Tuesday, December 17, 2013

Backpacker Gunung Merbabu : Antara Jalur Kopeng dan Selo!

Sebenernya ini mah postingan udah kadaluarsa, secara tripnya udah kelar dari bulan kemaren. Maafkan blogger pemalas ini yaa (-__-")... Eniwei, trip ini adalah trip ngabisin sisa cuti tahunan sebanyak 6 hari sekalian pulang kampung ke rumah almarhum kakek di Kulonprogo, Jawa Tengah. Pulang kampung berbonus naik gunung hohoho!

Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan dari rumah kakek, akhirnya saya dan empat pria ajaib (sebut saja Lukman, Oliv, Rendi dan (again ) Dedi sebagai leader merangkap sesepuh *ups*, sampai di pintu gerbang bertuliskan : Welcome To Kopeng. Dari gapura inilah, kami akan berjalan kaki menuju desa terakhir di kaki Gunung Merbabu, desa Thekelan.




Azan magrib berkumandang ketika kami sampai di desa Thekelan dalam keadaan basah. Hujan pertama setelah beberapa bulan musim panas melanda desa ini - begitu kata penduduk yang kebetulan kami singgahi untuk berteduh. Malam itu basecamp cukup ramai, mengingat jalur Kopeng adalah jalur favorit bagi mereka yang ingin mengunjungi Merbabu. Kebanyakan dari mereka adalah pendaki lokal dari Boyolali dan sekitarnya. Saking ramainya, saya sempet khawatir gak kedapetan tempat untuk tidur nanti malam, Beruntung, mereka memutuskan untuk naik malam itu juga sehingga basecamp cukup luas untuk saya tidur sambil koprol.

Selamat pagiiiiiii telomoyoooooooo :)
Pagi harinya, matahari udah nyegir dengan sumringah, hujan semalam sama sekali gak berbekas, sementara Gunung Telomoyo keliatan ganteng dari kejauhan. Penduduk desa juga mulai berhamburan keluar dari rumah dan melakukan rutnitas hariannya, dan saya?? yak.. saya disuruh-suruh ngejemurin carier yang basah  karena keujanan semalam (-__-*).

Perjalanan dimulai selepas makan siang dan sholat zuhur, tepat ketika matahari berada di atas kepala. Terik matahari dan jalanan yang berdebu di kanan kiri ladang penduduk menjadi teman setia menuju Pos Pending. Udah kebayang akan sedekil apa ketika pulang nanti haha

Panas.. ngebul 
Di pos pertama ini, terdapat shelter yang berupa bangunan permanen. Gak jauh dari shelter, disebelah kiri jalan setapak, ada penampungan air yang dibuat oleh warga. Nah.. pendaki bisa mengambil air disini untuk stok perjalanan. Air disini layaknya air khas pegunungan.. seger dan bisa langsung minum walaupun belum dimasak. Man koman kamin kuman-kuman jadi vitamin. Yihaaa..!


mari menampung air 
Menuju Pos Pereng Putih, teriknya matahari mulai tertutup oleh pohon-pohon yang besar dan rindang. Tuh kaaaaan.. hutan memang selalu menjadi tempat yang menyenangkan! Jangan tanya berapa lama jarak tempuh antar pos yaa.. saya gak terlalu nyimak karena sibuk nyamain langkah panjang pria-pria itu sambil ngatur nafas yang mulai senen-kamis.


Kalau nge googling.. Pos  ini sering disebut dengan pos Pereng Putih, katanya sih karena kalau mau menuju kesini akan melewati tebing berwarna putih. Kemarin emang sempet notice ada tebingan yang putih begitu sebelum nemuin pos yang terdiri dari seng-seng yang dibentuk jadi shelter.
pereng putih??
Pos Pereng Putih 
Kami terus bergerak, berjalan sejauh mungkin dari basecamp dan sedekat mungkin menuju ke atas mumpung matahari belum tenggelam ditelan malam. Pukul 5.30 waktu setempat,  langit mendadak mendung disertai kilat putih syahrini (cetar membahana maksudnya..). Tak ditunggu lagi, begitu menemukan area yang cukup lebar, tangan-tangan cekatan mulai grasak grusuk membuat tenda lengkap dengan lapisan flysheet diatasnya jaga-jaga seandainya hujan beneran turun.

Dedi bilang kalo tempat ini adalah Pos Lempong Sampan. Tapi saya sendiri meragukan itu karna tidak ada satupun petunjuk atau tulisan diarea ini. Seinget saya, 5 tahun lalu, Lempong Sampan adalah area dengan shelter semi permanen terbuat dari kayu dan beratapkan seng. Tapi gunung tidak akan pernah sama dari waktu ke waktu bukan?? 

