Sunday, November 23, 2014

Ketika Manusia Perpustakaan Bertemu Manusia Lapangan

Menurut saya, secara radikal manusia itu dibagi menjadi dua tipe : manusia jenis perpustakaan dan manusia jenis lapangan. Dan saya menganggap diri saya masuk ke dalam golongan manusia perpustakaan, dimana hampir sebagian besar hal-hal yang saya tahu, saya dapat dari membaca dan setiap kali punya masalah, secara teknis saya akan mencari tau seperti apa penyelesaiannya menurut teori. Lurus dan idealis.

Hal ini berbanding terbalik dengan seorang teman yang belum lama ini saya kenal dimana dia selalu berfikir teori berbeda dengan praktik dan tidak selalu bisa dijadikan landasan dalam mengambil keputusan.

Di dalam teori, teori dan praktik tidak ada perbedaan. yaa idealis tadi. Semua harus berjalan sesuai panduannya. Rules takes a rule. Aturan yang ambil kendali. Sekali lagi: idealis. Faham ini yang kemudian menjadi akar utama perdebatan yang sering terjadi antara saya dan manusia ajaib yang satu itu, karena menurut dia, pada praktiknya ada perbedaan antara teori dan praktik. Ada hal-hal di luar teori yang bisa saja terjadi dan ini yang menyebabkan kenapa teori hanya sekedar susunan kata-kata bukan sebuah aksi. Sarkastik deh pokoknya (T_T)


Seumur hidup, saya tidak pernah bertemu dan berteman dengan orang yang begitu sinisnya dengan teori. Dia selalu berpendapat bahwa membaca itu memang jendela dunia, tapi hanya sekedar jendela. Its not real. "kamu cuma bisa melihat tapi kamu gak pernah berada disana", begitu justifikasinya setiap kali saya mengatakan betapa pentingnya orang harus banyak membaca.

Awalnya, agak terkejut, kok bisaaa yaaa ada manusia yang sesinis itu dengan teori, tapi kemudian saya mengobservasi dan menganalisa latar belakangnya serta menghubungkan dengan hal-hal yang biasa dia kerjakan. Well yeah.. again, environment made you. Sedikit banyak lingkungan memang mempengaruhi cara berfikir seseorang. Karena secara pekerjaan, teman saya yang satu itu memang sangat lapangan sementara pekerjaan yang saya tekuni sangat perpustakaan. It makes sense! masuk akal banget kenapa di titik itu, kita tidak pernah sepakat. Hahaha

Tapi seharusnya dia juga gak boleh sinis gitu dong sama teori *gak mau kalah ceritanya* karena pada setiap praktik, tetap harus ada landasan atau aturan yang diikuti, nah aturan itu didapat dari mana cobaaaaa kalo bukan dari teori?? memang setiap kali memperdebatkan antara teori dan praktik, saya selalu ingin menjitak kepalanya yang keras itu. Ergghh







Tapi kemudian, meskipun sering merasa terintimidasi dengan pola pikirnya yang sering menyudutkan teori, setelah berteman dengannya dan melewati beberapa diskusi kecil, ada perspektif, pelajaran dan pola pikir baru yang saya dapat. Biasanya, ketika saya menyusun rencana, saya akan mengikuti teori 5w 1h ; "apa", "siapa", "dimana", "kapan", "mengapa" dan "bagaimana". Sekarang, saya jadi terbiasa menambahkan satu aspek lagi dalam pola pikir saya yaitu "bagaimana jika" sebagai salah satu langkah mengidentifikasi kemungkinan di luar teori yang bisa saja terjadi ketika praktik lapangan.

Begitulah ketika manusia perpustakaan bertemu dengan manusia lapangan. 
Berdebat, saling mempertahankan pendapat, tapi pada akhirnya selalu ada pelajaran baru yang bisa di ambil. 

"train your mind to see the good in every situation" ~anonymous

Sunday, November 9, 2014

Diantara Hujan dan Kopi

Saya selalu suka dengan hujan. Serius. Apa yang tidak menyenangkan ketika hujan datang? suaranya menenangkan, bau tanahnya menyenangkan, tidur lebih pules, makan mie rebus lebih nikmat, minum kopi apalagi. Ah.. kopi ya?

"Bagaimana bisa aku lupa, sementara kamu dan hujan adalah dua molekul membentuk satu senyawa yang tidak akan bisa diserap sempurna oleh waktu"

Jadi inget, udah beberapa tahun belakangan ini saya gak lagi minum kopi, padahal dulu pernah berada di titik dimana saya lebih suka meminum kopi hitam dengan sedikit gula hingga bergelas-gelas. Sekarang, minum kopi sebulan sekali pun belum tentu. "maagnya sering kambuh.." begitu alibi saya setiap kali ditawari kopi oleh teman-teman saya.

