Thursday, April 3, 2014

Cinta Dalam Konteks Epidemiologi

Beberapa hari yang lalu, saya kuliah epidemiologi intermediet yang nyeritain perkembangan penyakit. Kuliah dimulai dengan episode di abad ke 19 atau sekitar tahun 1880-an dimana seorang dokter kelahiran Jerman, Robert Koch, melakukan beberapa penelitian tentang penyebaran penyakit melalui suatu agen infeksi, yang kemudian buah pikirannya ini dituangkan ke dalam Postulat Koch. 


Postulat Koch punya EMPAT prinsip penting dalam menggambarkan sebab akibat kejadian penyakit :
1. Agen infeksi ini harus selalu ada di tiap kejadian penyakit
2. Agen infeksi bisa diisolasi dari host (inang) yang terkena penyakit tersebut kemudian dikultur di media lain
3. Apabila hasil kultur tsb dimasukkan ke host yang sehat, maka akan timbul gejala penyakit yg sama
4. Agen infeksi tersebut dapat diperoleh kembali dari host yang telah diinokulasi

Secara kasar, postulat Koch ini menggambarkan teori monocausal dimana satu penyakit disebabkan oleh satu sebab. 

Kemudian di tengah kegalauan antara mau tidur atau dengerin penjelasan dosen, saya mencoba menulis ini sambil menganalisa dan menerapkan Postulat Koch kedalam penyakit yang hampir semua orang pernah terinfeksi. 

Penyakit apaan tu? Pilek??
No darling.. kita gak bakal ngomongin penyakit yang bikin penampilan kita jadi gak keren dengan adanya lendir di hidung yang warnanya variatif itu. We're gonna talk about something more serious than that, penyakit yang lebih infeksius dan sering menimbulkan kompilasi komplikasi. Penyakit Cinta namanya.


Ternyata dari hasil analisa saya, Postulat Koch ini gak cocok diterapkan didalam penyakit cinta. Berikut penjabarannya. 

Poin pertama dari Postulat Koch : 
Agen infeksi harus selalu ada di tiap kejadian penyakit. Contoh pertama, agen infeksinya kita sebut dengan baik. Apakah setiap orang yang lagi jatuh cinta itu pasti mencintai orang yang baik? Gak juga. Buktinya Sherlock Holmes mencintai Irene Adler yang jelas-jelas sering jadi suruhannya Prof. James Moriarty, pioner di dunia kejahatan. 

Nah, poin pertama dari Postulat Koch ini juga bermakna apabila agen infeksi tersebut hilang, maka gejala penyakit juga menghilang. 

Kita sebut aja misalnya pinter masak sebagai agen infeksi dari penyakit cinta. Apakah setiap orang yang lagi jatuh cinta itu pasti mencintai orang yang jago masak? Belum tentu. Dan apakah ketika kemampuan memasak tersebut hilang, apakah bisa menghilangkan penyakit cinta pada host ( inang ) yang telah terinfeksi? Sampe sini udah cukup klir kaaan kenapa Postulat Koch gak kepake di perjalanan penyakit cinta.

Poin Kedua dan Ketiga dari Postulat Koch : 
Agen infeksi bisa diisolasi dari host yang terkena penyakit tersebut, kemudian apabila dikultur di media lain maka akan menimbulkan gejala penyakit yang sama.

Begini ilustrasinya. Udin lagi jatuh cinta sama Ida, anak kelas sebelah yang notabene satu-satunya murid yang bisa ngelarin persamaan logaritma super njelimet di Ujian Akhir tahun ini. Nah.. seandainya, kepinteran si Ida diekstrak ke Ani sehingga Ani bisa ngerjain soal yang sama, akankah Udin juga akan jatuh cinta dengan Ani?. Jawabannya tentu tidak. Makin klir kalo Postulat Koch gak berlaku untuk penyakit cinta.

Poin Keempat dari Postulat Koch:
Agen infeksi tersebut dapat diperoleh kembali dari host yang telah diinokulasiMaksudnya gini, misalnya pada kasus si Udin tadi, ketika kita inokulasi si Udin, artinya kita ekstrak lagi cintanya si Udin kepada Ida, kalo berdasarkan Postulat Koch, harusnya timbul agen infeksi bernama tingkat kepintaran

Tapi pada kenyataannya, setelah cinta si Udin ini diekstrak maka yang timbul bukan cuma karena kepintaran Ida saja yang bikin Udin klepek-klepek kena penyakit cinta, ternyata ketika diestrak muncul kombinasi agen infeksi lain, contohnya karena si Ida punya lesung pipit lah.. si Ida orangnya humoris lah dan lain sebagainya.

Dari beberapa analisa ini bisa kita simpulkan satu hal, Cinta itu bisa disebabkan oleh banyak faktor atau dalam konteks epidemiologi kita bisa bilang: Love is a multicausal disease

Itu kenapa pada perkembangan teori epidemiologi modern, Postulat ini mulai ditinggalkan dan diganti dengan teori multicausal disease yang kita kenal dengan faktor predisposisi, faktor reinforcing dan faktor enabling dari kejadian penyakit.



Eniwei, 
Inilah yang saya dapat dari kuliah epidemiologi 2 sesi kemarin sore
Kira-kira keluar gak ya di UAS? :D

2 comments:

  1. hahaha.. ada yang kepo rupanya.. gak kok pakdeee,, ini mah cuma nyambungin apa yg dijelasin dosen di kelas aja.. aplikasi teori gitu walaupun rada rada :D

    ReplyDelete