Sunday, September 28, 2014

Menemukan Potongan Surga yang Tercecer di Goa Gebyok

"On earth there is no heaven
but there are pieces of itJules Renard

Mulut Gua Gebyok di capture dari dalam

"seriuuuuuuus mau ke Gebyok???" tanya mas Agus dengan ekspresi mukanya yang membangkitkan naluri saya untuk menyambit. Ini adalah pertanyaan ke 1.349 kali-nya yang dilontarkan ke saya sejak kemarin malam. "6 jam lhooooooo nyusurin guanya" sambung Mas Agus -masih dengan ekspresi mukanya yang penuh dengan bully-an. Dipertanyakan seperti itu justru makin membuat saya penasaran dengan si Gua Gebyok, gua yang tidak sengaja saya temukan ketika berselancar di dunia maya ini memang membutuhkan waktu penelusuran yang menembus angka 6 jam karena medannya yang sulit dan ekstrim. 

Entah karena saya-nya yang keras kepala atau entah karena mereka kasian melihat muka saya yang memelas, akhirnya siang itu, teman-teman dari Katamata Adventure bersedia mengantar saya ke Gua Gebyok. Yeayy \(^-^)/. Rasanya baru saja saya duduk di atas motor yang melaju meninggalkan Pantai Siung yang menjadi basecamp kami, tiba-tiba motor berhenti di tepi jalan yang dihiasi pepohonan jati. "dari sini jalan kaki ya, agak jauh lho ke dalamnya" pungkas mas Agus seolah bisa menduga pertanyaan apa yang terlintas di kepala saya. 

Ladang penduduk dan kandang sapi menjadi hiasan langkah-langkah kaki kami berempat ketika menyusuri jalan kecil menuju mulut Gua Gebyok. Setelah kurang lebih berjalan sejauh 1 kilometer, kami tiba di depan mulut Gua Gebyok. Pintu masuknya yang tergolong semi vertikal dengan ketinggian kurang lebih 3 meter membuat kami harus rappeling dengan bantuan webbing dan figure eight  

The entrance is welcoming us ^^
Sesi Rappeling pertama
Gua Gebyok sendiri memang merupakan gua multi pitch yang memiliki beberapa vertical section mulai dari ketinggian 3 meter sampai 20 meter yang mengharuskan siapapun yang ingin menelusuri gua ini, untuk memakai dan membawa standart safety caving equipment.

Suasana dingin dan lembab menjadi pertanda bahwa kami sudah beranjak masuk lebih dalam ke perut gua. Pada pitch kedua yang tingginya kurang lebih 7 meter, entah kenapa, adrenalin mengalir tidak beraturan di dalam darah. Ritme jantung yang naik membuat saya kikuk ketika rappeling. Hasilnya adalah webbing yang seharusnya menjadi alat bantu turun menjadi tersimpul dan macet. Eng ing eng.. untungnya selain jago nge-bully saya, ketiga pria ajaib ini ternyata juga jago mengatasi permasalahan teknis semacam ini *nyengir*

Semakin turun ke bawah, pemandangan yang terlihat semakin lucuuu. Serius. Sumpah demi apapun juga.. Gua Gebyok ini 1.450 kali lebih cantik dari mall manapun di dunia ini! Paduan antara sinar headlamp yang merupakan sumber cahaya satu-satunya, suara gemericik aliran air dan ornamen gua menjadi pemandangan yang tidak pernah membosankan.


Gua Gebyok juga merupakan salah satu gua yang sistem sungai bawah tanahnya masih aktif. Makanya ornamen yang terbentuk lumayan komplit, sebut saja flowstone, dripstone, sodastraw, gourdam, batuan mutiara ( pearl ) dan batuan lainnya.

ini dia rimstone.. batuan yang terbentuk karena genangan air
batuannya berkilauan gituuuu
Selain itu, uniknya, di Gua Gebyok ini kita bisa melihat sisa-sisa aktivitas gunung api purba yang terlihat dari banyaknya batuan andesit yang terdapat didalam gua. Batuan andesit adalah sejenis batuan beku vulkanik yang terbentuk akibat pembekuan lava yang keluar dari perut bumi. Secara otomatis saya langsung membayangkan bahwa ribuan tahun lalu, di tempat dimana kaki saya berpijak saat ini, pernah mengalir lava panas. Wow.. just wow!

Batuan Andesit
Setelah beberapa saat berjalan menyusuri gua, kami bertemu lagi dengan pitch selanjutnya. Pitch kali ini kelihatan lebih vertikal dibanding pitch-pitch sebelumnya dengan ketinggian kurang lebih 8 meter. Lubangnya yang gelap gulita seolah tak memiliki ujung. Sinar headlamp mas Dedy yang lebih dulu turun sedikit banyak membuat saya lega karena lubang kecil ini ternyata memiliki dasar *pfuhh.

membuat lintasan di depan mulut pitch yang saking gelapnya seolah tidak memiliki dasar -_-
lubangnya ternyata memiliki dasar haha
Hiburan lain dari sesi penelusuran ini adalah kesempatan menjumpai beberapa spesies gua. Sebut saja udang gua, kepiting gua, milipede ( sejenis kaki seribu yang ukurannya super mini ), amblyfigi ( ordo dari jenis laba-laba gua), kelelawar dan ikan yang nampak seperti belut.