Malam itu, udara tidak seberapa dingin, mendung yang sempat bergelayut menghilang digantikan kedipan genit si bintang, sementara itu kami berempat menghabiskan malam di depan api unggun dengan dua cangkir kopi hangat. Kira-kira begini urutan kronologis kejadiannya : becanda, ngopi, terus pas lagu yang diputer adalah lagu romantis, semuanya mendadak pada diem dan ngeliatin langit. Momen galau para pendaki pria haha :D

Sempat hujan gerimis sih sebelum kami memutuskan untuk masuk tenda dan tidur, tapi suaranya gak terdengar lama, entah karena saya nya yang udah tidur atau memang hujannya yang cuma sebentar.

4 pria ajaib.. 3 dari Jakarta.. 1 boleh nemu di terminal Magelang wkkwkwk
Keesokan harinya, antara malas packing, kelamaan foto-foto dan menghindari terik matahari, kami baru melanjutkan perjalanan sekitar pukul 2 siang. Rasanya gak berapa lama jalan, kami sampai di Pos Watu Gubug. Kenapa dinamain Watu Gubuk? karena ada batu besar yang mirip gubuk dengan lubang didalamnya yang bisa dimasuki sampai 5 orang. Katanya sih disini rada angker karena dipercaya sebagai pintu gerbang kerajaan lelembut. Tapi kesan angker ternyata gak cukup ampuh untuk mencegah tangan-tangan norak untuk gak nyoret-nyoret disini

cakep yak ( langitnya maksudnya ) *uhuk*
Dibalik Watu Gubuk ada pemandangan sekeren ini!
Sampai sini, jujur kacang ijo.. saya itu udah males-malesan, serius! rasanya mau turun trus mandi secara gerah, lengket, panas dan capek plus jalanannya itu lhoooo.. ampun-ampunan dah tracknya (T_T). Ngelangkah juga udah secimit-secimit sampai Rendi - yang kita pungut di terminal Magelang itu haha- punya julukan baru buat saya : pinguin!

Muka males-malesan
Tapi sodara-sodara, pinguin yang satu ini sampai juga ke pos Pemancar. Yeayy! Pos Pemancar bisa terlihat dengan mata telanjang dari basecamp karena disana berdiri gagah satu menara pemancar. Di pos pemancar ini ada shelter berupa bangunan permanen berukuran kurang lebih 3 x 3 m. Lima tahun lalu, ruangan yang terletak disamping menara pemancar ini terkunci, namun entah bagaimana ceritanya, sekarang ruangan ini terbuka dan bisa dijadikan tempat untuk bermalam.

Perjalanan berhenti sampai disini mengingat waktu sudah mendekati magrib dan khawatir kabut akan menutupi jarak pandang apabila kami memaksakan diri untuk melanjutkan perjalanan ke Puncak Syarif. Saya rasa, malam itu adalah malam paling dingin ditambah angin yang bertiup kencang. Saking dinginnya sampai gak ada satupun dari kami yang sudi duduk2 di luar untuk menikmati malam. 

Menara Pemancar jam 8 pagi keesokan harinya
view dari pos pemancar

Sindoro Sumbing! How amazing that huge thing seems so small from far away :)
Keesokan harinya, di hari ketiga pendakian, targetnya tentu saja Puncak Syarif dan Kenteng Songo. Cuaca cerah dan hangat ( super hangat tepatnya ), langit biru dan awan tipis dan kami melipir di antara punggungan bukit. Ah pokoknya mah Subhanalloh deh :)

beranjak dari pos pemancar
Dari pos pemancar, sebenernya waktu tempuh ke pertigaan antara Puncak Syarif dan Kenteng Songo gak terlalu lama. Tapii rugi banget kalo gak mampir dulu ke Kawah Condrodimuko. Kawah  ini  terletak agak curam menurun di sebelah kanan jalur menuju pertigaan.

kawah belerang
udah mendidih ini.. matiin kompornya begimane?
Selain disini ada sumber air yang bisa diminum ( meski rasanya mirip seduhan serbuk besi ), kawah condrodimuko ini pemandangannya beneran keren lhoo. Rocky! 

