menangkap berbagai pemandangan yang terdapat di Puncak Rengganis, mulai dari tumpukan batu sisa-sisa istana Dewi Rengganis sampai bunga Edeilweiss yang mulai bermekaran di sana sini.



Biasanya, setelah mencapai puncak, euforia akan hilang tergantikan oleh beratnya perjalanan menuruni gunung, tapi tidak dengan gunung ini. Setelah dimanjakan oleh pemandangan di Puncak Rengganis, masih ada lagi hal menarik yang bisa dikunjungi saat perjalanan pulang nanti, yaitu Danau Taman Hidup yang dipercaya sebagai tempat mandi Dewi Rengganis, .

Jadi begini gambarannya, Gunung Argopuro memiliki dua jalur pendakian, dan biasanya pendaki jarang yang naik dan turun pada jalur yang sama agar dapat menikmati paket pemandangan lengkap di Argopuro. Untuk dapat melihat Danau Taman Hidup apabila berangkat dari jalur Baderan maka harus turun melewati jalur Bremi. Begitu pula sebaliknya, untuk dapat melihat keindahan Cikasur, maka pendaki yang naik dari jalur Bremi harus turun melewati jalur Baderan.

Idealnya, jalur turun dari Puncak Rengganis menuju Danau Taman Hidup adalah melewati kembali Cisentor. Dari Cisentor akan ada pertigaan yang menuju Bremi dengan jarak tempuh kurang lebih 12 jam, itu pun belum termasuk buka tenda apabila kemalaman sebelum sampai Danau Taman Hidup. Namun, ada jalan potong yang lebih singkat di dekat puncak. Melalui jalur ini, waktu tempuh ke Danau Taman Hidup hanya 5 jam saja dengan catatan jalur yang dilewati sangat curam.

Hiruk pikuk suara pendaki yang telah tiba lebih dahulu disana menjadi petunjuk tambahan dikala kami berada di Hutan Lindung yang mengelilingi Danau Taman Hidup. Kami sampai di Danau Taman Hidup tepat pukul 7 malam. Angin malam itu bertiup sangat kencang. Tenda sudah berdiri dan saya pun memutuskan untuk tidur sementara teman yang lain asik mengobrol dengan rombongan pendaki dari Mojokerto.

Hari keenam
Angin kencang yang semalam hilang tergantikan dengan mentari yang bersinar hangat. Pagi itu, Danau Taman Hidup ramai oleh pengunjung, baik pendaki maupun penduduk lokal yang sengaja light hiking kesini. Kami juga bertemu banyak teman baru disini. Menyenangkan!

dari danau ini puncak rengganis terlihat!


teman baru dari Jogja dan Mojokerto :)
Awalnya saya mengira bahwa setelah perjalanan turun kemarin, Danau taman Hidup sudah dekat dengan penduduk. Ternyata salah sodara-sodara... masih jauuuuuuuuuuuuuhhh.. (T_T) sementara kaki udah gak karuan pegelnya. Dengan kemampuan jalan yang secimit-secimit ini, gak heran kalau dari Danau Taman Hidup ke Desa Bremi saya membutuhkan waktu 5 jam. Hiks

Desa Bremi merupakan salah satu desa di kaki gunung Argopuro dengan mayoritas penduduknya adalah peternak sapi perah. Dari Bremi ke terminal Probolinggo hanya ada satu mini bus dengan 2 kali jam operasional, yaitu jam 6 pagi dan jam 4 sore. Kami memutuskan untuk ambil bus yang pagi agar bisa beristirahat dulu semalam di Desa Bremi. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju ke Surabaya untuk seterusnya naik kereta kembali ke Jakarta. Dengan begitu, acara wikenisasi di Gunung Argopuro berakhir sudah.

After all, menurut saya, Gunung Argopuro punya LIMA daya tarik luar biasa.

Pertama, tracknya panjang kali lama, gunung ini memang gunung dengan track pendakian paling panjang di Pulau Jawa.

Kedua, gunung ini mungkin satu-satunya gunung di Pulau Jawa yang menawarkan jejeran savana komplit dengan binatang liar yang berkeliaran. Walau gak seekstrim di Afrika, tapi di padang rumput ini kamu bisa ketemu sama yang namanya Burung Merak dan Rusa

Ketiga, gunung ini punya Cikasur, savana terluas dengan sejarah yang lumayan ngeri tentang kekejaman kerja rodi jaman penjajahan dulu.