Tidak sepenuhnya benar. Kopi itu memang gak sehat. Iyaa tau, karena mengandung caffein kan? nanti asam lambungnya naik, ya kan? Bukan. Efek samping kopi bagi saya lebih parah dari itu. Karena kopi-bisa-memicu-ingatan-masa-lalu. Hahaha.. Jadi ceritanya duluuuu banget saya pernah punya momen menyenangkan dimana saya menikmati secangkir kopi di teras depan rumah saya bersama satu manusia ajaib. Dan entah kenapa, setiap kali ngopi bareng ini manusia, selalunya hujan. Biasanya nanti sambil nunggu hujan reda, manusia norak itu akan pamer-pamer gimana jagonya dia main gitar. Pada akhirnya satu gelas kopi itu bisa bertahan hingga belasan topik obrolan dengan durasi nyaris mendekati tengah malam. 

Ah. Thats an old story. Belasan tahun yang lalu. Sekarang manusia norak itu raib. Gak ngerti kemana dan gimana. Tapi hal yang paling lucu adalah.. saya tetap menyimpan namanya di dalam kontak telefon meskipun saya tau dari ketiganya, tidak ada satupun yang berfungsi lagi.

haha.

Monday, October 13, 2014

Tidak ada yang perlu didramatisir ( like mother like daughter )

Ini adalah cerita kemarin sore.. tentang saya yang nyaris pingsan di dalam busway, tentang ketakutan bakal digrepein mas-mas busway seperti kasus di koran yang belum lama terjadi, tentang saya yang akhirnya tumbang juga di kampus setelah muntah sekian kali, tentang saya yang akhirnya dengan sukses mengumpulkan dua kali alfa di absensi mata kuliah kespro remaja yang bisa berakibat fatal terhadap keikutsertaan saya nanti di UAS. Yak.. Inilah cerita tentang hari yang berantakan itu.

Satu hari sebelumnya, semua masih berjalan normal. Saya bahkan masih sempat bertukar berita (baca:gosip) dengan beberapa teman di kampus seusai kuliah terakhir selepas magrib. Meskipun jadwal makan siang bergeser sampai jam 8 malam, tapi semua berjalan normal. Ini bukan pertama kalinya saya telat makan.

Tidak ada yang perlu didramatisir.

Malamnya, ada project bikin klip singkat tentang materi yang mau dipresentasiin besok siang. Ubek-ubek website lah cari materi sana sini sampai jam dua pagi. Kemudian tertidur sampai jam 6 pagi. Beruntung kuliah pagi itu diundur sampai jam 11.00. Meskipun bangun dengan mata panda, tapi badan masih berasa fit. Saya pun berangkat ngampus setelah ritual minum susu dan makan roti.

Di jalur busway pertama which is Taman Anggrek - Kuningan, tidak ada hal aneh yang terjadi. Memeriksa inbox email, notifikasi sosmed dan nengokin blog menjadi acara sepanjang 30 menit di dalam busway. Dismenorea hari pertama tidak begitu terasa.

Di jalur busway yang kedua, saya berdiri berdesakan. Sabtu siang dan busway penuh. Unbeliaveable city! Sepersekian menit kemudian, wajah terasa dingin, rasanya seperti darah di kepala turun semua ke kaki. Saya menengok ke atas. Apa saya berdiri di bawah lubang AC persis? Ternyata tidak.

Oke. Saya mulai panik.

Mendadak semua berubah menjadi putih dan suara musik yang mengalun dari earphone menjadi bergaung. Saya diam. Memejamkan mata. Berusaha untuk tidak pingsan karena halte tempat saya turun masih jauh. But somehow i made it. Saya bertahan sampai halte busway tempat saya turun yang letaknya tidak jauh dari kampus. Saya turun, setengah sempoyongan dan langsung duduk gabruk di dalam halte. Tidak ada orang di dalam halte, kemungkinan besar petugasnya berada di dalam loket.

Di tengah kesadaran yang mulai turun, saya berfikir siapa yang bisa saya telefon untuk at least menjemput saya di halte ini dan menemani saya berjalan ke arah kampus. Tidak ada. Ini adalah jam tanggung dimana kuliah mungkin sudah berlangsung. Saya pun mencoba berdiri. Belum ada lima langkah saya berjalan, semua jadi blur. Saya duduk lagi. Diam. Cukup lama. Keringat dingin mulai keluar segede biji jagung.

come on, pull your self together! 

Kalaupun mau pingsan, setidaknya harus pingsan di kampus, tempat yang lebih beradab dimana kemungkinan digrepein orang nyaris 0%. 