amblyphigi.. ordo dari laba-laba. lucu yaa?
Biota gua memang unik, terlebih yang masuk ke dalam golongan troglobite atau spesies yang memang murni hidup didalam gua dan tidak akan ditemukan di luar gua. Mereka hampir seluruhnya buta -hey,, penglihatan tidak diperlukan di kondisi zona gelap abadi bukan?- dan untuk itu mereka dianugerahi sense of smell and touch yang ruaar biasa. Contohnya udang gua ini, sungutnya yang jauh lebih panjang dari udang biasa berfungsi sebagai sensor yang menggantikan penglihatannya.


Berjalan lebih jauh kedalam, akhirnya kami tiba di pitch kelima yang sekaligus menjadi pitch tertinggi dengan perkiraan ketinggian mencapai 20 meter. Sebelum turun, kami memutuskan untuk beristirahat, sekedar mengganjal perut dengan beberapa cemilan yang kami bawa sekaligus mencoba mematikan headlamp kami hanya untuk sekedar mencicipi berada di dalam zona gelap abadi -dan ternyata beneran gelap gulita sodara-sodara!

muka tenang.. padahaaaaaaaaaaaaaaaaaal  jantung..
Cleaning Lintasan
ketiga pria ajaib ini sibuk packing sementara saya sibuk dokumentasi hihi
Setelah pitch terakhir ini, track mulai amburadul. Mulut gua yang kadang tinggi kadang menyempit membuat kami harus mempraktekkan segala metode berjalan: berjalan merunduk, berjalan jongkok, berjalan merayap sampai berenang-renang ria. 

Semua metode dipraktekin.. wes yang penting bisa maju :D
Pepatah lama yang mengatakan bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian ternyata memang terbukti karena apa yang saya lihat setelah "latihan kopasus" barusan adalah pemandangan luar biasa dimana sungai bawah tanah yang airnya jernih luar biasa mengalir dan berkumpul di bawah sebuah jeram yang menyerupai miniatur air terjun. 

Seketika merinding mengingat sebuah ayat suci Al-Quran :

"Allah telah menyediakan bagi mereka
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar" (QS. 9:89)


Inikah surga dunia? masya alloh seindah ini.. 
bagaimana indahnya surga akhirat nanti ya Rabb? :')
cuma bisa bengong. takjub!
senyum pertama setelah speechles beberapa saat
Selepas pemandangan spektakuler barusan, jalur didominasi oleh aliran sungai bawah tanah dan harus diakui bahwa bagian yang paling mendebarkan adalah melewati tumpukan sodastraw yang berjarak hanya sekian sentimeter dari helm. Takut gak sengaja merusak mereka!


Setelah hampir 5 jam kami menelusuri gua Gebyok ini, tibalah kami di depan lorong berdiameter kira-kira 60cm. Iya. Benar. Lorong ini adalah satu-satunya jalan yang nantinya akan menuju mulut Gua Cekelan sebagai pintu keluar. Oleh karena itu, salah satu syarat menelusuri Gua Gebyok ini adalah tidak berbadan gemuk. Berhubung saya mewarisi "gen kurus selalu" maka diameter segitu masih bisa saya lewati.

Tuh.. muat kan? *kibas poni*
Alih-alih cemas, saya malah paling senang di bagian ini karena cuma ditempat ini saya bisa gantian mem-bully mas Agus yang postur tubuhnya paling gemuk di antara kami berempat. Saya tidak habis-habisnya tertawa melihat mas Agus merayap dengan perutnya yang hamil 6 bulan itu hahaha :D

awas masnya.. perutnya nyangkut nanti :D
Tidak berapa lama setelah melewati lorong sempit tadi, sisa-sisa sinar matahari hari itu tampak dari kejauhan menerobos ke dalam mulut Gua Cekelan. Rasa antusias mulai terkikis oleh susunan batuan yang menanjak naik ke atas. Agak sedikit takut karena saya sendiri kurang yakin dengan batuan yang saya pijak. Adakah ia batuan yang masih kokoh ataukah sebaliknya, batuan tua yang lapuk?

akhirnyaa.. sinar matahari kapten!
Rasa syukur menyelinap di hati ketika kami berempat keluar dengan selamat tanpa kekurangan satu apapun setelah hampir 5 jam berada di rongga-rongga bawah tanah. Perkebunan tandus penduduk pun menyambut kami yang nampak dekil, kumel, lepek namun tetap kece. Kami pun melangkah pulang ke basecamp kami di Pantai Siung dengan pikiran masing-masing. Sempat menganalisa.. ah paling banter pikiran kami berempat sama : masakan bude Idho, mandi dan hammock haha..




Ps:
tulisan ini didedikasikan untuk kaliaaaan bertiga : my adventure bullies *eh* buddies
Mas Agus, Mas Wasesa dan Mas Dedy, sebuah kehormatan bisa caving dengan tiga pria ajaib seperti kalian *nyengir*

No comments:

Post a Comment