Thursday, August 28, 2014

Obrolan tentang Cita-cita

Malem ini saya mau ngobrolin soal cita-cita.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cita- cita berarti keinginan atau kehendak yang selalu ada di pikiran. Kalo ngeliat dari definisi ini, cita-cita bisa diartikan menjadi banyak hal.. bisa jadi keinginan untuk pergi ke suatu tempat, keinginan membeli satu barang dan lainnya, tapi entah kenapa kita secara sempit mempersepsikan cita-cita sebagai profesi apa yang kelak kita ingin jalani.

Bicara tentang cita-cita, saya adalah orang yang termasuk galau dalam hal cita-cita. Waktu kecil kalo ditanya apa cita-citanya, saya dengan mainstreamnya menjawab "dokter" tanpa menyadari kapasitas otak saya yang di kemudian hari menjadi sangat undoctorable hahaha.. Setelah itu agak besaran dikit berubah jadi pramugari. Gak bertahan lama, cita-cita ini berubah dan menetap menjadi jurnalis atau penulis. Iya jurnalis. Bermula dari menulis-nulis cerita yang terjadi di sekitar kehidupan semasa sekolah, saya bermimpi suatu hari nanti saya bisa menjadi jurnalis yang bisa berbagi dan menceritakan tentang banyak hal kepada banyak orang. Pasti rasanya menyenangkan bisa menjadi mata, mulut dan telinga bagi orang lain. Sukur-sukur bisa bawa inspirasi ke banyak orang.

udah dapet belum gayanya? haha
Tapi terkadang, apa yang kita inginkan belum tentu kita dapatkan. Cita-cita yang bagi kita terlihat seru, menyenangkan dan membuat kita begitu hidup, bagi orang lain, bisa saja terlihat wasting time dan tidak menjanjikan untuk masa depan. Makanya sejak saat itu, saya mulai (terpaksa) hidup di dalam mimpi orang lain, bukan mimpi saya sendiri. Berusaha mewujudkan mimpi orang lain bukan mimpi saya sendiri. Isn't it pathetic? 

Bahkan cyber space pun tau (T_T)

Buat kalian yang masih muda-muda, biar gak senasib sepenganggungan, ada sedikit saran yang bisa diterapin. Pertama, Dig in your self! Gali sebenernya kalian tertarik di bidang apa. Serius deh.. Gak ada yang lebih nyenengin dari menjalani kesukaan kita terus dibayar! Gak cuma dokter, pilot atau insinyur aja yang punya masa depan. Suka gambar, suka masak, suka olahraga, ternak ayam, ternak lele? semua bisa jadi masa depan! 

Kedua, buat analisa peluang, dari kesukaan kalian itu, ada peluang apa aja yang bisa dicapai.. print out segede gaban! Tunjukin sama orang yang mencibir kalian, tunjukin ke mereka yang bilang kalau cita-cita kalian tidak menjanjikan masa depan yang cerah, tunjukin bahwa yang namanya masa depan yang cerah bisa digapai dari banyak jalan dan.. Ingat! masa depan yang cerah gak akan didapat dari menjalani mimpi orang lain. Trust me.. i have been through this.. *curcol*

Ketiga, Mulai berjalan, merangkak atau merayap.. tapi pastikan kalian gak berhenti di jalan yang udah kalian pilih. Jungkir balik gak masalah asalkan di jalan sendiri. Kebayang gak kalo jungkir baliknya di atas jalan yang dipilihkan oleh orang lain? *curcol lagi*

Keempat, prove them wrong! Tunjukin hasil jerih payah kalian. Gak usah perdulikan orang lain yang mencibir dan berkata "segitu aja udah bangga" karena jauh di dasar hati kita, orang pertama yang ingin kita buat bangga adalah diri sendiri. Setidaknya kita berhasil mencapai cita-cita sendiri kaan?

Eniwei, buat semua orang yang punya cita-cita :
just put some trust in your self.
they are always tell that you cant
but prove them wrong..
because you know you can!

Goodluck ***


your writer-wanna be,

Saturday, August 9, 2014

Backpacker Jogjakarta Part 6 : Berburu "Cahaya Surga" di Goa Jomblang

Selamat dataaaang di Backpacker Yogyakarta itinerary hari keenam!

Setelah sebelumnya sukses menghitamkan kulit di garis pantai kabupaten Gunung Kidul di hari kelima kemarin ( cerita lengkapnya disini ), di hari keenam yang sekaligus menjadi hari terakhir saya menjelajah Jogjakarta dan sekitarnya, saya akan mencoba caving alias menyusuri gua vertikal untuk pertama kalinya di Goa Jomblang!

