Anak Krakatau adalah salah satu gunung yang masih aktif di Indonesia, terbentuk pada tahun 1927 atau 40 tahun setelah ibunya -Si Gunung Krakatau- meletus di tahun 1883. Letusan Gunung Krakatau yang sempat menjadi bencana global, kemudian menyisakan tiga pulau di sekitar Anak Karakatau, yaitu Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Kawasan ini kemudian dijadikan cagar alam yang pada tahun 1984 resmi masuk ke dalam Taman Nasional Ujung Kulon. UNESCO kemudian meresmikan daerah ini sebagai warisan alam dunia pada tahun 1991. Anak Gunung Krakatau masih relatif aman walaupun terkadang sering timbul letusan-letusan kecil yang mengeluarkan material lava. Mendengar cerita tentang si Anak Gunung Krakatau, saya membayangkan pasti seru bisa menyambangi daerah tersebut, dan kesampaian! Masih bersama Ocha dan Kak Ulil, kami bergabung di sebuah open trip yang di adakan oleh bang hendri.
Rute yang ditempuh untuk menuju ke Anak Gunung Krakatau adalah melalui Terminal Kampung Rambutan - Pelabuhan Merak - Pelabuhan Bakauheni - Dermaga Canti. Dari dermaga Canti, rombongan kami menyewa sebuah kapal nelayan untuk hoping island dua hari ke depan.
Dermaga Canti di pagi hari |
Hal menarik yang saya lihat di lepas pantai Anak Gunung Krakatau adalah pasirnya yang berwarna hitam pekat seperti batu bara. Mungkin ini ada hubungannya dengan status vulkanologinya yang masih aktif.
Kemudian dimulailah perjalanan menanjak yang bikin mules. Terjal sih gak terlalu ya.. tapi karena pasir, maka ketika saya maju satu langkah, merosotnya dua langkah. Pegel. Apalagi panasnya pasir mulai terasa membakar punggungan kaki (jadi buat kalian yang mau light hiking pastikan pakai kaus kaki ya). Tapi apa yang baru saja kami lewati which is terseok-seok di pasir panas, gak sebanding dengan pemandangan yang kami saksikan dari atas punggungan anak Gunung Krakatau.
Setelah puas berkeliling, perjalanan dilanjut ke Lagoon Cabe untuk snorkeling. TIdak jauh dari jarak kami menaiki kapal, tiba-tiba terdengar bunyi letusan bergemuruh di udara. Sontak kami langsung menoleh ke belakang dan menatap puncak anak gunung Krakatau. Benar saja! Krakatau batuk! (sepertinya dia lupa minum obat yang jam 12 siang). Kepulan asap berisi material vulkanik menyembur tinggi ke udara. Kami bersyukur bahwa kami sudah berada cukup jauh dari si Anak Krakatau. Gak kebayang mungkin deg-deg annya kalau kami masih ada disitu.
apa yang terjadi yaaa kalo kita masih asik poto2 disana?? |
Meskipun rencana snorkeling di Lagoon Cabe batal, tapi kami berhasil sampai di Pulau Sebesi -tempat kami menginap- dengan selamat jam 8 malam
Menghabiskan Waktu di Pulau Umang-umang
Saya terbangun sekitar pukul lima pagi. Menjelang jam 6, beberapa dari kami berjalan-jalan di Dermaga Pulau Sebesi menikmati sunrise.
Sunrise di Pulau Sebesi |
Setibanya saya di Pulau Umang-umang, saya langsung dibuat takjub oleh landscape Pulau Umang-umang. Pasirnya yang putih kontras dengan air lautnya yang berwarna biru langit. Gugusan koralnya juga gak jauh dari pantai. Kerenlah pokoknya!
Bang Hendri curang liat nemo gak ajak-ajak |
Semoga siapapun yang berkunjung ke sini tidak merusak apapun yang ada disini. Semoga. Saya masih berharap 10 tahun kedepan atau mungkin 20 tahun kedepan, saya bisa mengajak anak cucu saya bermain-main disini. Di perjalanan pulang, sempat terlintas satu pertanyaan di benak saya, apakah kita sedang menghitung mundur sebelum anak Krakatau meletus seperti ibunya dulu?