Friday, June 20, 2014

Titik Ter-absurd Dalam Hidup

Absurd. Saya berada di titik terendah, rasanya. Apalagi melihat ke belakang.
Ada beberapa hal yang bisa saya lakukan lebih baik dari apa yang sudah terjadi sekarang. I could do something better, rasanya. Saya mulai berharap bahwa saya bisa memutar balik waktu dan akhirnya sedikit frustasi karena sejatinya waktu seperti air sungai yang arusnya tidak pernah berbalik atau berhenti. Kemudian teringat janji Alloh Subhanahu wa ta'ala dalam surah Al Insyirah ayat 5-6 bahwa sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesudah kesulitan ada kemudahan.

Well its such a relieve for me, i guess.
:')

Wednesday, June 18, 2014

River Tubbing Sungai Oyo!

Setelah sesi ssusur selusur Goa Gelatik dan cave tubbing di Goa Pindul berakhir, masih dihari keempat sesi Backpacker Jogjakarta dan masih ditemani oleh Pak Kejar sebagai guide, saya beranjak menuju Sungai Oyo untuk mencicipi sensasi river tubbing. River Tubbing Sungai Oyo ini merupakan salah satu wisata yang dimiliki oleh Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta selain Goa Pindul dan Goa Gelatik. Jarak antara Goa Pindul dan Sungai Oyo tidak begitu jauh, hanya memakan waktu kurang lebih 10 menit melewati areal persawahan.

saya minum dua!
Eniwei, river tubbing ini kurang lebih mirip dengan cave tubbing, sama-sama menggunakan ban karet untuk menyusuri sungai, tapi kali ini sungainya tidak berada didalam goa. Panjang sungai Oyo yang akan disusuri kurang lebih 1.5 Km dengan durasi antara 1-1.5 jam. Pertama kali turun ke Sungai, agak kaget karena ban karet yang saya tumpangi meluncur di riak air sementara Pak Kejar sebagai guide nun jauh dimato. (-_-')

gak panik
Agak panik
Time to panic!
Tapi terlepas dari opening act-nya yang "begitu", sebenarnya riak sungai Oyo ini terbilang tenang, karena sedang musim kemarau sehingga debit air berkurang yang ujung-ujungnya membuat arus sungai tidak terlalu deras. *Fiuhh

Di sepanjang river tubbing ini, yang paling mencuri perhatian adalah relief bebatuan khas area karst di sepanjang Sungai Oyo. Bentuknya lucu, seolah dipahat, padahal terbentuk dari kikisan aliran sungai Oyo.  

Lucu yaa.. *batunya maksudnya :)
Selain itu, another breath taking view nya adalah adanya beberapa air terjun di sepanjang sungai Oyo ini, mulai dari yang kecil, sampai yang besaaaaaar.

Mulai dari sekecil ini
segini
Sampai sebesar ini!
Disuguhi pemandangan yang kayak begitu, yakinlah kalau jarak tempuh 1.5 Km dan waktu tempuh 1 jam itu berasa super singkat! karena gak terasa saya udah sampai di titik terakhir sesi river tubbing. Dengan berakhirnya river tubbing Sungai Oyo ini, berakhir pula hari keempat di sesi backpacker Jogjakarta. 


*bersambung

Cave Tubbing Goa Pindul

Masih di hari keempat dalam rangka 6 hari Backpacker-an di Jogjakarta, setelah susur selusur Goa Gelatik, destinasi selanjutnya adalah mencicipi Cave Tubbing Goa Pindul. 

Goa Pindul terletak tidak jauh dari Goa Gelatik dan masih merupakan destinasi wisata di Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta. Pada awalnya tidak ada yang menarik dari Goa Pindul bagi masyarakat sekitar. Goa ini hanya dijadikan sebagai tempat mencari sarang burung tertentu yang dapat dijual dan menghasilkan uang, sampai suatu ketika serombongan mahasiswa yang melakukan KKN di desa ini menyadari bahwa Goa Pindul bisa jadi tempat wisata yang menjanjikan, Terbukti, sekarang apabila weekend tiba, pengunjung yang datang bisa mencapai angka ribuan!

