Tuesday, February 10, 2015

Jangan Takut Berubah, Asalkan..

Bagi sebagian orang, perubahan itu menakutkan. Entah karena takut tidak bisa menyesuaikan diri atau sudah terlalu nyaman dengan kondisi sebelumnya. Membuat sebuah perubahan besar apalagi yang big life changing, memang tidak mudah. Berbagai ketidakpastian di luar sana membuat kita menjadi takut untuk meninggalkan kepastian yang biasa kita jalani sehari-hari, atau bahasa simpelnya adalah.. zona nyaman. Iya, keluar dari zona nyaman ibarat memaksa kita bangun dari tempat tidur di hari minggu pagi yang udaranya dingin akibat hujan sepanjang hari. Super berat dan tentu saja, super malas.

Zona nyaman memang mematikan, self destructive. Insting dan panca indra menjadi tumpul. kemudian kita tidak lagi percaya dengan kemampuan survival kita. Ini yang membuat kita takut untuk berubah. Padahal kita tau bahwa manusia dilahirkan dengan naluri bertahan hidup yang luar biasa. 

Teori ini terbukti, misalnya saja ketika bertahan hidup di dalam bis. Bagi orang yang memutuskan untuk berubah ( misalnya saja yang tadinya naik motor kemudian mencoba naik bis umum ), proses awal selalu tidak mudah. Ilustrasinya gini : bagi yang baru pertama kali naik bis umum, apalagi di jam pulang kerja, pasti akan mencium bau-bauan yang gak ngenakin, mulai dari bau ketek sampe bau ketek yang coba disamarkan secara brutal oleh minyak wangi. Kali pertama nyium aroma kayak gitu, kita pasti keki, dunia terasa sempit, ujung-ujungnya kita jadi putus asa dan bingung antara mau mengambil nafas lewat hidung atau lewat mulut. Ini adalah reaksi yang normal. 

Sekali lagi. Perubahan memang selalu mengerikan di awal.

Besokannya, naluri bertahan hidup kita pun tumbuh, kita mulai pake masker Masih gak mempan juga, besokannya masker yang kita bawa, bagian dalemnya kita tetesin minyak telon atau minyak wangi favorit kita. Tanpa sadar setiap hari kita terus berinovasi agar jangan sampe pingsan ke-ketek-an di dalam bis. Iya, kemampuan bertahan hidup kita pun meningkat. 

Pengalaman berharga seperti ini gak akan dimiliki oleh orang yang takut untuk melakukan perubahan.

Dan.. ternyata, perubahan juga bisa menimbulkan kebahagian. Proses ini terjadi secara simultan. Persis seperti apa yang coba diungkapkan oleh satu bagan di bawah ini yang gak sengaja saya temukan via mbah google.


Ketika melihat bagan diatas, saya yang kebetulan memang sedang ingin memutuskan untuk melakukan perubahan yang besar, secara otomatis mulai bertanya kepada diri saya sendiri. Am i happy?? Jawabannya tidak. Mungkin ada yang pernah denger kutipan lama yang berbunyi : do what you love, love what you do. Dua frasa ini jelas tidak dimiliki oleh saya. I dont do what i love.. so i dont love what i do. 

Kemudian saya terus bertanya, Do am i want to be happy? Of course lah.. siapa pula di semesta ini yang gak mau bahagia.  Dan semuanya berujung pada satu kalimat yang terdiri dari dua kata : change something. Buat perubahan. Awalnya saya takut, serius. Kebayang di kepala gimana reaksi orang-orang di sekitar ketika saya mengutarakan hal ini. Tapi kemudian saya berfikir, bukankah melelahkan terus menerus memikirkan perasaan dan pikiran orang lain? Bukankah kita yang bertanggung jawab terhadap kebahagiaan kita sendiri?

Jangan takut berubah, asalkan.. perubahan yang kamu lakukan tidak melanggar agama, tidak melanggar hukum dan tidak melanggar hak asasi orang lain. Saya mencoba membangun sugesti positif dengan terus menerus mengatakan hal ini kepada diri saya sendiri. So here i am. dengan keputusan yang bulat untuk berubah dan keluar dari zona nyaman yang telah mengikat saya selama 6 tahun.

