Sunday, November 23, 2014

Ketika Manusia Perpustakaan Bertemu Manusia Lapangan

Menurut saya, secara radikal manusia itu dibagi menjadi dua tipe : manusia jenis perpustakaan dan manusia jenis lapangan. Dan saya menganggap diri saya masuk ke dalam golongan manusia perpustakaan, dimana hampir sebagian besar hal-hal yang saya tahu, saya dapat dari membaca dan setiap kali punya masalah, secara teknis saya akan mencari tau seperti apa penyelesaiannya menurut teori. Lurus dan idealis.

Hal ini berbanding terbalik dengan seorang teman yang belum lama ini saya kenal dimana dia selalu berfikir teori berbeda dengan praktik dan tidak selalu bisa dijadikan landasan dalam mengambil keputusan.

Di dalam teori, teori dan praktik tidak ada perbedaan. yaa idealis tadi. Semua harus berjalan sesuai panduannya. Rules takes a rule. Aturan yang ambil kendali. Sekali lagi: idealis. Faham ini yang kemudian menjadi akar utama perdebatan yang sering terjadi antara saya dan manusia ajaib yang satu itu, karena menurut dia, pada praktiknya ada perbedaan antara teori dan praktik. Ada hal-hal di luar teori yang bisa saja terjadi dan ini yang menyebabkan kenapa teori hanya sekedar susunan kata-kata bukan sebuah aksi. Sarkastik deh pokoknya (T_T)


Seumur hidup, saya tidak pernah bertemu dan berteman dengan orang yang begitu sinisnya dengan teori. Dia selalu berpendapat bahwa membaca itu memang jendela dunia, tapi hanya sekedar jendela. Its not real. "kamu cuma bisa melihat tapi kamu gak pernah berada disana", begitu justifikasinya setiap kali saya mengatakan betapa pentingnya orang harus banyak membaca.

Awalnya, agak terkejut, kok bisaaa yaaa ada manusia yang sesinis itu dengan teori, tapi kemudian saya mengobservasi dan menganalisa latar belakangnya serta menghubungkan dengan hal-hal yang biasa dia kerjakan. Well yeah.. again, environment made you. Sedikit banyak lingkungan memang mempengaruhi cara berfikir seseorang. Karena secara pekerjaan, teman saya yang satu itu memang sangat lapangan sementara pekerjaan yang saya tekuni sangat perpustakaan. It makes sense! masuk akal banget kenapa di titik itu, kita tidak pernah sepakat. Hahaha

Tapi seharusnya dia juga gak boleh sinis gitu dong sama teori *gak mau kalah ceritanya* karena pada setiap praktik, tetap harus ada landasan atau aturan yang diikuti, nah aturan itu didapat dari mana cobaaaaa kalo bukan dari teori?? memang setiap kali memperdebatkan antara teori dan praktik, saya selalu ingin menjitak kepalanya yang keras itu. Ergghh







Tapi kemudian, meskipun sering merasa terintimidasi dengan pola pikirnya yang sering menyudutkan teori, setelah berteman dengannya dan melewati beberapa diskusi kecil, ada perspektif, pelajaran dan pola pikir baru yang saya dapat. Biasanya, ketika saya menyusun rencana, saya akan mengikuti teori 5w 1h ; "apa", "siapa", "dimana", "kapan", "mengapa" dan "bagaimana". Sekarang, saya jadi terbiasa menambahkan satu aspek lagi dalam pola pikir saya yaitu "bagaimana jika" sebagai salah satu langkah mengidentifikasi kemungkinan di luar teori yang bisa saja terjadi ketika praktik lapangan.

Begitulah ketika manusia perpustakaan bertemu dengan manusia lapangan. 
Berdebat, saling mempertahankan pendapat, tapi pada akhirnya selalu ada pelajaran baru yang bisa di ambil. 

"train your mind to see the good in every situation" ~anonymous

Sunday, November 9, 2014

Diantara Hujan dan Kopi

Saya selalu suka dengan hujan. Serius. Apa yang tidak menyenangkan ketika hujan datang? suaranya menenangkan, bau tanahnya menyenangkan, tidur lebih pules, makan mie rebus lebih nikmat, minum kopi apalagi. Ah.. kopi ya?

"Bagaimana bisa aku lupa, sementara kamu dan hujan adalah dua molekul membentuk satu senyawa yang tidak akan bisa diserap sempurna oleh waktu"

Jadi inget, udah beberapa tahun belakangan ini saya gak lagi minum kopi, padahal dulu pernah berada di titik dimana saya lebih suka meminum kopi hitam dengan sedikit gula hingga bergelas-gelas. Sekarang, minum kopi sebulan sekali pun belum tentu. "maagnya sering kambuh.." begitu alibi saya setiap kali ditawari kopi oleh teman-teman saya.

Tidak sepenuhnya benar. Kopi itu memang gak sehat. Iyaa tau, karena mengandung caffein kan? nanti asam lambungnya naik, ya kan? Bukan. Efek samping kopi bagi saya lebih parah dari itu. Karena kopi-bisa-memicu-ingatan-masa-lalu. Hahaha.. Jadi ceritanya duluuuu banget saya pernah punya momen menyenangkan dimana saya menikmati secangkir kopi di teras depan rumah saya bersama satu manusia ajaib. Dan entah kenapa, setiap kali ngopi bareng ini manusia, selalunya hujan. Biasanya nanti sambil nunggu hujan reda, manusia norak itu akan pamer-pamer gimana jagonya dia main gitar. Pada akhirnya satu gelas kopi itu bisa bertahan hingga belasan topik obrolan dengan durasi nyaris mendekati tengah malam. 

Ah. Thats an old story. Belasan tahun yang lalu. Sekarang manusia norak itu raib. Gak ngerti kemana dan gimana. Tapi hal yang paling lucu adalah.. saya tetap menyimpan namanya di dalam kontak telefon meskipun saya tau dari ketiganya, tidak ada satupun yang berfungsi lagi.

haha.