Keempat, gunung ini punya dua puncak, dan istimewanya di salah satu Puncaknya, yakni Puncak Rengganis, kamu bisa melihat puing2 istana tertinggi yang pernah di bangun di Pulau Jawa, Istana Dewi Rengganis.

Daya tarik terakhir adalah Danau Taman Hidup yang berada di tengah hutan lindung. 

Its worth to try lah pokoknya :)

Regards,





Ps.
Jangan lupa untuk menyiapkan persediaan makanan dan jaket tebal
ingat bahwa kematian digunung sering disebabkan oleh udara dingin dan perut yang kosong.. apalagi perjalanan ke Argopuro tidak secepat gunung yang lain.
Happy camping everyone..!

Backpacker Gunung Argopuro

Matahari nyaris tenggelam ketika saya dan dua orang teman saya menjejakkan kaki di base camp Gunung Argopuro di Desa Baderan, Situbondo, Jawa Timur. Perjalanan 17 jam Jakarta-Malang via kereta Matarmaja plus tambahan nyambung angkot ini itu dengan total perjalanan nyaris 28 jam membuat saya berada pada titik terdekil saya.

poto ini diambil keesokan paginya..
 pas udah cakepan dikit *uhuk*























Kok turun di Malang? kayak mau ke Semeru aja. And yes.. memang tujuan awal kami adalah Gunung Semeru, tapiiii demi melihat buanyaknya pendaki yang mau kesana juga maka rencana berubah ke Gunung Argopuro. 

Gunung kalo rame itu menurut saya udah gak seru lagi. Pertama, susah nyari lapak untuk buka tenda. Kedua, ada manusia, ada sampah maka banyak manusia akan ada banyak sampah dan itu bukan pemandangan yang bagus untuk liburan. Ketiga, i just dont like the crowded noisy situation

Walau namanya gak sepopuler Gunung Semeru, Gunung Argopuro gak kalah menarik kok,, selain karena statusnya sebagai gunung dengan track terpanjang di pulau jawa, gunung ini juga menawarkan banyak poin menarik misalnya saja deretan savana ala Afrika, Danau Taman Hidup yang berada di tengah hutan lindung serta berbagai bukti sejarah seperti adanya reruntuhan puing istana Dewi Rengganis di Puncaknya dan sisa bangunan landasan terbang Belanda di tengah pegunungan ini.

Balik ke cerita, pendakian baru dimulai keesokan sorenya, menuju pos pertama, mata air Jati Banteng. Perjalanan didominasi oleh jalanan setapak di pinggir ladang penduduk. Dari sini aja udah berasa bedanya. Kalo gunung yang biasa, batas antara ladang penduduk sama vegetasi hutan itu gak terlalu jauh, kalo ini mah minta ampun deh. Kemaleman dan ngantuk, akhirnya kami buka tenda sebelum sampai ke Jati Banteng. Malam itu, bulan sudah tiga perempat dan sinarnya menembus pepohonan dan jatuh ke tenda. Agak mirip scenes film horor. (-__-"). Anyway suhu belum terlalu dingin makanya tidur paling nyenyak menurut saya adalah disini.

...rise and shine... 
Hari kedua
Berbeda dengan hari pertama dimana matahari bersinar sangat cerah, hari kedua langit agak berawan. Alhamdulillah.. setidaknya bisa mengurangi tingkat kehitaman kulit ketika sampai di Jakarta nanti hohoho. Anyway mata air Jati Banteng adalah mata air pertama dan bisa dijadikan patokan dalam pendakian. Kalau mau ke mata airnya, harus menuruni jalan setapak yang sedikit curam di sebelah kiri  jalur.


Setelah istirahat sebentar, kami dan tiga orang teman baru dari Bekasi yang kebetulan bertemu di Jati Banteng, melanjutkan perjalanan ke Mata Air II. Jarak tempuh dari Jati Banteng ke mata air kedua tidak terlalu jauh, kurang lebih 3 jam, dengan kontur jalur yang naik turun. Sama dengan mata air di Jati Banteng, mata air ini terletak di bawah jalur pendakian, yang artinya kamu harus menuruni jalan kecil di sebelah kanan jalur untuk menuju kesana dan sekedar info, kali ini lebih curam dari jalur menuju mata air Jati Banteng. Cuaca siang itu cerah walaupun angin yang bertiup  cukup dingin.

begini ini jalur menuju Mata Air kedua
Teman ajaib dari Bekasi haha
Tujuan selanjutnya tentu saja the magnificient of Cikasur. Yap.. Cikasur adalah savana terluas  dan tercantik di Gunung Argopuro lengkap dengan komunitas burung meraknya. Untuk menuju kesana, kita harus melewati  tiga savana dengan jarak yang lumayan antar satu savana ke savana lainnya.