Dengan sisa-sisa kesadaran, saya berjalan keluar halte busway, menaiki tangga dan melangkah seperti zombie. Jarak antara halte busway dan kampus yang sebenarnya tidak begitu jauh terasa seperti ribuan mil.. dan akhirnya setelah sukses sampai di kampus, saya tumbang, dengan isi perut yang berceceran. Semuanya berantakan.

dan yang saya ingat dengan jelas adalah saya ada di dalam taxi dalam perjalanan pulang ke rumah.

Hari yang berantakan. Benar-benar berantakan.

But at least, saya selamat sampai di kasur rumah.  Saya menceritakan apa yang terjadi kepada ibu saya dengan suara parau. Dengan santainya, sambil memegang remote tv dan tanpa bergeming matanya dari layar kaca, ibu saya cuma berkata "ah paling masuk angin.. Tidak ada yang perlu didramatisir"

Haha..

well.. like mother like daughter


Monday, September 29, 2014

Pantai Nglambor : Sensasi Snorkeling di Sebuah Laguna

Pantai Nglambor adalah salah pantai yang berderet di Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul Jogjakarta, yang letaknya berdekatan dengan Pantai Siung, tepatnya di sebelah barat pantai Siung. Pantai yang tergolong masih sepi ini ternyata memiliki spot snorkeling dengan beragam biota laut dan coral reef nya yang lucu-lucu.

Pantai Nglambor 
Malam itu, ketika sesi hammock talk di pinggir pantai dengan teman-teman dari Katamata Adventure, saya sempat ditawari untuk mencoba snorkeling. Saya sempat heran. Snorkeling?? Di Gunung Kidul? Iyalah heran. Secara Gunung Kidul itu kan yang terkenal yaa deretan goa-goanya. Baru ini saya mendengar kalau di kabupaten Gunung Kidul ada spot snorkelingnya. Setau saya snorkeling itu yaa di kepulauan, nyebrang dengan perahu kecil terus diturunin di tengah laut untuk melihat terumbu karang yang lucu-lucu seperti yang beberapa kali saya lakukan di Kepulauan Seribu. Nah ini? Snorkeling dimananyaaaaaa? di dalem gua gituu?? 

"ada putriiiiiiii.... di Pantai Nglambor. Seriuuuuuuuuus" jawab mas Agus dengan mulutnya yang maju sekian centi pertanda bahwa apa yang dikatakannya beneran serius. Tapi saya masih ragu, makanya pagi itu, ketika kami mengunjungi Pantai Nglambor untuk melihat rangkaian dari acara rasulan ( syukuran desa ), saya tidak membawa baju ganti. 

"beneran gak mau ikutan snorkeling?" mas Dedi memulai strategi provokasi. Saya tersenyum tabah dan menjawab "gak ah.. males pulang bawa baju basah". Iya. Hari itu adalah hari terakhir liburan saya di Desa Purwodadi. "yakiiiiinnnnnn?" tanya mas Dedi lagi. Manusia yang satu ini emang paling parah provokasinya. Dengan tekad bulat, akhirnya saya hanya membawa tas kecil berisi kamera yang nantinya akan saya pakai untuk mengabadikan acara rasulan sementara mas Agus sibuk menenteng set snorkeling dalam sebuah tas besar berwarna hitam sambil nyengir-nyengir provokatif ke arah saya.

Tidak berapa lama berselang, saya pun membonceng motor yang dikendarai oleh mas Agus sementara beberapa rekan yang juga akan meliput acara rasulan menaiki mobil merah yang nampak gagah. Hanya berselang 10 menit, kami sudah tiba di Pantai Nglambor. Begitu melihat pantai Nglambor dari kejauhan, pertanyaan pertama yang saya ajukan ke mas Agus adalah : di sebelah mana snorkelingnya? "tuh disana" jawab mas Agus sambil menunjuk area yang tidak berombak sama sekali.

Lagunanya memanggil! ( tanda panah )
Ternyata Pantai Nglambor memiliki laguna kecil dimana ombak pantai selatan yang terkenal sangar, pecah disana sehingga airnya tenaaaaaang. Dan guess what? goyahlah niat saya untuk tidak nyemplung kedalam sana. Adegan selanjutnya adalah saya merengek-rengek sambil menarik-narik sarung mas Wasesa untuk minta tolong diambilkan baju ganti agar saya bisa ikutan snorkeling disana. "nah kaaaaaan.. tadi dibilangin ndak percaya siiih" sahut mas Dedi dengan muka jahil. Sayanya cuma manyun.