didepan mulut goa pimdul
Beruntungnya, saya datang bukan di hi-season seperti itu, sehingga sesi cave tubbing pada sore hari ini seperti cave tubbing di gua pribadi. Sepi dan khidmat. Cihuy! Masih ditemani guide yang sama pada sesi selusur Goa Gelatik, yakni pak Kejar, im more than ready to do this : cave tubbing!. Sesi cave tubbing ini kurang lebih berdurasi 45 menit dengan panjang jarak tempuh sekitar 300 meter. Sebelum memulai cave tubbing, peralatan standart yang harus dipakai adalah helmet, safety jacket dan ban karet yang nantinya akan membawa kita menyusuri sungai bawah tanah didalam goa ini.

di mulut gua *im more than ready!
Hal pertama yang saya yakinkan dalam hati ketika memulai perjalanan menyusuri sungai didalam Gua Pindul ini adalah : anakonda tidak hidup di tempat seperti ini. *eh bener kan ya?. Karena jujur kacang ijo, bukan gelapnya gua yang saya takuti, tapi kemungkinan meet and greet sama hewan melata yang bersisik itu lhooooo..

Tapi demi melihat jejeran stalaktit yang berwarna cokelat keemasan, pikiran berbau anakonda tadi lenyap begitu saja tergantikan oleh perasaan takjub. 

Pemandangannya gimanaaaa gitu..
Perlahan, ban yang saya tumpangi membawa saya masuk kedalam Goa Pindul lebih dalam lagi, sumber cahaya yang tersisa adalah headlamp yang dipakai oleh pak Kejar sementara kedalaman air dibawah saya berkisar antara 5 - 10 meter. Pada satu titik, saya menemukan stalaktit yang sudah bersatu dengan stalakmit sehingga lebih nampak seperti sebuah pilar raksasa yang diameternya (katanya) butuh lima orang dewasa untuk mengelilinginya.     

Terbayang dikepala, berapa tahun yang dibutuhkan oleh material kalsium karbonat untuk mengendap dan membentuk pilar sebesar itu. (o_0)

si pilar raksasa
Di tengah goa, saya melewati yang disebut sebagai sumur terbalik oleh warga sekitar, yakni sebuah luweng vertikal yang biasa dipakai oleh tim SAR setempat untuk latihan teknik SRT. Pada siang hari, sinar matahari yang menerobos masuk dari luweng ini menambah keindahan di dalam Goa Pindul.

Sumur terbalik.
manjat-manjat kurang kerjaan
Setelah hampir 40 menitan ber-tubbing ria, saya sampai juga di penghujung goa. Di mulut goa tampak beberapa pengunjung yang lebih dulu sampai disini. SInar matahari sore mulai tampak keemasan, pertanda senja sudah didepan mata. Dengan perasaan puas, segera saya bergegas menuju ke tempat terakhir yang akan menutup perjalanan di hari keempat di sesi backpacker Jogjakarta ini, Sungai Oyo.

Next : River Tubbing Sungai Oyo!

Sunday, June 15, 2014

Susur Selusur Goa Gelatik yuk!

Di hari keempat dalam rangka Backpacker Jogjakarta kemarin, saya menyempatkan diri berkunjung ke salah satu Goa yang berada di Desa Bejiharjo, Kabupaten Gunung Kidul, Jogjakarta. Goa Gelatik namanya. Goa Gelatik merupakan salah satu goa dari puluhan goa yang terdapat di area karst di Gunung Kidul.

Menuju ke goa ini tidaklah sesulit yang dibayangkan. Dari terminal Giwangan di Kota Jogjakarta, cukup cari bus yang menuju ke arah gunung kidul, turun di terminal atau di perempatan Grogol, dari sana perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan ojeg

Setibanya saya disana, suasana cenderung sepi, mungkin karena ini bukan weekend dan bukan pula musim liburan sehingga pengunjung tidak begitu banyak. Ditemani oleh seorang guide, Pak Kejar namanya, saya mulai menyelusuri Goa Gelatik ini tepat pukul setengah tiga sore.


Goa gelatik sudah terkenal sejak jaman dahulu sebagai salah satu goa yang sering digunakan untuk bertapa dan mencari "ilmu". Bahkan konon Angling Dharma pernah bertapa disini. Meski sempat bingung dengan konsep "ilmu" yang dijelaskan oleh Pak Kejar, saya tetap mengangguk-angguk tanda mengerti hihi.