Kami meninggalkan mata air dua tepat pukul 4 sore, dengan estimasi jarak tempuh menuju Cikasur, sudah pasti kami akan melakukan track malam. Track malam memang menawarkan sensasi tersendiri terutama di Gunung Argopuro ini dimana kalau kalian cukup beruntung maka bisa meet and greet sama yang namanya babi hutan. Babi hutan memang banyak ditemukan di pegunungan ini ditandai dengan banyaknya jejak yang ia tinggalkan di samping kanan kiri jalur pendakian. Jejak yang ditinggalkan berupa tanah bekas galian karena begitulah cara babi hutan mencari makan, menghancurkan tanah dengan taringnya. FYI.. Babi hutan ini bisa sangat agresif apabila dia merasa terpojok. Oke. Jangan dibayangkan.

Cuaca malam itu sangat dingin dan angin bertiup cukup kencang sampai beberapa diantara kami harus mengenakan jaket windbreaker, sementara bulan hampir penuh diatas sana dengan ratusan bintang yang bersinar. Such a beautiful sky i have ever seen. Namun pada akhirnya, kantuk mengalahkan semuanya, dengan pertimbangan ini itu, maka setelah melewati satu savana, maka kami buka tenda, istirahat dan melanjutkan perjalanan ke Cikasur keesokan paginya.


Hari ketiga
Setelah segelas cokelat hangat dan beberapa potong roti, kami melanjutkan perjalanan ke sabana dua. Jalur menuju kesana didominasi oleh perdu berbunga putih di kanan kiri jalur yang membuat perjalan siang ini lebih mirip syuting film india ketimbang sebuah pendakian haha


Hanya satu setengah jam - kurang lebih - waktu tempuh dari tempat kami buka tenda semalam ke sabana dua. Kami sempat bertemu beberapa penduduk lokal yang hendak pulang selepas memanen selada air di Cikasur. Hey..! saya pasti lupa cerita kalau di Cikasur ada mata air yang bening sebening-beningnya. Di mata air itu banyak tumbuh selada air yang menjadi salah satu incaran penduduk lokal untuk dijual

Pak sisain saya sedikit pak.. buat masak mie (T_T)
Dari sabana dua ini menuju sabana tiga tidak terlalu jauh, kurang lebih satu jam saja kata mbak Audy item hihi.. Langit berawan dan agak mendung, kami sempat berfikir akan turun hujan namun langit kembali cerah setibanya kami di Cikasur pada pukul 3 sore. Hal pertama yang menarik perhatian saya -yang secara teknis belum mandi dari kemarin- adalah mata air yang airnya sebening kaca ini.

Selain keindahannya, padang rumput Cikasur ini memiliki sejarah hitam di masa penjajahan Belanda. Konon, dahulu pemerintah Belanda membangun landasan terbang di sini dengan mempekerja-rodikan rakyat jelata. Setelah pembangunan selesai, maka para pekerja rodi tersebut diperintahkan untuk menggali lubang yang cukup luas. Ketika lubang tersebut sudah jadi, seluruh pekerja rodi diperintahkan untuk masuk kesana kemudian mereka diberondong tembakan oleh tentara Belanda dan dikubur disana. Tidak ada bukti tertulis mengenai cerita tersebut kecuali memang benar tedapat sisa-sisa landasan terbang di Cikasur ini.

Trus.. angker dong tempat ini?
nah banyak pendaki terutama beberapa teman saya di Artcalogy yang pernah berkunjung kesini yang pernah mengalami hal aneh, yang paling sering adalah terdengarnya derap langkah sepatu prajurit di tengah malam. Tapi sekali lagi.. apapun itu makhluknya, *minumnya teh botol sosro eh..* sudah seharusnya kita, para endaki, yang statusnya adalah tamu, wajib untuk tidak berbuat keributan apalagi merusak apa yang sudah pada disini.