Goa Jomblang yang terletak di desa Pacarejo Kabupaten Semanu, Gunung Kidul ini merupakan gua vertikal dengan hutan purba di dasarnya. Goa ini terbentuk akibat proses geologi dimana permukaan tanah amblas kebawah beserta vegetasinya yang terjadi ribuan tahun lalu. Proses ini membentuk lubang seperti sumur yang dalam bahasa jawa terkenal dengan sebutan Luweng. 


Luweng Jomblang
Untuk bisa memasuki Luweng Jomblang ini, diperlukan teknik SRT ( Single Rope Technique ) dimana caver akan menuruni Luweng dengan menggunakan seutas tali yang dilengkapi berbagai macam carabiner. Para pengunjung umumnya menggunakan jasa yang disediakan di Jomblang Resort dengan harga berkisar antara 400-600 ribu / orang. Biaya yang cukup mahal ya?

Beruntung sekali.. tahun lalu ketika saya mendaki gunung Argopuro, saya berkenalan dengan sekelompok mahasiswa pecinta alam dari Akademi Teknik Kulit Yogyakarta ( Makupella ) yang pada kesempatan kali ini bersedia menemani saya untuk turun ke Luweng Jomblang. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri karena pihak pengelola Goa Jomblang tidak mengenakan biaya apapun pada kelompok pecinta alam yang ingin latihan caving disini. Alhamdulillah.. rejeki backpacker ^^

Sehari sebelumnya, saya dibekali dulu dengan bagaimana mempraktikkan teknik SRT. Kursus singkat ini berlangsung di kampus Akademi Teknik Kulit Yogyakarta. Kursus singkat ini berisi perkenalan alat-alat oleh Mbak Ika dan Mas Tomi sementara cara ascending dan descending dipimpin oleh Mas Arif dan mas Bahrudin. Latihan yang berlangsung selama kurang lebih 3 jam ini menggunakan tiang setinggi 3 meteran yang ada disebelah basecamp Makupella sebagai media simulasi. Rasa lelah yang tersisa dari susur pantai siang tadi menguap begitu saja digantikan rasa excited mempelajari bagaimana melepas croll dengan benar.

Hop..hop 
Setelah sesi latihan teknik SRT berakhir maka beberapa dari kami packing dan bersiap-siap untuk berangkat. Tepat jam 11 malam, saya, mas Arif, mas Tommi, mbak Lia dan mas Beta meluncur ke arah Wonosari dengan sepeda motor untuk seterusnya menuju ke Goa Jomblang.

Jalan raya yang menanjak dan berliku ke arah Gunung Kidul ini cenderung sepi saat kami melintas., mungkin karena udah larut malam juga kali ya. Di pertengahan jalan, saya sempat terpesona dengan keindahan Bukit Bintang saat motor yang saya tumpangi melewati kawasan yang dijadikan tempat nongkrong muda-mudi Jogjakarta di penghujung minggu itu.

"ndak lama kog mbak.. paling 1 jam setengah" jelas mas Arif dengan logat jawanya yang kental ketika saya tanya berapa lama waktu tempuh dari kampus ATK Jogjakarta ke Goa Jomblang menggunakan sepeda motor.

Memasuki jalanan kecil menuju Goa Jomblang di desa Pacarejo, cahaya motor kami menjadi satu-satunya cahaya di tengah kegelapan jalanan yang diapit pepohonan jati. Kontur jalan yang rusak parah menghilangkan rasa ngantuk saya dalam sekejap, sementara udara mulai terasa dingin. Saya tidak ingat pukul berapa kami, pada akhirnya, bisa beristirahat di dalam tenda yang dibangun di area camping ground tidak jauh dari mulut Goa Jomblang.

dome sweet home ^^
Pagi harinya, setelah memasak sarapan bareng mbak Lia, saya sempat berkeliling untuk melihat mulut goanya, orientasi medan dulu ceritanya. Begitu melihat lebarnya mulut Goa Jomblang ini, segala senyawa kimia mulai dari adrenalin, endorfin, oksitosin dan serotonin mengalir dalam darah. Efeknya adalah perasaan yang campur aduk antara takut, bahagia dan excited!