Oke. Say cheeeeeseeeeeee
kumpulan kaki tukang jalan haha
Hampir 2 jam saya dan keempat pria ajaib ini menghabiskan waktu di kawah, masak air, foto-foto, haha-hihi sekaligus ngaso karena semakin ke atas treknya akan semakin eng-ing-eng. Yak seperti dibawah ini :

Apah apaan ini jalanannya? (T_T)
Yak setelah ngos-ngosan, dipaksa-paksa, disemangatin ( baca: dimarahin ), ditarik-tarik sampe dibawain cariernya, *terimakasih buat keempat pria ajaib nan baik hati ini* akhirnyaa sodara-sodaraaaaaaa.. Puncak Kentengsongo dan Puncak Syarif! Alhamdulillah luar biasa.. Allohuakbar. Meuni terharu. Gak nyangka setelah lima tahun bisa balik kesini lagi (^^)v




Dan yang bikin perjalanan kali ini lebih istimewa dari lima tahun lalu adalaaaaahhh.. kami lintas!. Yap kalau dulu jalur naik dan turun via Thekelan, kali ini kami turun lewat jalur Selo yang ternyata KEREN. Beneran ini mah.. sempet surprise juga karena ngelewatin padang rumput yang langsung mengingatkan saya akan perjalanan Backpacker Gunung Argopuro lepas lebaran kemarin. Udah gitu Gunung Merapi keliatan meuni ganteng dari jalur ini!

Mirip pemandangan turun dari Puncak Rengganis ya?
Ini adalah foto favorit saya!
Seperti biasa, bukan saya namanya kalo gak naik turun lama haha.. abiiiis jalurnya tanah berpasir, gak tau deh berapa banyak jatoh gabruk, pokoknya sampe basecamp Selo udah gak karuan kaki rasanya. Tapi rasa capek, sakit, bahkan bau badan pun ketutup sama memori di atas sana. Aaah pokoknya mah bahagiaaaaaa... \(^o^)/

Berhubung sampai basecamp udah malem, kami menginap untuk kemudian keesokan paginya melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta! The trip isnt over yet buddy! Weehooooo...
Di depan basecamp Selo
Di Jogja, kami ditampung sama anak-anak Makupella (Akademi Teknik Kulit Jogjakarta) yang baik hati dan tidak sombong. Sekretariat mereka beneran bagus, bersih dan legaaaa PLUS deket sama Malioboro. Jadi, sambil menunggu kereta jam 3 sore yang akan membawa kembali ke Jakarta, kami berlima keliling-keliling Malioboro sambil cuci mataaa (*_*)


Gayanya keren tapi sebenernya jalannya terseok-seok nahan kaki sakit haha..


Jam 2 sore waktu setempat, anak-anak Makupella mengantar kami ke stasiun Lempuyangan *baiknyaaa mereka*. Waktunya untuk saya, Lukman, Dedi dan Oliv kembali ke Jakarta, sementara Rendi masih meneruskan perjalanannya ke Merapi dan seterusnya balik ke habitatnya di Malang.

Ahhh.. what a sweet escape!


*Ps
terimakasih tak terhingga untuk keempat teman seperjalanan saya : Dedi, Lukman, Oliv dan Rendi. You guys rockkkkk!!
Juga buat anak2 pecinta alam Akademi Teknik Kulit Jogjakarta, Makupella, makasih banyaaaaak tumpangannya selama di Jogja. Ah gak tau lah mesti gimana bales budi sama kalian :')



11 comments:

  1. mantappp, gw inget naik merbabu dari desa tekelan tgl 1 Januari 1991, dingin banget.... cm pake jaket seadanya, sandal jepit, maklum masih sma, dan waktu itu ga ada persiapan mau naik gunung wkwkwkwkkwkwk

    ReplyDelete
  2. wonder women......................

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha.. yang wonder itu adalah keempat temen saya yang meuni sabar nungguin pinguin yg satu ini jalan :))

      Delete
  3. Coba lewat jalur cuntel mb .... Pasti tambah istimewa tuuhh .....

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah inih namanya provokasi untuk balik lagi kesana inih :D

      Delete
    2. Kalo mau balik k merbabu mampir salatiga dl ... D tunggu ya :-D

      Delete
  4. keren.... puluhan tahun yg lalu saya pernah naik dari jalur selo, turun lewat jalur kopeng.. coba lagi naik dari kopeng tapi cuman sampe watu gubuk karna badai. ironisnya saya satu2nya yg nyampe watu gubuk, terpaksa nginep di dalam dari jam 1 ampe jam 5an hanya di temani hujan deras... akhirnya turun dan ternyata ribuan pendaki di pos bawah.. gila nekat juga saya (dalam hati).

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaaaahhh.. mas anonim ini pasti udah suhunya.. secara puluhan tahun yang lalu... keren suhu! :))

      Delete