Setelah memohon-mohon minta diambilin baju ganti haha
Hal pertama yang saya rasakan berbeda dengan snorkeling yang biasanya saya lakukan di Kepulauan Seribu adalah airnya yang cenderung lebih dingin. Selain itu, berhubung ini adalah tepi pantai maka kedalaman air hanya setinggi dada orang dewasa. Tidak heran karena waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan snorkeling di pantai Nglambor ini adalah antara air pasang dan surut sehingga ketinggian air hanya berkisar antara 1-1.5 meter.


Meskipun tidak sebanyak karang di Kepulauan Seribu, tapi Pantai Nglambor ini memiliki karang yang gak kalah lucu.


Ikannya juga hilir mudik
Selain itu, Pantai Nglambor ini juga memiliki keragaman biota laut yang unik-unik. Contohnya adalah bulu babi ini. Jarang lho nemuin bulu babi selucu ini di kepulauan Seribu. Biasanya bulu babi yang sering saya temui berwarna hitam pekat, tapi kali ini warnanya seperti zebra. Lucuuuuu. *Tapi jangan dipegang yaa.. berbahaya*


Ada juga beberapa golongan Molusca disini
Dangerous Conus? No touchy!

Berhubung spot snorkeling disini menyesuaikan pasang-surut air laut, sesi snorkeling tidak bisa terlalu lama karena siang hari biasanya air telah surut sehingga menyulitkan kita ketika berenang.

Meskipun tergolong masih sepi pengunjung, namun Pantai Nglambor ini sudah memiliki fasilitas kamar bilas yang terletak agak menanjak sedikit dari bibir pantai. Secara keseluruhan, tempat ini layak dikunjungi bagi mereka yang mencari ketenangan di pinggir pantai dengan bonus spot snorkeling yang lucuuuuuu dan menarik. Trust me, ada sensasi yang berbeda ketika kita mencoba menyelam di sebuah laguna!


Antara saya, hammock, Pantai Siung dan Katamata

Setelah beberapa cerita liburan yang saya posting sejak dua hari yang lalu, mulai dari nyobain panjat tebing, menyusuri Gua Senen sampai dengan latihan kopasus di dalam perut Gua Gebyok, kali ini saya mau menceritakan tentang orang-orangnya, siapa lagi kalo bukan tiga pria ajaib yang menemani liburan singkat kemarin. Mereka tergabung di wadah penggiat wisata minat khusus : Katamata Adventure

bareng mereka setelah sesi caving di Gua Senen

Perkenalan dengan mereka sebenernya bisa dianggap sebagai sebuah keberuntungan *atau kecelakaan yaa? haha*. Waktu itu, selepas tugas kantor tiga hari di kota Jogjakarta, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke kampung halaman saya di Desa Hargomulyo, Kecamatan Kulon Progo, sementara teman-teman kantor yang lain kembali pulang ke Jakarta. Praktis ini menjadi solo trip bagi saya. Merasa masih ada sisa 3 hari sebelum hari senin minggu depan, maka terlintas pertanyaan di kepala saya : mau kemanaaaaaaaa yaa yang lucu?

Teringat sebuah gua yang ketika solo trip bulan April lalu ke Jogjakarta belum sempat didatangi, Gua Cokro namanya. Berbekal paket data, saya pun berselancar di dunia maya mencoba mencari info bagaimana menuju kesana. Dari sebuah website, saya tidak sengaja menemukan Gua Gebyok. Disitu dijelaskan bahwa Gua Gebyok yang masih terletak di Kabupaten Gunung Kidul adalah gua dimana waktu penelusurannya berkisar antara 8-12 jam. Dahi saya berkerut " gilaaa.. lama bener.. itu dalemnya kayak apa sampai selama itu?" Penasaran, saya pun merubah niat awal yang semula ingin mengunjungi Gua Cokro berubah menjadi Gua Gebyok.

Penelusuran informasi pun dimulai. Agak sulit rupanya mencari orang yang bisa menemani saya kesana. Sekalinya ada, minimal peserta caving 6 orang. Tidak putus asa, saya tetap optimis mengunjungi mbah google berkali-kali. Akhirnya penelusuran saya berhenti di satu nama yang terdapat di sebuah blog pribadi : katamata adventure. Saya berusaha mencari situs resmi katamata adventure ini melalui mbah google, tapi yang nongol hanya sebatas fanpage di jejaring sosial. 

Awalnya sempat ragu, karena fanpage yang saya temukan cenderung sepi posting, tidak ada foto kegiatan atau postingan lainnya yang menunjukkan kalau mereka trully exist *belakangan baru saya tau kalau fanpage itu baru dibuat satu hari sebelum saya temukan* Tapi no problem, dengan rasa optimis saya pun mencoba mengirimkan private message. Alhamdulillah.. meskipun percakapan berlangsung datar di dalam inbox, tetapi mereka tidak keberatan mengantar meskipun saya hanya seorang diri. Janji kopi darat pun dibuat.

