Ketipu Abang Becak di Stasiun Lempuyangan.

Udah pernah ngerasain belom perasaan mau nimpuk orang pake bakiak? Nah itu dia deskripsi perasaan saya ketika kena tipu abang becak di Stasiun Lempuyangan pas kemaren jadi Backpacker di Jogjakarta.

Seperti perjalanan sebelumnya ke daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur, kereta ekonomi adalah pilihan utama dan pertama yang saya hunting untuk moda transportasi dari Jakarta. Berhubung saya berangkat bukan di Hi-season, dengan mudahnya saya bisa mendapatkan tiket kereta ekonomi seharga 50ribu. Kereta Progo namanya. Kereta ini bertolak dari Stasiun Pasar Senen pukul 22.10 malam dan tiba di Stasiun Lempuyangan sesuai dengan perkiraan kedatangan yaitu pukul 06.20 WIB.

Matahari pagi yang mentereng menyambut saya dan Tika -travelmates yang nyantol di thread backpacker Jogja yang saya buat di kaskus- ketika beranjak keluar dari stasiun. Entah karena carrier 20L yang saya bawa atau mungkin karena muka saya yang rada ke-turis-turis-an ( haha iya gitu?? ), segala abang becak dan abang ojek dari penjuru Stasiun Lempuyangan menghampiri kami yang saat itu nyawanya masih berceceran di dalam gerbong kereta. Mereka menawari jasa mencari penginapan. Berhubung salah satu nama yang saya inget punya banyak penginapan murah di Jogjakarta adalah kawasan Prawirotaman, maka saya mencoba bertanya berapakah tarif genjot becak kesana? 30 ribu, jawab si bapak becak yang mukanya keliatan ramah,

Pikir punya pikir, saya mencoba menawar 15 ribu dengan harapan kalau si bapak gak mau pun, saya memang mau nyobain jalan kaki ke Malioboro. Ternyata eh ternyata si bapak mau. Alhamdulillah... mood liburan pun bersemai kembali apalagi ditambah semilir udara pagi dan suasanan jalanan Jogja yang terlihat dari atas becak.

10 menit berlalu, 15 menit berlalu.. "lha kok jauh ya, bukannya deket ya?" hati kecil udah mulai gak enak nih. Gak lama, becak yang kami tumpangi berhenti di sebuah penginapan di kawasan Prawirotaman I. Saya pun segera membayar abang becak itu.

Baru dua langkah, si abang becak tadi mulai memprovokasi saya dan Tika untuk menginap di penginapan tempat tadi kami diturunkan. "iya pak,, gampang, kita sambil mau keliling dan liat-liat dulu" sahut saya yang masih berada pada level kesabaran tingkat 10. 

'lhoo.. ini murah lho neng, kalo semakin kesana semakin mahal harganya" sergah abang becak tadi. Merasa gak enak udah ditawarin, saya dan Tika akhirnya memutuskan untuk survey dulu penginapan tadi. Begitu masuk kedalam, ternyata gak ada penunggunya. Udah dipanggil-panggil pun gak ada yang nyaut. Saya sempat melihat sekilas daftar harga kamar yang terpampang di meja resepsionis, 90ribu semalam untuk 2 orang. 

Campuran antara harapan bisa dapet yang lebih murah dari harga tadi plus ketiadaan si penunggu losmen membuat saya memutuskan untuk mencari penginapan lain di sepanjang Prawirotaman ini. Dengan sopan saya dan Tika pamit ke si abang becak, gak lupa mengucapkan terima kasih.

Belom juga ini kaki keluar dari teras penginapan, si abang becak mulai menampakkan wujud sifat aslinya. Suaranya mulai naik dan nadanya mulai emosi. "kalo cuma kesini untuk liat-liat, saya gak mau dibayar 15 ribu!! harusnya 40ribu!!" si bapak becak marah-marah. Saya berusaha sabar. "lhooo tadi kan saya gak maksa naik becak bapak, kalau bapak mau 15 ribu monggo kalau gak juga gak papa" balas saya sambil menirukan ucapan saya ketika tawar menawar di depan stasiun tadi. Disini level kesabaran saya udah turun 2 tingkat.

"kalo cuma 15ribu mending saya gak usah dibayar!" bales si bapak ketus sambil menyodorkan pecahan 10 ribu dan 5ribu yang tadi saya kasih. Di titik ini, saya menyesal, kenapa itu uang gak saya ambil aja ya haha.. abis si bapak bilang gak mau dibayar kan? :D

Gak mau terlibat pertengkaran yang bisa berujung badmood, saya pun menarik tangan Tika dan pergi meninggalkan pelataran penginapan itu. "Heh,, neng ini orang Indonesia bukan sih??!" suara emosi si bapak becak terdengar dari belakang. Bujug.. bawa-bawa kebangsaan segala ni si bapak. Sampe sini tingkat kesabaran udah anjlok ke level 5

Dititik ini saya berharap banget saya bisa berbalik badan, meletakkan carrier saya di tanah, melempar bakiak atau minimal menghampiri si bapak becak berkaus hijau itu, menunjuk mukanya dan berkata dengan emosi tingkat kecamatan "lho seharusnya saya yang tanya, bapak ini orang Indonesia bukan?? kok tega-teganya nipu bangsa sendiri" 

Tapi tidak saya lakukan ( dan saya agak menyesal haha..)

Saya adalah tipikal orang yang paling menghindari konfrontasi sebisa mungkin. Jadi yang saya lakukan adalah melangkah pergi dengan cuek bebek diiringi grundelan si abang becak tadi. Akhirnya dari Pasar Prawirotaman saya memutuskan untuk jalan kaki dengan niat menikmati Jogja sambil ngilangin emosi. Emosi ilang.. pegel dateng karena ternyata jauh juga ya dari Prawirotaman ke Malioboro (-_-)

Sesampainya di Malioboro, banyak juga tuh abang becak yang nawarin jasanya keliling Malioboro. Trauma dengan kejadian tadi, saya berusaha menolak dengan halus dan memutuskan jalan kaki mencari penginapan di kawasan Sosrokusuman. Alhamdulillah dapet gak jauh dari depan jalan cukup dengan harga 70ribu/malam saja untuk dua orang. Hotel WHW namanya

Saya pun cerita ke bapak penjaga hotel tentang kejadian tadi. Ternyata memang banyak penginapan yang bekerjasama dengan tukang becak dalam mencari pelanggan. ya gak papa juga sih kerjasama begituuu, selama caranya fair dan gak modus kayak tadi.

Setelah istirahat sebentar, saya dan Tika beranjak keluar untuk City Tour alias keliling kawasan Malioboro dan sekitarnya dengan berjalan kaki. Sepanjang jalan kaki itu, saya berfikir, padahal gak semua abang becak itu modus, kesian juga nantinya abang becak yang baik dan benar.. hanya karena ulah segelintir oknum becak yang gak ber pri-keturisan, mereka bisa kehilangan mata pencaharian. Mestinya dinas pariwisata ngumpulin tukang-tukang becak nih, ngajarin gimana cara melanggengkan kota wisata yang ramah melalui layanan becak yang paripurna *apasih. :D

antara tega gak tega deh nolak tawaran keliling begini.

yang menyesal gak bawa bakiak ke Jogja,