Orang mulai berkomentar jangan, kemudian mempertanyakan ini dan itu. Tapi tidak ada satu orang pun yang kemudian bertanya, apakah saya bahagia dengan keputusan ini. Ternyata memang benar.. ketika kita sebegitu hati-hatinya memikirkan perasaan orang lain, terkadang, perasaan kita belum tentu diperhitungkan.

Well.. rasanya saya harus menambahkan satu lagi.. 
Jangan takut berubah, asalkan.. itu membuat kamu bahagia ^^



Berubah dan berbahagialah,

Sunday, February 1, 2015

Tahun Baru dan Oh ada gempa ya??

Hari ini setelah hujan deras selama dua hari berturut-turut akhirnya saya menyadari kalo saya udah dua bulan lebih gak nge-blog!  YA AMPUN.. APA KABAR DENGAN BLOG SAYA?? tadinya pas log-in sempet was-was takut ada gembel yang tidur didalemnya saking gak pernah ditengokin. Semua ini gara-gara perubahan struktural di kantor yang bikin beban kerja jadi menggila PLUS dibarengi sama kuliah saya yang memasuki masa-masa ujian akhir semester (ya, saya emang lagi nyari kambing hitam ). Boro-boro mau nge-blog, ngeliat laptop aja rasanya udah mual.

Anyway, berhubung ini adalah postingan pertama saya di tahun 2015, saya mau nyeritain dimana dan gimana saya ngelewatin malem tahun baru kemarin. Jadi ceritanya, saya tahun baruan di Banjarnegara, tepatnya di Karangkobar tempat yang belum lama ini terkena musibah tanah longsor yang menewaskan kurang lebih 130 jiwa ( Semoga Allaah menempatkan mereka di tempat terbaik dan keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran. Aamiin ). Saya diantar kesana oleh temen2 dari Katamata Adventure ( masih inget kan? penggiat wisata minat khusus yang orang-orangnya agak ajaib itu? ). Hari pertama, saya ditampung di rumah Ibu Carig ( istrinya Pak Carig, sekretaris desa ) bareng beberapa temen dari PMI, hari kedua dan seterusnya saya tinggal di posko MDMC ( Muhammadiyah Disaster Management Centre ) yang kalo kita berdiri di pelataran poskonya, lokasi longsor udah keliatan dengan jelas. Deket abis. 

deep condolence for those who buried down there and never be found :'(
Wilayah Karangkobar ini memang ada di perbukitan. Untuk menuju ke tempat ini harus melewati jalan yang berliku dan menanjak. Sisi kiri jalan adalah jurang ( iya, jurang ) dan sisi kanan adalah gundukan tanah merah yang tingginya bervariasi, yang kalau hujan deras turun, sering menyebabkan longsor kecil-kecilan, membuat jantung siapapun yang melintasi jalan ini seolah ingin loncat-loncatan dan keluar dari tempatnya. Belum lagi aspal jalanannya yang amblas sekian senti akibat pergerakan tanah.

ngeri tiba-tiba tanahnya ambrol
Tapi yang paling menarik dari sana adalah cuacanya. Serius. Tinggal disana, membuat saya jadi mengerti gimana perasaan Bella Swan ketika pindah dari California ke Forks. Ini mungkin kedengeran berlebihan, tapi Banjarnegara beneran mirip Forks yang digambarkan di film Twilight, dingin dan berkabut. Seinget saya, dari total seminggu saya tinggal disana, cuma satu hari saya melihat sinar matahari, itupun gak lebih dari dua jam, sebelum pada akhirnya tertutup awan hitam. Saya sampai berfikir jangan-jangan keluarga Edward Cullen punya resort di sekitar Banjarnegara.

Apakah ITU kendaraan keluarga Edward Cullen??
Hari itu, di penghujung tahun 2014, hujan turun sepanjang hari sejak kemarin. Cuaca jadi makin dingin gak karuan, ujung-ujungnya membuat saya jadi males mandi ( jangan menghina, saya yakin Bella Swan juga melakukan hal yang sama pas dia tinggal di Forks, bedanya dia cakep, saya agak cakep ). Malam harinya, hujan masih juga ngericik, sementara situasi di posko lumayan sepi karena beberapa relawan ada yang sudah kembali ke rumah, total hanya 4 orang, termasuk saya, yang ada di posko. Setelah menyelesaikan rekapitulasi data hasil assesment, saya memutuskan untuk tidur lebih awal. Jam 9 malam, saya sudah tertidur pulas di dalam sleeping bag. Saya bahkan tidak ingat kalau tahun akan segera berganti.