Yak itu dia.. yang bikin perasaan campur aduk. (-_-')
*pic taken from kaskus.. maap yak soalnya kemaren foto saya
 gak ada yang sejelas ini mulut guanya*
Mengingat saya adalah pemula, maka jalur yang kami pakai adalah jalur VIP yang ketinggiannya berkisar antara 20-30 meteran. Berbeda dengan jalur langsung dari mulut Goa Jomblang yang berada di level 60 meteran *ngilu bayangin SRT-an setinggi itu*

Saya pikir jalur VIP itu enak-enak gimaaanaaa gitu yhaaaa.. secara namanya aja VIP. Ternyata jalur yang harus dilalui sebelum lintasan dipasang beneran curam. Sebagai gambaran, turunan terjal ini mirip Bapa Tere di jalur Linggarjati Gunung Ciremai, cuma panjangnya tiga kali lipat dari Bapa Tere. Kebayang kan yak.. secara sampe harus turun pake webbing saking curamnya. Pemanasan yang cantik (=_=)

Sebelum kami turun, mas Arif rigging ( membuat lintasan ) dengan main anchor pada batang pohon di sisi kiri jalur VIP. Saya bengong aja disitu antara takjub dan ngeri ngeliat mas arif yang rigging sambil gelantungan gitu di pohon, Eyuhh.. kecil kecil cabe rawit dah tu anak.

ngilu ngeliatnya
menunggu Mas Arif Rigging *jantung deg2 nyes*
dasar perempuan yhaa.. sempet aja minta foto sambil nunggu rigging kelar :D
Coverall udah dipake, set SRT udah dipasang, body checking juga udah, setelah mas Arif dan mbak Lia descending, berikutnya adalah giliran sayaaaaaa *nelen ludah*. Seperti biasa, disorientasi saya dalam membedakan kanan-kiri cukup membuat saya bingung mengawinkan antara descender dan charmantel dengan baik dan benar, beruntung ada mas Tommi yang mengoreksi kesalahan saya. Segera setelah descender terpasang, saya meluncur turun perlahan dari atas. 

rasanya.. gado-gado!
Sesampainya dibawah mulut gua menganga lebar. Ada rasa takjub menyelimuti hati saya yang paling dalam, betapa di tengah alam ini, kita, manusia, yang katanya mahluk yang sempurna, ternyata kecil dan gak berarti apa-apa.
Mulut gua dicapture dari dalam ^^
Memasuki mulut goa menuju Luweng Grubug, saya baru mengerti kenapa saya harus memakai coverall -baju ala caver- yang warnanya lebih mirip baju dinas kebersihan ini, ternyata jalanan menuju Luweng Grubugnya memang berlumpur, meski sudah dibantu dengan batuan yang disusun setapak oleh pengelola, tetap harus berhati-hati karena kondisi batuan yang juga licin. 

Sinar headlamp mulai memendarkan cahaya di tengah gelapnya goa, perlahan tapi pasti, kami berempat berjalan menuju Luweng Grubug. Udara terasa sejuk dan lembab sementara sesekali saya tergelincir jatuh dari bebatuan dan masuk kedalam tanah berlumpur. Disini tagline deterjen R**nso kedengeran sangat pas : gak ada noda ya gak belajar. Haha. 

Beberapa menit kami menyusuri goa, dari kejauhan tampak "cahaya surga" yang terkenal dengan julukan Line King. Demi melihat kilauan cahaya matahari yang menyeruak masuk dari Luweng Grubug tersebut, kerongkongan saya tercekat, menahan nafas dan terpana. Saya belum pernah melihat cahaya seindah itu!. Bergegas saya percepat langkah, tidak saya perdulikan lagi lumpur yang masuk ke sela-sela kaos kaki, saya hanya ingin segera melihat sepotong keindahan yang Alloh titipkan di tempat ini.

Allohuakbar..  
Memasuki ruangan dibawah Luweng Grubug, seonggok batu besar yang terbentuk alami dari endapan calcium carbonat selama ratusan tahun itu langsung mencuri perhatian. Batu besar berwarna putih kekuningan ini seolah menjadi panggung bagi setiap pengunjung yang ingin berdiri di bawah pancaran Line King.

di panggung cahaya
Line King yang ngetop itu..
Di bawah Luweng Grubug ini terdapat aliran sungai bawah tanah yang cukup deras, Kalisuci namanya. Aliran sungai bawah tanah memang khas di daerah pegunungan Karst. Saya sempet dijelasin secara singkat mekanisme timbulnya sungai bawah tanah di area Karst ini oleh Mas Arif ini, intinya karena daerah Karst adalah daerah yang impermeable, sehingga air hujan bisa masuk kedalam batuan, membentuk rekahan yang lebar, saling menyatu kemudian jadilah aliran sungai.