Sore itu, setelah perjalanan beberapa jam dari kampung halaman, saya tiba di Alun-alun Wonosari sebagai tempat yang dijanjikan untuk kopi darat. Sambil menyaksikan sekelompok orang yang sibuk berolahraga di lapangan alun-alun, saya berusaha menghidupkan kembali badguy alarm saya sebelum saya berjumpa dengan mereka -yang notabene tidak pernah saya kenal sebelumnya. Maklum, perjalanan seorang diri yang kerap saya lakukan memaksa saya untuk melatih insting alami dalam mengenali siapa saja yang berpotensi negatif.

Tidak lama berselang, satu buah motor berhenti di depan saya. Dua orang pria yang berkaus hitam dengan tulisan Katamata Adventure menghampiri saya "mbak putri ya?" Dan perkenalan pun terjadi, mas Agus dan mas Wasesa namanya. Tanpa buang waktu, perjalanan berlanjut menuju Pantai Siung yang akan menjadi starting poin ke Gua Gebyok. 

Saya sempat tidak percaya ketika menemukan diri saya melaju di atas motor pada sebuah jalanan yang kanan kirinya hutan jati yang super sepi dan gelap bersama orang-orang yang baru saya kenal 1 jam yang lalu! Tapi saya bisa bernafas lega karena saya bisa merasakan kalau alarm bad guy saya tidak berbunyi, seolah tau bahwa mereka bukan orang seperti yang sering diberitakan di televisi. Namun saat itu, ada alarm lain yang berbunyi yang belakangan saya baru sadar bahwa itu adalah alarm bully-guy hahaha. 

Suasana perkenalan yang datar berubah menjadi ajang bully yang sengit antara saya dan tiga orang pria ajaib ini seiring waktu yang kami habiskan di Sekitar Pantai Siung. Salah satu bully-an mereka yang cukup dasyat adalah dengan menceritakan tempat-tempat menarik di sekitar Pantai Siung dengan ekspresi muka yang heboh sambil menunjukkan foto-foto kegiatan alam yang mereka lakukan. Intinya berusaha meracuni saya untuk extend sampai hari senin demi melihat pagelaran seni topeng yang akan digelar di desa ini *dan mereka berhasil haha. Sebagai balasan, maka setiap pagi saya membully mereka dengan menjungkirbalikkan hammock yang mereka pakai sambil berteriak kencang : banguuuuuuuuuuuuuun.. katanya mau tiduuuuurrrr! It was actually one of my favorite time hihi.

Momen yang pas untuk balas dendam hihi
pose tidur yang begini ini yang ngundang naluri jahil saya :D
Jangan khawatir, meskipun mereka jago nge-bully, tapi soal keahlian, jangan diragukan. Segala macam peralatan standart caving yang mereka bawa untuk menemani kita menyusuri perut bumi seolah menjadi bukti bahwa our safety is their main concern.

Salah satu kegiatan favorite saya bareng mereka adalah hammock talk di malam hari. Di situ, dari hammock kami masing-masing, ditemani langit yang penuh bintang dan suara ombak, kami saling bertukar cerita tentang apa saja sambil sesekali menyeruput kopi buatan bude Idho. Cerita tentang perjuangan mereka merintis Katamata Adventure, perjuangan mengenalkan wisata karst dengan cita-cita mulia di balik itu, cerita tentang keluarga masing-masing sampai dongeng tentang pengembara dan dewi salju.

Soal beginian mah, mereka jangan diragukan!
Melewati liburan bersama mereka itu beneran such a great time. Banyak pelajaran moral yang bisa diambil dari 4 hari 3 malam bersama mereka. Bagi saya, mereka itu lebih dari sekedar guide. Saya merasa mereka seperti sahabat sekaligus kakak laki-laki yang meskipun jail dan usil tapi deep down inside mereka sebenarnya perduli.

hilarious moment :D


Sekian.

hormat saya,
yang senang menjungkir balikkan hammock kalian bertiga, 

Sunday, September 28, 2014

Mencicipi Jalur Panjat Tebing di Pantai Siung

Pantai Siung adalah salah satu pantai yang terletak di Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya di Desa Purwodadi. Meskipun masuk ke dalam wilayah yang tergolong terpencil -tidak ada sinyal telefon!- Pantai yang diapit oleh gugusan batuan andesit dan batuan kapur ini ternyata memiliki popularitas yang cukup mendunia. Iya. Pantai Siung ini terkenal dengan ratusan jalur panjat tebing yang sering dipakai pada event-event berskala international. 