Hari Keempat
Waktunya eksplorasi Cikasur... Yeayyyyy \(^^)/. Sinar matahari pagi mengalahkan hawa dingin yang semalam suntuk mengganggu tidur saya. Rumput yang tertutup oleh embun es tampak berkilauan di bawah sinar matahari. Pukul 6  pagi, segera saya melepaskan kaus kaki, menenteng kamera saku, memakai sendal dan menyeret dua orang teman saya yang masih kemulan untuk keluar dari tenda dan menemani saya mengelilingi Cikasur

Selamat Pagiiii dri Cikasur!
Lihat pohon itu?? yap yang besar dan berada di tengah Cikasur itu... itu adalah Pohon yang unik. Kenapa saya bilang unik. berdasarkan Pak Ap - ranger gunung Argopuro - pohon ini tidak terdapat di seantero Pegunungan Iyang, kecuali di Cikasur ini. Konon ceritanya, ada noni belanda yang membawanya dari negeri asal dia kemudian di tanam disini.
Sisa landasan terbang Belanda
Those shadows are us :)
Tenda-tenda pendaki direruntuhan kantor landasan terbang
Tepat tengah hari, diiringi sinar matahari yang panas terik, kami beringsut meninggalkan Cikasur. Panas terik matahari adalah faktor utama yang membuat perjalanan melintasi sabana untuk seterusnya ke pemberhentian berikutnya yaitu Cisentor, menjadi sangat berat dan melelahkan. Kurang lebih 3 jam perjalanan antara Cikasur dan Cisentor, dengan kontur yang cukup curam. Berjalan menuju Cisentor harus berhati-hati, selain jurang di sebelah kirinya, banyak juga terdapat tanaman yang apabila durinya tersentuh akan timbul rasa panas dan kesemutan. Cisentor sendiri adalah titik temu antara jalur Baderan dengan jalur Bremi. Disini juga terdapat sungai kecil dan lapak yang cukup luas untuk membuka tenda. 

Sempat terjadi perdebatan kecil dimana harus membuka tenda selanjutnya. Dedi- leader di artcalogy- sepertinya lebih suka untuk buka tenda di Cisentor dan melanjutkan perjalanan ke Puncak Rengganis keseokan paginya dengan meninggalkan semua keril di dalam tenda. Sementara, menurut saya, Cisentor ke Puncak Rengganis masih cukup jauh dan rasanya lebih baik apabila melanjutkan perjalanan ke Rawa Embik dan buka tenda disana. Akhirnya dengan sedikit manyun sana - sini, perjalanan berlanjut ke Rawa Embik haha..

Rawa Embik merupakan pos terakhir sebelum Puncak Rengganis, dengan waktu tempuh kurang lebih dua jam dari Cisentor. Rawa Embik merupakan sebuah lembah yang dialiri sungai kecil dengan suhu yang sangat dingin. Kami tiba disana pukul 5 sore lebih sedikit. Suhu luar biasa dingin sampai saya tidak tahan untuk memasak diluar tenda. Malam itu, bulan mencapai bentuknya yang sempurna. Sinarnya yang terang menembus sela-sela pohon dan jatuh diantara rerumputan yang berembun namun tidak ada seorang pun yang sudi keluar tenda dan lebih memilih meringkuk di dalam sleeping bag.

Hari Kelima
Kami baru keluar tenda setelah sinar matahari mulai menyinari tenda kami yang covernya basah kuyup tertimpa embun semalam. Rawa Embik konon merupakan ladang penggembalaan hewan ternak yang dipelihara untuk memenuhi kebutuhan istana Dewi Rengganis yang terdapat di puncak rengganis gunung Argopuro.

Sekelompok pendaki dari Mojokerto sudah mulai packing sementara rombongan diklat dari Mapala sebuah universitas di Jawa Timur sudah beranjak pergi






Kalau kami lebih memilih untuk foto-foto narsis sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak Rengganis hohoho..
















And finally.. setelah berjalan kurang lebih 2 jam setengah dari Rawa Embik, kami sampai di Puncak Rengganis. Alhamdulillah... sesuatu!. Di puncak Rengganis ini banyak ditemukan susunan batu-batu, sisa-sisa dari istana Dewi Rengganis.




Lensa kamera mulai bermain dan menangkap berbagai pemandangan yang terdapat di Puncak Rengganis, mulai dari tumpukan batu sisa-sisa istana Dewi Rengganis sampai bunga Edeilweiss yang mulai bermekaran di sana sini.



Biasanya, setelah mencapai puncak, euforia akan hilang tergantikan oleh beratnya perjalanan menuruni gunung, tapi tidak dengan gunung ini. Setelah dimanjakan oleh pemandangan di Puncak Rengganis, masih ada lagi hal menarik yang bisa dikunjungi saat perjalanan pulang nanti, yaitu Danau Taman Hidup yang dipercaya sebagai tempat mandi Dewi Rengganis, .