Sebelum memasuki mulut goa, Pak Kejar menjelaskan beberapa hal yang tidak boleh dilakukan didalam goa, salah satunya adalah berkata kasar atau jorok, mengumpat atau memaki *Kalau yang ini sih sebenernya gak pandang bulu yaa.. mau dimana aja memang seharusnya berkata sopan kan?*

Di depan mulut goa gelatik
Memasuki mulut goa, saya disuguhkan dengan jalanan yang mulai menyempit dan rendah sehingga memaksa saya untuk beberapa kali berjalan jongkok dan merangkak. Sinar senter Pak Kejar yang memimpin di depan mulai menyeruak di tengah kegelapan goa, sementara saya mengikuti di belakang dengan tergesa-gesa. Keheningan di dalam goa mulai terasa. Tidak ada yang terdengar kecuali langkah kaki kami dan suara hewan -yang kemudian saya simpulkan sebagai suara hewan kelelawar.

Meskipun Goa gelatik ini merupakan goa kering, artinya tidak ada genangan air atau aliran sungai didalamnya, tetapi kondisi tanah cukup becek dan berlumpur.

Salah satu titik dimana jalan mulai merendah ^^
item-item itu pup-nya kelelawar (>,<)
Berjalan masuk ke dalam goa, saya mulai menjumpai beberapa stalaktit yang tumbuh menjulang dari atap goa. Di satu titik pak Kejar berhenti dan menunjukkan saya ke sekumpulan stalaktit yang meneskan air. Konon katanya air yang menetes itu apabila terkena wajah dapat membuat si empunya menjadi cantik dan disukai lawan jenis. "non mau coba?" tawar Pak Kejar. Sadar bahwa ini merupakan salah satu bentuk syirik akbar yang konsekuensinya bisa membatalkan ke-Islam-an, saya menjawab sambil tertawa kecil "gak ah pak.. kayaknya udah cukup cantik" :D

Si Stalaktit
Di tengah perjalanan, ada satu stalaktit yang super duper besar, yang kalau dipukul mengeluarkan bunyi seperti bunyi gong. Saya berpendapat kalau stalaktit ini pasti terbentuk dalam jangka waktu yang panjang dan lamaaaaaa sampai bisa sebesar ini.


Perjalan berlanjut dan sampailah kami di tengah-tengah goa yang berupa ruangan yang sangat lebar. Ruangan ini konon yang sering dipakai untuk bertapa. Penjelasan dari pak Kejar secara otomatis membuat saya mengedarkan pandangan ke susut-sudut goa. Siapa tau saya bisa melihat orang yang bertapa. Sadar dengan tingkah laku saya, Pak Kejar berkata "non, kalaupun ada yang bertapa, non gak akan bisa melihat wujud mereka". Oooh (-_-")

ibarat rumah.. mungkin ini ruang utama nya ^^
Pak Kejar kemudian menawarkan saya untuk mencoba berada di zona gelap abadi, alias berada di dalam gua dengan kondisi senternya dimatikan. Saya mengangguk tanda setuju. Sedetik setelah Pak Kejar mematikan senter, tidak ada satupun sumber cahaya disitu. Sejauh mata memandang, hanya hitam pekat yang ada. Mungkin begini rasanya menjadi buta dan saya memang harus banyak bersyukur dikaruniai panca indera yang sempurna, kemudian saya pun berbisik dalam hati "Fabi ayyi aala'i robbikuma tukadziban.. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?" :")

Dekil itu juga nikmat lho.. ^^
Setelah puas berkeliling di dalam goa, saya dan Pak Kejar beranjak keluar menyusuri jalan dan celah-celah sempit yang sama. Menyenangkaaaaan \(^0^)/


Meski harus berkali-kali berjalan merangkak menuju pintu keluar gua, tetapi saya cukup puas berada disini. Tidak saya perdulikan lagi celana dan gamis saya yang berlumuran tanah, saya tidak sabar untuk beranjak ke destinasi selanjutnya di hari keempat ini.

Next: Cave Tubbing Goa Pindul!

Monday, June 9, 2014

Cerita tentang hijab ini..

Melihat penampilan saya yang sekarang, ada beberapa temen yang gak percaya. Untuk ukuran saya yang dahulu gak karu-karuan kadar kewanitaannya, berhijab adalah sesuatu yang jauh dari bayangan.


Saya adalah anak perempuan yang besar di tengah saudara laki-laki. Tumbuh bersama dengan abang yang usia yang tidak terpaut jauh, membuat kami berdua sangat dekat. Musik yang ia suka hampir semua saya juga suka. Telinga saya rasanya sangat familiar dengan lagu-lagu Nirvana, Betrayer, Metallica dan beberapa band yang identik dengan kaum adam. Kami bahkan belajar main gitar bersama. 