Pagi itu, Pantai Siung masih terlihat sepi. Maklum hari ini bukanlah penghujung minggu. Beberapa orang yang terlihat pun tidak lain hanyalah warga yang bermukim di dekat pantai atau nelayan yang baru saja pulang dari Tempat Pelelangan Ikan yang memang terdapat di pinggir pantai Siung.

"jadi manjat ndak?" tanya mas Wasesa -salah satu pria ajaib dari Katamata Adventure. Saya menyembulkan kepala dari dalam hammock yang dipasang diantara dua belah pohon pandan laut tepat di pinggir pantai. "jadi jadi jadi", jawab saya semangat meski badan tetap enggan bergeser dari dalam hammock. Akhirnya, baru menjelang siang, masih dengan tiga pria ajaib dari Katamata Adventure, saya berjalan menuju sisi barat dari Pantai Siung, dimana karang-karang besar dengan jalur lintasan panjat teronggok cantik disana.

Panjat tebing sendiri mulai dikenal di awal tahun 1900, tepatnya tahun 1910 di Pegunungan Alpen, Eropa, sebelum Perang Dunia I bergejolak. Di Indonesia sendiri, geliat olahraga panjat tebing baru muncul sekitar tahun 1960 yang dipelopori oleh mapala UI dan Wanadri, namun baru pada tahun 1994, olahraga panjat tebing ini diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia dan resmi diikutkan dalam ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun 1996.
lucuu kaaan?
"yang ini mau?" tanya mas Agus sambil menunjuk karang besar yang ada di sampingnya. Saya mendongak ke atas, mengerutkan kening dan menjawab sambil nyengir "ih kayaknya susah yang ini, yang lain ajaaa, kalo bisa yang poinnya alus-alus gitu lho".
"itu mah di wall putriiiiiiiiiiii.. moso' aku harus ngamplas dulu tebingnya biar alus" sahut mas Wasesa geram yang langsung saya jawab dengan cengiran kuda. 

Berhubung saya tergolong kelas paling amatir, maka jalur lintasan panjat yang dipakai adalah yang tergolong paling mudah disana. Tanpa buang waktu, mas Wasesa yang bertugas sebagai pemasang runner mulai beraksi sementara dibawahnya mas Dedy bertugas sebagai belayer dan mas Agus? yak.. dia tidur pules berbantalkan helm panjat *tepokjidat*

Runner and belayer
Sebelum memulai sesi panjat memanjat, saya diajari warming up terlebih dahulu, "biar gak terlalu sakit nanti udahannya" ujar mas Wasesa. Warming up menitikberatkan streching pada sendi-sendi di pergelangan tangan dan kaki yang nantinya akan bekerja ekstra berat untuk mendorong badan kita ke atas ketika memanjat nanti.

tu..wa..ga..pat
Sensasi yang membedakan antara memanjat dinding dengan tebing adalah menentukan poin mana yang akan dijadikan tumpuan. Berhubung penampilan batuan kapur yang sedang saya panjat ini nampak sama, saya pun agak bingung 'ini mana lagi yang harus dipegang?' haha. Walhasil pertanyaan yang sering saya teriakkan dari atas sana adalah : ini kemanaaaaa lagi? :D

pemandangan dari atasnya itu lhooo.. yang lucuuu
Sesi panjat memanjat ini berlangsung hampir dua jam dengan diselingi sesi tukar cerita tentang kebudayaan jawa di sela-sela jeda antara sesi manjat satu dengan yang lainnya. Overall... rock climbing atau panjat tebing adalah menu utama dan harus dicoba bagi kalian yang memiliki rencana untuk berkunjung ke pantai Siung. Tapi jangan lupa yaa.. selalu memakai peralatan standart yang safety PLUS didampingi oleh orang-orang yang kompeten di bidang climbing.

Menemukan Potongan Surga yang Tercecer di Goa Gebyok

"On earth there is no heaven
but there are pieces of itJules Renard

Mulut Gua Gebyok di capture dari dalam

"seriuuuuuuus mau ke Gebyok???" tanya mas Agus dengan ekspresi mukanya yang membangkitkan naluri saya untuk menyambit. Ini adalah pertanyaan ke 1.349 kali-nya yang dilontarkan ke saya sejak kemarin malam. "6 jam lhooooooo nyusurin guanya" sambung Mas Agus -masih dengan ekspresi mukanya yang penuh dengan bully-an. Dipertanyakan seperti itu justru makin membuat saya penasaran dengan si Gua Gebyok, gua yang tidak sengaja saya temukan ketika berselancar di dunia maya ini memang membutuhkan waktu penelusuran yang menembus angka 6 jam karena medannya yang sulit dan ekstrim. 