Jadi begini gambarannya, Gunung Argopuro memiliki dua jalur pendakian, dan biasanya pendaki jarang yang naik dan turun pada jalur yang sama agar dapat menikmati paket pemandangan lengkap di Argopuro. Untuk dapat melihat Danau Taman Hidup apabila berangkat dari jalur Baderan maka harus turun melewati jalur Bremi. Begitu pula sebaliknya, untuk dapat melihat keindahan Cikasur, maka pendaki yang naik dari jalur Bremi harus turun melewati jalur Baderan.

Idealnya, jalur turun dari Puncak Rengganis menuju Danau Taman Hidup adalah melewati kembali Cisentor. Dari Cisentor akan ada pertigaan yang menuju Bremi dengan jarak tempuh kurang lebih 12 jam, itu pun belum termasuk buka tenda apabila kemalaman sebelum sampai Danau Taman Hidup. Namun, ada jalan potong yang lebih singkat di dekat puncak. Melalui jalur ini, waktu tempuh ke Danau Taman Hidup hanya 5 jam saja dengan catatan jalur yang dilewati sangat curam.

Hiruk pikuk suara pendaki yang telah tiba lebih dahulu disana menjadi petunjuk tambahan dikala kami berada di Hutan Lindung yang mengelilingi Danau Taman Hidup. Kami sampai di Danau Taman Hidup tepat pukul 7 malam. Angin malam itu bertiup sangat kencang. Tenda sudah berdiri dan saya pun memutuskan untuk tidur sementara teman yang lain asik mengobrol dengan rombongan pendaki dari Mojokerto.

Hari keenam
Angin kencang yang semalam hilang tergantikan dengan mentari yang bersinar hangat. Pagi itu, Danau Taman Hidup ramai oleh pengunjung, baik pendaki maupun penduduk lokal yang sengaja light hiking kesini. Kami juga bertemu banyak teman baru disini. Menyenangkan!

dari danau ini puncak rengganis terlihat!


teman baru dari Jogja dan Mojokerto :)
Awalnya saya mengira bahwa setelah perjalanan turun kemarin, Danau taman Hidup sudah dekat dengan penduduk. Ternyata salah sodara-sodara... masih jauuuuuuuuuuuuuhhh.. (T_T) sementara kaki udah gak karuan pegelnya. Dengan kemampuan jalan yang secimit-secimit ini, gak heran kalau dari Danau Taman Hidup ke Desa Bremi saya membutuhkan waktu 5 jam. Hiks

Desa Bremi merupakan salah satu desa di kaki gunung Argopuro dengan mayoritas penduduknya adalah peternak sapi perah. Dari Bremi ke terminal Probolinggo hanya ada satu mini bus dengan 2 kali jam operasional, yaitu jam 6 pagi dan jam 4 sore. Kami memutuskan untuk ambil bus yang pagi agar bisa beristirahat dulu semalam di Desa Bremi. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju ke Surabaya untuk seterusnya naik kereta kembali ke Jakarta. Dengan begitu, acara wikenisasi di Gunung Argopuro berakhir sudah.

After all, menurut saya, Gunung Argopuro punya LIMA daya tarik luar biasa.

Pertama, tracknya panjang kali lama, gunung ini memang gunung dengan track pendakian paling panjang di Pulau Jawa.

Kedua, gunung ini mungkin satu-satunya gunung di Pulau Jawa yang menawarkan jejeran savana komplit dengan binatang liar yang berkeliaran. Walau gak seekstrim di Afrika, tapi di padang rumput ini kamu bisa ketemu sama yang namanya Burung Merak dan Rusa

Ketiga, gunung ini punya Cikasur, savana terluas dengan sejarah yang lumayan ngeri tentang kekejaman kerja rodi jaman penjajahan dulu.

Keempat, gunung ini punya dua puncak, dan istimewanya di salah satu Puncaknya, yakni Puncak Rengganis, kamu bisa melihat puing2 istana tertinggi yang pernah di bangun di Pulau Jawa, Istana Dewi Rengganis.

Daya tarik terakhir adalah Danau Taman Hidup yang berada di tengah hutan lindung. 

Its worth to try lah pokoknya :)

Regards,





Ps.
Jangan lupa untuk menyiapkan persediaan makanan dan jaket tebal
ingat bahwa kematian digunung sering disebabkan oleh udara dingin dan perut yang kosong.. apalagi perjalanan ke Argopuro tidak secepat gunung yang lain.
Happy camping everyone..!