Sedang khusyuk-khusyuknya tidur, tiba-tiba ada yang menepuk-nepuk pundak saya. "put bangun put". saya membuka mata, meskipun suasana kamar gelap, saya bisa mengenali kalau manusia yang baru saja membangunkan tidur saya adalah mas Febri, temen dari Katamata Adventure yang sama-sama jadi relawan disini. "ada apaan maspeb?" saya berusaha untuk melek sepenuhnya. Saya beringsut mengambil handphone yang saya charge di samping pintu masuk kamar. Pukul 00.20WIB.

"ada gempa put, kita harus pindah" katanya pelan. Informasi ini masuk ke telinga saya dan langsung disambungkan ke dalam otak. Oh ada gempa ya? ada gempa?? YA AMPUN ADA GEMPA! tapi berhubung nyawa saya masih berceceran di sleeping bag, reaksi yang keluar dari mulut saya cuma : "hah?? gimana gimana?". Terkadang otak suka gak sinkron dengan mulut.

Jadi, awalnya, mbak Tea ( temen di grup whatsapp Save+Rescue ) dapet info dari twitter kalau ada gempa di Karangkobar, beliau sampe ngecek ke BMKG segala. Meskipun gak ada record di BMKG, tapi beberapa keluarga di desa lain yang tergolong rawan longsor ada yang sudah mengungsi ke tempat yang lebih aman. Kemungkinan besar ini adalah gempa lokal akibat pergerakan tanah ( saya langsung inget kalo sebelum kejadian longsor, hujan deras terus mengguyur wilayah ini, sama seperti yang terjadi sejak dua hari yang lalu ).  Temen2 di grup pun mulai memberi komando untuk pindah ke tempat yang lebih aman dan jauh dari lokasi longsor ( ini bahagianya punya temen2 anggota SAR, spider sense nya itu lhooo.. amazing! )

Akhirnya, jam setengah satu pagi, dengan jas ujan warna pink ( kurang unyu apa coba ngungsinya? ), sleeping bag di dalam plastik, membonceng Maspeb menembus hujan, saya resmi pindah menuju SDN 01 Karangkobar, yang letaknya agak lebih jauh dari lokasi longsor. Disana, sudah ada beberapa teman-teman relawan dari mahasiswa pecinta alam APMD, Yogyakarta. Setelah berbasa-basi sebentar, saya pun mengambil posisi untuk melanjutkan tidur yang sempet kepotong. 

Sebelum tidur, saya jadi termenung, teringat satu ayat di dalam Surah Ar-Rahman yang diulang-ulang sebanyak 31 kali : "Fabiayyi aala'i robbikuma tukadziban ". Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang kamu Dustakan?

Terkadang, kita melihat nikmat Tuhan hanya dalam anugerah berbentuk fisik : muka kece, harta cukup, anak banyak dan segala bentuk anugerah yang kasat mata. Kita lupa bahwa ada banyak nikmat Tuhan yang tidak kasat mata, tetapi gak kalah penting, salah satunya adalah rasa aman. ( iya saya tau, musibah bisa terjadi dimana aja, gak mesti di daerah rawan bencana, tapi you know what i mean, right? )

Kebayang aja gimana rasanya jadi mereka yang tinggal di desa rawan longsor. Setiap hujan turun, mereka selalu was-was takut terkena longsor tetapi disisi lain memiliki keterbatasan finansial untuk pindah ke tempat baru. Rasa aman menjadi barang mewah untuk mereka. Maka bersyukurlah.. ( ini lagi ngomong ke diri saya sendiri ) karena di balik pikiran cetek kita yang sering mengganggap diri kita paling menderita, ternyata ada yang jauh lebih nelangsa dari kita. 

Malam itu, tidak ada kembang api, tidak ada terompet apalagi ayam bakar, tetapi setidaknya dilahirkan sebagai kita, seperti apapun itu, tetap lebih beruntung dibanding beberapa orang. Ah.. Semoga besok pagi ketika bangun saya punya nyali untuk mandi ( gak nyambung, i know )


your lazy blogger,