Entah karena saya-nya yang keras kepala atau entah karena mereka kasian melihat muka saya yang memelas, akhirnya siang itu, teman-teman dari Katamata Adventure bersedia mengantar saya ke Gua Gebyok. Yeayy \(^-^)/. Rasanya baru saja saya duduk di atas motor yang melaju meninggalkan Pantai Siung yang menjadi basecamp kami, tiba-tiba motor berhenti di tepi jalan yang dihiasi pepohonan jati. "dari sini jalan kaki ya, agak jauh lho ke dalamnya" pungkas mas Agus seolah bisa menduga pertanyaan apa yang terlintas di kepala saya. 

Ladang penduduk dan kandang sapi menjadi hiasan langkah-langkah kaki kami berempat ketika menyusuri jalan kecil menuju mulut Gua Gebyok. Setelah kurang lebih berjalan sejauh 1 kilometer, kami tiba di depan mulut Gua Gebyok. Pintu masuknya yang tergolong semi vertikal dengan ketinggian kurang lebih 3 meter membuat kami harus rappeling dengan bantuan webbing dan figure eight  

The entrance is welcoming us ^^
Sesi Rappeling pertama
Gua Gebyok sendiri memang merupakan gua multi pitch yang memiliki beberapa vertical section mulai dari ketinggian 3 meter sampai 20 meter yang mengharuskan siapapun yang ingin menelusuri gua ini, untuk memakai dan membawa standart safety caving equipment.

Suasana dingin dan lembab menjadi pertanda bahwa kami sudah beranjak masuk lebih dalam ke perut gua. Pada pitch kedua yang tingginya kurang lebih 7 meter, entah kenapa, adrenalin mengalir tidak beraturan di dalam darah. Ritme jantung yang naik membuat saya kikuk ketika rappeling. Hasilnya adalah webbing yang seharusnya menjadi alat bantu turun menjadi tersimpul dan macet. Eng ing eng.. untungnya selain jago nge-bully saya, ketiga pria ajaib ini ternyata juga jago mengatasi permasalahan teknis semacam ini *nyengir*

Semakin turun ke bawah, pemandangan yang terlihat semakin lucuuu. Serius. Sumpah demi apapun juga.. Gua Gebyok ini 1.450 kali lebih cantik dari mall manapun di dunia ini! Paduan antara sinar headlamp yang merupakan sumber cahaya satu-satunya, suara gemericik aliran air dan ornamen gua menjadi pemandangan yang tidak pernah membosankan.


Gua Gebyok juga merupakan salah satu gua yang sistem sungai bawah tanahnya masih aktif. Makanya ornamen yang terbentuk lumayan komplit, sebut saja flowstone, dripstone, sodastraw, gourdam, batuan mutiara ( pearl ) dan batuan lainnya.

ini dia rimstone.. batuan yang terbentuk karena genangan air
batuannya berkilauan gituuuu
Selain itu, uniknya, di Gua Gebyok ini kita bisa melihat sisa-sisa aktivitas gunung api purba yang terlihat dari banyaknya batuan andesit yang terdapat didalam gua. Batuan andesit adalah sejenis batuan beku vulkanik yang terbentuk akibat pembekuan lava yang keluar dari perut bumi. Secara otomatis saya langsung membayangkan bahwa ribuan tahun lalu, di tempat dimana kaki saya berpijak saat ini, pernah mengalir lava panas. Wow.. just wow!

Batuan Andesit
Setelah beberapa saat berjalan menyusuri gua, kami bertemu lagi dengan pitch selanjutnya. Pitch kali ini kelihatan lebih vertikal dibanding pitch-pitch sebelumnya dengan ketinggian kurang lebih 8 meter. Lubangnya yang gelap gulita seolah tak memiliki ujung. Sinar headlamp mas Dedy yang lebih dulu turun sedikit banyak membuat saya lega karena lubang kecil ini ternyata memiliki dasar *pfuhh.

membuat lintasan di depan mulut pitch yang saking gelapnya seolah tidak memiliki dasar -_-
lubangnya ternyata memiliki dasar haha
Hiburan lain dari sesi penelusuran ini adalah kesempatan menjumpai beberapa spesies gua. Sebut saja udang gua, kepiting gua, milipede ( sejenis kaki seribu yang ukurannya super mini ), amblyfigi ( ordo dari jenis laba-laba gua), kelelawar dan ikan yang nampak seperti belut.

amblyphigi.. ordo dari laba-laba. lucu yaa?
Biota gua memang unik, terlebih yang masuk ke dalam golongan troglobite atau spesies yang memang murni hidup didalam gua dan tidak akan ditemukan di luar gua. Mereka hampir seluruhnya buta -hey,, penglihatan tidak diperlukan di kondisi zona gelap abadi bukan?- dan untuk itu mereka dianugerahi sense of smell and touch yang ruaar biasa. Contohnya udang gua ini, sungutnya yang jauh lebih panjang dari udang biasa berfungsi sebagai sensor yang menggantikan penglihatannya.