Kemana abang saya pergi dengan teman-temannya, hampir bisa dipastikan saya turut serta, bahkan setiap tahun, kami berdua tidak pernah melewatkan konser Slank di Pekan Raya Jakarta. We always in the front line. Yelling, singing and drowning in the crowd.
oleh-oleh dari garis paling depan di konser SLank PRJ 2011
Di luar rumah, teman saya pun kebanyakan laki-laki. Mulai dari yang penampilannya rapi jali sampai yang gondrong urakan pun ada. Saya selalu berfikir laki-laki adalah mahkluk praktis dan gak ribet seperti kebanyakan kaum hawa. Sifat mereka yang simple dan easy going yet protective membuat saya jauh lebih senang bergaul dengan kawan laki-laki. 

Apa yang saya lakukan ketika berkumpul bersama dengan mereka? Alhamdulillah masih lurus. Ngopi bareng - yes, dulu saya adalah penggila kopi, mulai dari kopi biasa sampai kopi item ala dukun - main gitar atau main kartu dengan hukuman bagi yang kalah adalah memakai helm sepanjang permainan atau sekedar keluar mencari kuliner baru yang enak dan murah.

Soal hobi jangan ditanya. Terlebih sejak kecanduan hiking dan camping, mulai dari backpacking ramai-ramai sampai seorang diri pernah saya lakukan. Mulai dari proporsi kawan laki-laki dan perempuan yang seimbang di dalam perjalanan sampai hanya saya saja perempuan yang turut serta pun pernah saya lakoni. Keterbiasaan dikelilingi laki-laki membuat saya tidak merasa risih sama sekali. Alhamdulillah sekali.. dimasa- masa ini, Alloh subhanahu wa ta'ala selalu menjaga saya dan menganugerahkan kepada saya kawan laki-laki yang selalu sopan dan baik. Tidak pernah sekalipun saya merasakan perlakuan yang kurang ajar atau perkataan yang kelewat batas selama bergaul dengan mereka

Berhijab? tidak pernah terlintas sedikitpun. Seperti kebanyakan orang yang menolak berhijab, saat itu alasan saya kurang lebih sama : mending jilbab-in hatinya aja dulu, yang penting kita jadi orang baik, gak ngejahatin orang, yang penting tetep sholat, yang penting gak jadi anak durhaka sama orang tua dan "yang penting" lainnya yang selalu jadi justifikasi saya ketika bisikan berhijab mampir di kepala. Saat itu saya merasa walaupun saya tidak berhijab, pakaian yang saya kenakan masih dalam batas kesopanan.

Akhirnya kesempatan itu tiba. Entah apa yang masuk kedalam kepala saya, Ramadhan tahun 2010, saya mencoba berhijab. Pertama keluar dengan kerudung menutup kepala itu rasanyaaaaa.. gerah hehe. Hawanya pingin ngeliat kaca terus karena gak pede takut mencong sana-sini. Pokoknya sekedar ke supermarket aja jadi serba ribet. Besoknya saya masih bertahan, bahkan saya membeli beberapa kerudung langsung pakai biar praktis.

Ramadhan pun berlalu, seperti biasa tawaran naik gunung datang dari kawan-kawan laki-laki saya. Disini lah pertarungan hati dimulai. "serius ni make jilbab ke gunung?" ucap saya sambil muter-muter di kaca mencoba macthing-in antara celana treking, tshirt dan bergo. "iihh kok gak macthing sih?" gumam saya dalam hati. Dan pertarungan itu dimenangkan oleh setan. Saya tanggalkan kerudung yang sudah saya pakai kurang lebih 1 minggu itu untuk kemudian kembali ke baju kebesaran saya, celana panjang dan tshirt gombrong abang saya.

Bulan berganti tahun, saya masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya dan ide berhijab menguap begitu saja. Sampai tiba di satu waktu, satu malam di tahun 2012, saya pergi ke sebuah mall, saya tidak ingat apa tujuan saya saat itu, entah mencari cemilan atau hanya sekedar iseng, but thats my turning point!. 

Lelah mengelilingi mall lima lantai, saya duduk di depan lift sambil memakan snack yang saya beli. Saya masih asik memandangi orang yang lalu lalang di hadapan saya sampai seorang bapak yang duduk di sebelah saya menyapa saya. Dari raut wajah dan kulitnya, saya langsung tau bahwa bapak ini keturunan Tionghoa. Bapak itu mencoba mengajak ngobrol dan saya menjawab seperlunya dan sesopannya, sampai tiba-tiba si bapak mempertontonkan video di tablet yang ia bawa. Sebuah video kebaktian dan konsep ketuhanan dalam agama nasrani.