kenaliiinnn... Ini dia yang namanya mas Arif.
kecil-kecil Cabe Rawit!
Waktu menunjukkan hampir jam 2 siang saat kami menyadari cahaya Line King mulai padam, itu artinya saatnya bagi kami untuk beranjak pulang. Pulang disini berarti harus ascending sekian puluh meter. Bagi saya -entah bagi caver yang sudah ahli- ascending adalah kegiatan yang menguras tenaga. Urat di kaki dan tangan keluar semua, belum lagi lecet-lecet akibat gesekan antara tangan dan carmantel. No pain no game lah intinya

Mbak Lia giliran pertama

saya berikutnya 

Setelah keempat personel naik semua, set SRT udah di cleaning dari lintasan, final checking udah dilakukan, semua barang dan tenda udah di packing, saatnya kami pulang. *gak pake mandi hihi*

dekilnya maksimal
*dalam balutan coverall
Sinar matahari senja yang kemerahan menerobos dari pepohonan jati yang tumbuh di kanan kiri jalan menemani perjalanan pulang kami. Sesaat setelah motor dinyalakan, saya menengok ke belakang untuk sekali lagi melihat mulut Goa jomblang yang menganga dengan lebarnya. Benar-benar tempat yang spektakuler. "sungguh saya semakin mencintai negara ini" bisik saya pelan di tengah deru motor yang mulai melaju membawa kami pulang ke Jogjakarta.

Dengan ini... berakhir pula 6 hari perjalanan saya di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Menyenangkan sekaliiii.. Ada banyak pelajaran, kenangan dan sahabat baru yang akan menjadi bagian dari perjalanan hidup saya setelah ini. I owe you so much fellas ^^

*ps
tulisan ini didedikasikan untuk semuaaaaaa anggota Makupella
terutama Mas-mas yang keren2 : Mas arif, Mastom, Mas Beta dan Mas Bahrud, dan mbak-mbak yang cantik tapi luwes SRT-an : Mbak Ika dan Mbak Lia




Backpacker Jogjakarta part 5 : Pantai Pok Tunggal- Sundak- Siung- Krakal- Kukup

Selamat dataaaang di Backpacker Jogjakarta itinerary hari kelima!

Setelah sebelumnya ngabisin satu hari di Desa Bejiharjo dengan wisata yang berbau adrenalin ( cerita lengkapnya disini ), di hari kelima ini saya -yang masih penasaran dengan keindahan pantai-pantai di kabupaten Gunung Kidul- akan kembali kesana tapi dengan tujuan pantai yang berbeda. Hari ini saya akan mengunjungi Pantai Pok Tunggal, Pantai Sundak, Pantai Siung, Pantai Kukup dan Pantai Krakal.

happines is.. seeing the sky and the sea ^^


Setelah pamit dengan pemilik homestay di Desa Bejiharjo-Ibu Wargono, saya melanjutkan perjalanan dengan ojeg ke terminal Wonosari. Dari sana perjalanan saya lanjutkan dengan menumpang bus 3/4 jurusan Pantai Baron. Saya memutuskan untuk menjadikan Pantai Baron sebagai starting point. 

Dari pinggir jendela, saya menikmati perjalanan menuju ke Pantai Baron. Jalanan yang berkelok-kelok didominasi oleh hutan semi perkebunan penduduk. Jarak antara rumah satu dengan rumah yang lain terbilang jauh, sementara bus yang saya tumpangi hanya berisi beberapa orang saja. Beberapa dari mereka menatap saya dengan pandangan heran begitu tau saya hanya seorang diri. 

Cuaca siang itu sangat terik, syukur alhamdulillah cuaca yang kayak gini emang cocok buat main-main ke pantai. Saking teriknya, saya jadi kepikiran mendadak untuk menjemur baju! Segera saya mengeluarkan baju basah yang kemarin saya pakai waktu river tubbing di Sungai Oyo dan dengan cueknya saya menjemur baju di samping jendela bus. :D

darurat baju :D
Setibanya di Pantai Baron, saya sempet nge-hang. Errr.. gimana caranya ke Pantai Pok Tunggal dari mari. Lagi celingak-celinguk, ada seorang bapak paruh baya, penjaga villa di Pantai Baron sekaligus merangkap tukang parkir disana yang menyapa -Pak Bejo namanya. Ngobrol punya ngobrol, si bapak nawarin diri untuk mengantar saya ke Pantai Pok Tunggal yang tanpa pikir panjang saya iya-kan. Yeayyy (^0^)/

Perjalanan ke Pantai Pok Tunggal cukup jauh, belum lagi ditambah jalan masuk menuju pantai yang cukup terjal dan penuh bebatuan. Butuh kelihaian yang cukup tinggi bagi pengendara motor. Jalanan terjal tadi berlangsung sepanjang kurang lebih 2KM namun berujung manis dengan hamparan pasir putih dan birunya laut di Pantai Pok Tunggal. Cantik!