Berjalan lebih jauh kedalam, akhirnya kami tiba di pitch kelima yang sekaligus menjadi pitch tertinggi dengan perkiraan ketinggian mencapai 20 meter. Sebelum turun, kami memutuskan untuk beristirahat, sekedar mengganjal perut dengan beberapa cemilan yang kami bawa sekaligus mencoba mematikan headlamp kami hanya untuk sekedar mencicipi berada di dalam zona gelap abadi -dan ternyata beneran gelap gulita sodara-sodara!

muka tenang.. padahaaaaaaaaaaaaaaaaaal  jantung..
Cleaning Lintasan
ketiga pria ajaib ini sibuk packing sementara saya sibuk dokumentasi hihi
Setelah pitch terakhir ini, track mulai amburadul. Mulut gua yang kadang tinggi kadang menyempit membuat kami harus mempraktekkan segala metode berjalan: berjalan merunduk, berjalan jongkok, berjalan merayap sampai berenang-renang ria. 

Semua metode dipraktekin.. wes yang penting bisa maju :D
Pepatah lama yang mengatakan bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian ternyata memang terbukti karena apa yang saya lihat setelah "latihan kopasus" barusan adalah pemandangan luar biasa dimana sungai bawah tanah yang airnya jernih luar biasa mengalir dan berkumpul di bawah sebuah jeram yang menyerupai miniatur air terjun. 

Seketika merinding mengingat sebuah ayat suci Al-Quran :

"Allah telah menyediakan bagi mereka
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar" (QS. 9:89)


Inikah surga dunia? masya alloh seindah ini.. 
bagaimana indahnya surga akhirat nanti ya Rabb? :')
cuma bisa bengong. takjub!
senyum pertama setelah speechles beberapa saat
Selepas pemandangan spektakuler barusan, jalur didominasi oleh aliran sungai bawah tanah dan harus diakui bahwa bagian yang paling mendebarkan adalah melewati tumpukan sodastraw yang berjarak hanya sekian sentimeter dari helm. Takut gak sengaja merusak mereka!


Setelah hampir 5 jam kami menelusuri gua Gebyok ini, tibalah kami di depan lorong berdiameter kira-kira 60cm. Iya. Benar. Lorong ini adalah satu-satunya jalan yang nantinya akan menuju mulut Gua Cekelan sebagai pintu keluar. Oleh karena itu, salah satu syarat menelusuri Gua Gebyok ini adalah tidak berbadan gemuk. Berhubung saya mewarisi "gen kurus selalu" maka diameter segitu masih bisa saya lewati.

Tuh.. muat kan? *kibas poni*
Alih-alih cemas, saya malah paling senang di bagian ini karena cuma ditempat ini saya bisa gantian mem-bully mas Agus yang postur tubuhnya paling gemuk di antara kami berempat. Saya tidak habis-habisnya tertawa melihat mas Agus merayap dengan perutnya yang hamil 6 bulan itu hahaha :D

awas masnya.. perutnya nyangkut nanti :D
Tidak berapa lama setelah melewati lorong sempit tadi, sisa-sisa sinar matahari hari itu tampak dari kejauhan menerobos ke dalam mulut Gua Cekelan. Rasa antusias mulai terkikis oleh susunan batuan yang menanjak naik ke atas. Agak sedikit takut karena saya sendiri kurang yakin dengan batuan yang saya pijak. Adakah ia batuan yang masih kokoh ataukah sebaliknya, batuan tua yang lapuk?

akhirnyaa.. sinar matahari kapten!
Rasa syukur menyelinap di hati ketika kami berempat keluar dengan selamat tanpa kekurangan satu apapun setelah hampir 5 jam berada di rongga-rongga bawah tanah. Perkebunan tandus penduduk pun menyambut kami yang nampak dekil, kumel, lepek namun tetap kece. Kami pun melangkah pulang ke basecamp kami di Pantai Siung dengan pikiran masing-masing. Sempat menganalisa.. ah paling banter pikiran kami berempat sama : masakan bude Idho, mandi dan hammock haha..




Ps:
tulisan ini didedikasikan untuk kaliaaaan bertiga : my adventure bullies *eh* buddies
Mas Agus, Mas Wasesa dan Mas Dedy, sebuah kehormatan bisa caving dengan tiga pria ajaib seperti kalian *nyengir*