Saya terkejut. Kemudian saya berkata dengan sopan, maaf pak saya seorang muslim, yang langsung di-ooooh-kan oleh si bapak yang kemudian berkata "saya pikir mbaknya nasrani". Wadezig. Perasaan saya campur aduk

Saya pun teringat sebuah ayat Al Quran :

"hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan istri-istri orang mukmin agar mengulurkan atas diri mereka jilbab-jilbab mereka. yang demikian itu menjadikan mereka lebih dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan Alloh Maha Pengampun dan Maha Penyayang" 
( QS Al Ahzab :59)

Dan saya menangis.. Sungguh apa yang didekripsikan di ayat itu sungguh terjadi di diri saya. Saya tidak dikenali sebagai muslimah. Dengan tekad yang kuat, Ramadhan tahun 2012, saya resmi berhijab. Bulan-bulan pertama berhijab, saya disibukkan dengan video tutorial hijab yang booming di youtube. Setiap mau ngantor, sibuk nyari mode jilbab apa yang akan saya pakai ke kantor. Udah gak inget berapa kali saya membeli majalah fashion hijab yang isinya cara melilit jilbab ke sana-kemari agar tampak cantik. Jangan ditanya juga berapa kali saya ketusuk jarum saat mempraktikkan apa yang ditampilkan di majalah atau video yang saya tonton.

awalnya seneng.. lucuuuuuuu... lama2 ribet (-_-")
Saya merasa ada yang salah. Saya mulai merasa hijab gak seharusnya membuat saya tersiksa. Saya malah lebih mirip boneka vodoo ketimbang perempuan muslimah saking banyaknya jarum pentul yang nempel di kepala saya. Bukankah perintah berjilbab itu harusnya mempermudah? . Saya pun kembali ke titik awal. Mencari seperti apa hijab yang sesungguhnya melalui Al Qur'an.


Dalam pencarian itu, saya mulai belajar ternyata kerudung itu harus menutupi dada, maka saya berhenti melilitkan kerudung saya kesana kemari agar bagian depan tertutupi. Saya mulai tahu bahwa kerudung yang dipakai dalam berhijab itu gak boleh menerawang dan tipis maka saya mulai memakai kerudung dua lapis. Saya mulai mengurangi frekuensi memakai celana panjang dan menggantinya dengan gamis karena saya belajar lekuk tubuh termasuk lekuk kaki harus ditutupi. Saya mulai belajar bahwa kaki termasuk aurat perempuan maka saya mulai memakai kaus kaki. Saya mulai belajar bahwa tidak boleh menggulung rambut terlalu tinggi sehingga nampak seperti punuk unta maka saya rendahkan ikatannya. Saya belajar dan terus belajar. 



Dengan begitu, penampilan saya otomatis berubah. Reaksi pertama justru datang dari keluarga. Komentar seperti "pake kerudung yang biasa aja, biar modis, lebar-lebar gitu kayak ibu-ibu" udah jadi makanan sehari-hari. Terlebih ketika bertemu kawan-kawan hiking pertama kali dengan memakai gamis, tertawaan mereka diiringi dengan komentar "kak, lo kayak mak-mak pengajian" sempat mampir di telinga saya

Saya cuma tersenyum kemudian teringat akan perkataan teman saya yang diambil dari sebuah hadits bahwa Islam itu datang dalam keadaan asing, dan di akhir zaman akan kembali asing. maka beruntung lah orang-orang yang asing tersebut :")

Saya ingin belajar menjadi yang 'asing' itu. Saya ingin sedikit demi sedikit mengikis yang tidak baik, menggantinya dengan yang lebih baik. And you know what? perasaan ini tidak akan timbul apabila kamu masih berfikir untuk menjilbab-i hati ketimbang aurat kamu. Percayalah.. ketika memutuskan untuk berhijab, maka hati akan mengikuti.

Pada akhirnya, saya berdoa seperti doa yang selalu diucapkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam : yaa muqollibal qulub tsabbit qolbi 'ala diinik ( Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu ). HR Tirmidzi.

Hijab ini begitu sulit datang, semoga ia tinggal untuk selamanya.. :")











regards,