Di bawah Pok Tunggal ( Pohon tunggal ) yang terkenal itu
sudut di Pantai Pok Tunggal
Pantai selanjutnya yang saya kunjungi adalah pantai Sundak. Hoping Beach dengan sepeda motor memang jauh lebih efisien. Terbukti tidak berapa lama duduk diatas motor, saya sudah tiba di Pantai Sundak yang masih menawarkan pasir putih dan birunya air laut


Pantai selanjutnya adalah Pantai Siung. Pantai yang berupa cekungan sempit sepanjang 400 meter ini banyak memiliki jalur panjat tebing di kanan kiri tebing karst yang mengapit pantai ini.

Pantai ini membangkitkan hawa untuk tidur. Sepi dan syahdu ^^
Berlanjut ke pemberhentian berikutnya, Pantai Krakal. Pantai yang menurut saya memiliki garis pantai yang panjang ini berdekatan dengan Pantai Siung. Pantai ini juga sudah dilengkapi dengan beberapa cottage yang ada di pinggir pantainya.

kenaliiiinn... ini garis pantai Krakal ^^
Sebagai penutup, Pantai Kukup sudah menanti, masih dengan sajian pantai pasir putih dan birunya langit serta lautnya yang cantik.

Birunya Pantai Kukup gak kalah cantik ^^
Birunya pantai Kukup menutup edisi hoping beach hari ini. Overall.. meskipun semua pantai yang saya kunjungi memiliki kecantikan yang sama persis, tapi entah kenapa saya paling suka dengan Pantai Pok Tunggal. Gak ngerti.. tapi rasanya satu pohon yang unik disana terlanjur membuat jatuh hati!

Akhirnya motor yang dikendarai oleh Pak Bejo kembali lagi ke Pantai Baron. Dari sini saya melanjutkan perjalanan dengan menumpang bus 3/4 jurusan Terminal Wonosari. Alhamdulillah saya masih sempat menaiki bus yang terakhir. Sekedar informasi bus ini terakhir jam 12.30 WIB dari pelataran Pantai Baron. Perjalanan ini berlanjut kembali ke arah kota Yogyakarta.. yap.. saya akan mengunjungi kampus Akademi Teknik Kulit Yogyakarta untuk latihan singkat sebelum caving ke Goa Jomblang di hari keenam besok. Cant wait for my very first caving experience. weehooooo!

Fyi :
tip untuk pak bejo : 50rb
tiket masuk pantai : gratis ( entah karena bukan hari libur ya? tapi gak ada yg mintain tiket ke saya )
bus wonosari - pantai baron : 8rb

Next : Backpacker Jogjakarta part 6 : Berburu Cahaya Surga di Goa Jomblang!

Friday, August 8, 2014

Backpacker Jogjakarta part 4 : Wisata Adrenalin di Desa Bejiharjo!

Selamat dataaaang di Backpacker Jogjakarta itinerary hari keempat!

Setelah hari sebelumnya belajar sedikit tentang sejarah di candi-candi ( cerita lengkapnya disini ), maka hari ini adalah waktunya wisata adrenalin.. yeaaay! Tujuan hari ini adalah kawasan Desa Bejiharjo yang menawarkan beberapa spot wisata yang bisa memicu sedikit adrenalin! Exciting lah pokoknya. Di hari keempat ini juga sedikit berbeda karena Tika-travelmates yang sebelumnya nemenin di 3 hari pertama, harus bertolak pulang ke Jakarta. Ini artinya saya kembali ber-solo backpacking.

Saya meninggalkan penginapan di kawasan Sosrokusuman, Malioboro sekitar pukul 12.00 siang untuk selanjutnya ke terminal Giwangan dan menumpang bus ke arah Wonosari. Dari terminal Wonosari, saya menumpang ojeg ke desa Bejiharjo. Setibanya disana, suasana cenderung sepi padahal kalau musim liburan, ribuan orang bisa memadati desa ini! 

Eniwei kedatangan saya yang cuma seorang diri sempat membuat penjaga loket dan guide bingung. Saya sendiri juga bingung kenapa mereka bingung haha.. Setelah berganti kostum, ditemani oleh seorang pemandu - pak Kejar namanya, saya mulai petualangan yang pertama, Goa Gelatik! ( cerita lengkapnya disini ). 

Interior di dalam Gua Gelatik
Setelah menyusuri Goa Gelatik yang termasuk kedalam Goa kering, maka selanjutnya saya beranjak menyusuri sungai yang berada di dalam Gua. Cave tubbing Gua Pindul. Cave tubbing adalah kegiatan menyusuri goa dengan menggunakan ban karet untuk menopang tubuh kita diatas aliran sungainya. Cerita lengkapnya disini.


Hari keempat ini ditutup dengan River Tubbing di Sungai Oyo ( cerita lengkapnya disini ). Menyusuri sungai Oyo sepanjang 1,5 Km dengan menggunakan ban karet menjadi acara penutup di hari keempat backpacker Yogyakarta ini. 

River tubbing sungai Oyo
Selesai river tubbing, sempat terjadi kegalauan apakah saya akan pulang ke Kota Jogjakarta, mengingat waktu saat itu menunjukkan pukul setengah enam sore. Pertanyaan terbesar saat itu apakah masih ada bus yang akan membawa saya kesana

Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk bermalam di Desa Bejiharjo ini. Entah memang harga sewa kamarnya murah atau entah si Ibu empunya rumah kasian ngeliat saya yang udah dekil dan lepek gak karuan, tapi harga sewa kamar dengan kasur springbed ini cuma 25ribu semalam. Yeay! Rasanya langsung pengen meluk haru si ibunya. \(^_^)/

Ini sumpah empuk kasurnya!
Jadi setelah bebersih dan ngepakin baju kotor, berikut kegiatan saya di rumah Ibu Wargono : ngobrol, makan mie rebus, nonton tivi, ngobrol lagi, (dipaksa si ibu) makan nasi, ngobrol lagi, (dipaksa) ngemil nasi anget plus parutan kelapa buatan ibu, dan duduk kekenyangan didepan tivi. Haha.. baik banget si Ibu dah. 

Daaaaan hari keempat ini berakhir dengan bahagia di atas kasur, saya pun bersyukur meskipun solo backpacking, tapi saya bertemu banyak orang baik sepanjang perjalanan. Meuni bahagia! Dan akhirnya saya pun ketiduran ditengah ketidaksabaran untuk melanjutkan perjalanan di hari kelima besok ^^


next : Backpacker Jogjakarta part 5 : Pantai Pok Tunggal - Sundak - Siung - Krakal - Kukup

Backpacker Jogjakarta part 3 : National Heritage Day!


Selamat dataaaang di Backpacker Jogjakarta itinerary hari ketiga!

Masih bareng dengan Tika-travelmates yang ketemu dari situs di Kaskus- di hari ketiga ini, kami berdua akan mengunjungi candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko. Setelah mengucapkan salam perpisahan via sms dengan rombongan pakde Aryo yang kemarin menemani kami seharian penuh untuk hoping beach ( cerita lengkapnya disini ), saya dan Tika menuju halte transJogjakarta untuk seterusnya menuju ke Candi Prambanan. 

Berdasarkan informasi yang saya kumpulkan dari berbagai situs, rute menuju candi Prambanan sangat mudah. Cukup naik transjogja dari depan Mailoboro ( jalur 1A ) langsung turun di halte Prambanan. Dari halte Prambanan, perjalanan bisa dilanjutkan dengan delman atau berjalan kaki. Berhubung cuaca siang itu -sumpah demi apapun- panas banget, saya dan Tika memilih mencoba naik delman dengan tarif 20ribu. 

Sesampainya di depan loket, ada dua pilihan tiket, pertama tiket ke candi Prambanan saja seharga 30rb atau tiket terusan ke Keraton Ratu Boko seharga 45rb. Kami memilih yang kedua!. Diantar dengan shuttle bus, saya dan Tika serta beberapa turis lainnya menuju dusun Samberwatu, tepatnya di bukit Boko, kabupaten Sleman, Jogjakarta.

Keraton Ratu Boko ini terletak di ketinggian kurang lebih 195mdpl dengan luas sekitar 250.000m2. Istana Keraton Ratu Boko ini konon dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran, yang masih merupakan keturunan Wangsa Syailendra. Istana ini terbagi menjadi beberapa kompleks yakni kompleks di sisi tengah, barat, tenggara dan timur. Begitu masuk kedalam, saya langsung terpesona melihat gapura -dengan lima buah pintunya- yang outstanding! 

Pake apa dulu ini bangunnya?
Ada beberapa situs di dalam Istana Keraton Ratu Boko ini diantaranya candi batu putih, candi pembakaran tempat prosesi pembakaran jenazah serta ada juga area yang dinamakan Paseban yang berarti tempat yang disediakan untuk tamu yang ingin menemui raja

Paseban
Selain itu, apabila berjalan masuk ke arah tenggara, ada area kolam Keputren, yang konon dijadikan sebagai tempat mandi para anggota kerajaan. 

Siapa yang belum mandi? ^^
Perlu kurang lebih 2 jam bagi saya dan Tika untuk menikmati setiap sudut di Istana Ratu Boko ini, tadinya sempet kepikiran untuk menunggu sunset di Bukit Boko ini, tapi niat tadi terhalangi oleh kekhawatiran bahwa shuttle busnya tidak akan sampai sesore itu, jadi kami putuskan untuk kembali ke Candi Prambanan.

Siapa sih yang gak kenal sama Candi Prambanan?? Semua orang rasanya kenal dengan candi ini dan legenda Roro Jonggrang yang sangat populer di masyarakat Jawa. Candi yang merupakan mahakarya kebudayaan Hindu ini merupakan salah satu candi yang masuk kedalam list World Heritage Sites. 

Siluet Candi Prambanan
Kalau dicermati, di relief yang terpahat di candi ini, ada kisah tentang Ramayana yang sangat populer itu, selain kisah ramayana ada juga relief tentang pohon Kalpataru yang sekarang digunakan sebagai simbol wahana lingkungan hidup.

Tika disudut candi Prambanan
Bagi yang maniak dengan ilmu sejarah pasti seneng bisa berkunjung kesini. Karena selain keindahan arsitektur candinya, relief yang terpahat di dinding candi banyak menceritakan tentang kisah-kisah yang berbau dengan mitologi. *Agak bikin ngantuk kalo buat saya :(

Eniwei, hari ketiga di sesi backpacker Jogjakarta ini ditutup dengaaaaan menikmati lumpia Samijaya, yang terletak di kawasan Malioboro. Ini bukan lumpia biasa sodara-sodara.. karena untuk menikmati satu atau dua buah lumpia ini, kamu harus ngantri lama. kalo lagi apes bisa hampir satu jam saking ramenya!. Lumpia ini disajikan dengan tumbukan halus bawang putih dan beberapa butir cabe rawit.

ini gak pake cuci tangan lho :D


Backpacker Jogjakarta part 2 : Beaching Day dan Pesta Duren!


Selamat dataaaang di Backpacker Jogjakarta itinerary hari kedua!

Setelah sebelumnya di hari pertama, saya dan Tika- travelmates yang kebetulan ditakdirkan bertemu- puas keliling-keliling kawasan Malioboro dan sekitarnya ( cerita lengkapnya disini ), di hari kedua ini kita akan menghirup udara pantai. Yeay!! 

Jogjakarta memang terkenal dengan garis pantainya yang spektakuler, sebut aja Pantai Parangtritis, Baron dan pantai lainnya yang kebanyakan terletak di kabupaten Gunung Kidul, dengan waktu tempuh sekitar 2 jam dari pusat kota Jogjakarta. Eniwei, saya sempat bingung dengan moda transportasi dari satu pantai ke pantai lainnya, karena dari hasil googling memang tidak ada angkutan umum yang bisa dipakai untuk hoping beach.

Yang paling efektif sebenernya adalah menyewa motor atau mobil. Masalahnya adalah pertama: saya gak bisa naik motor, begitu juga dengan Tika, masalah kedua : patungannya akan sangat mahal kalau menyewa mobil berhubung kami hanya berdua.

Mentok, kami pun memutuskan untuk sarapan dulu di emperan Mall Malioboro. Kebetulan saya duduk satu meja dengan 3 orang laki-laki. Prinsip saya ketika backpacking sendirian adalah : semua orang asing punya kesempatan yang sama untuk menjadi teman. So.. i started to say hi first. Ternyata mereka adalah backpacker dari Kalimantan dan surprisenya lagi mereka memiliki tujuan yang sama yaitu menyusuri pantai di Gunung Kidul. What a good coincident!

Akhirnya kami pun memutuskan untuk join dan menyewa mobil. Tanpa buang waktu, Dian - salah satu dari mereka, yang kebetulan punya nomer rental mobil di Jogjakarta langsung memesan satu mobil berikut drivernya. Pantai pertama yang akan kami kunjungi adalah Pantai Parangtritis. Oh yeaaah!

Pantai Parangtritis yang terletak 27KM dari pusat kota Jogjakarta ini adalah pantai yang paling terkenal di Jogjakarta. Pantai ini juga merupakan pantai dengan akses transportasi umum yang paling banyak. Saat terbaik untuk berkunjung kesini sebenernya sore hari ketika sunset, namun kami tidak menyesal sama sekali datang kesini ketika siang hari karenaaaaaaa.. birunya laut dan langit menyapa kami!

Pantai Parangtritis dan delmannya 
Apa yang bisa dilakukan disini? tentu saja menikmati hembusan angin pantai dan riak ombak sambil mencicipi es kelapa muda yang disajikan dengan gula jawa. Nyam-nyam!

me and Pakde Aryo 
kenaliiiin.. my new travelmates!
Setelah satu jam-an lebih kami bersantai di pinggir pantai Parangtritis, perjalanan berlanjut ke Pantai Baron di daerah Gunung Kidul. Akses transportasi umum ke pantai ini memang agak sulit, ditandai dengan jalanan yang cenderung sepi saat mobil yang kami tumpangi melintas menuju pantai tersebut. Oiya.. tiket untuk pntai-pantai didaerah Gunung Kidul ini menggunakan sistem tiket terusan dengan gerbang utama sebelum Pantai Baron karena seingat saya, kami hanya membayar sekali tiket masuk untuk beberapa pantai yang kami kunjungi disini

Pantai Baron yang terletak di Desa Kemadang, Kabupaten Gunung Kidul ini sebenarnya rada mirip teluk yang diapit dua bukit. Pantai dengan pasir berwarna kecokelatan ini juga menjadi tempat sandar bagi para nelayan yang pulang melaut. Gak heran makanya disini banyak banget warung makan dengan menu andalan seafood yang fresh from the ocean.

Salah satu kapal nelayan di Pantai Baron
Di perbukitan yang mengapit pantai ini, juga terapat tebing-tebingan yang memang menjadi ciri khas dari area karst.


Tadinya Pakde Aryo udah niatan mau mandi dan berenang di pantai ini, tapi melihat ombak dan arusnya yang keliatan besar, akhirnya niat si pakde pupus dan berganti dengan duduk-duduk manis di warung yang terletak di pinggir pantai, sementara saya dan Tika menjelajah di bawah-bawah tebing di sisi kiri pantai.


Masih menyusuri pantai di daerah Kabupaten Gunung Kidul, pantai selanjutnya yang kami kunjungi adalah Pantai Sepanjang. Ada yang berbeda antara Pantai Sepanjang ini dengan pantai-pantai sebelumnya, ombaknya terbilang cukup tenang dengan pasir yang warnanya mendekati warna putih dan yang mencolok adalah adanya rumput-rumput warna ijo lumut yang bertebaran di pinggir pantai


dan pantai sepanjang menjadi tempat selfie kami yang pertama haha!
Matahari yang mulai condong ke arah barat menjadi pertanda bahwa kami harus segera mengakhiri trip hari ini, tapi sebelum pulang, kami masih sempat mengunjungi Pantai Pulang Syawal atau yang lebih dikenal dengan pantai Indrayanti. 

Pantai yang terletak di Desa Tepus, Kabupaten Gunung Kidul ini bisa sangat-sangat ramai di akhir pekan, seperti sekarang. Wisatawan lokal dan interlokal tumplek dimari. Beruntung ada bukit yang bisa dinaiki untuk menghindari keramaian sekaligus melihat pantai Indayanti dari sudut yang berbeda. 

Pantai Indrayanti dari atas bukit
Pantai Indrayanti dari celah tebing di sisi kanan pantai
Pantai ini menjadi pantai terakhir sekaligus menutup sesi beaching day di hari kedua Backpacker Jogjakarta ini. Mobil yang kami tumpangi segera putar haluan kembali ke pusat Kota Jogja. Senja sudah mulai berwarna kemerahan saat mobil kami tiba di kawasan Malioboro. Setelah mengucapkan terimakasih, saya dan Tika berpisah dengan rombongan Pakde Aryo. Dan kami pun kembali ke penginapan kami masing-masing.

Malam harinya, Pakde Aryo menelefon saya dan Tika, mengajak kami makan bersama dan pesta durian! Ternyata tidak jauh dari stasiun Tugu Jogjakarta, ada tukang durian monthong dengan harga yang muraah, 25ribu aja! Saya sendiri gak inget berapa duren yang saya makan, kalap haha. 

Di deket stasiun Tugu, Jogjakarta
Daaaaan hari kedua Backpacker Jogjakarta ini ditutup dengan banyaaaaaaaaak ucapan terimakasih kepada Pakde Aryo, karena kesepakatan sharing cost di awal perjalanan hari ini dilanggar semua oleh beliau dengan mentraktir kami semua, mulai dari sewa mobil, minum, makan siang, makan malam sampai pesta duren! *alhamdulillah rejeki anak sholeh :D

fyi :
sewa mobil plus driver : 300-350rb
tiket masuk pantai : 10ribu ( kalo gak salah )
makan : 15-20rb ( biasain tanya sebelum pesen yaa )

Next : Backpacker Jogjakarta part 3 : national heritage day!