Tuesday, December 31, 2013

Backpacker Kampung Naga : Mari Belajar Kearifan Lokal

Setelah kemarin mencoba Backpacker ke Garut, sebelum pulang ke Jakarta, saya menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu kampung di Tasikmalaya yang masih menjaga tradisi, adat istiadat dan kearifan lokal yang menakjubkan, Kampung Naga namanya. 

Rumah penduduk Kampung Naga dari kejauhan


Menuju Kampung Naga tidak sesulit yang diduga, selain karena pintu gerbang kampung ini yang terletak persis di pinggir jalan utama yang menghubungkan Kota Garut dan Kota Tasikmalaya, moda transportasinya pun tergolong sangat tourisable. Saya hanya perlu menaiki bus 3/4 jurusan Garut - Tasikmalaya dari Terminal Guntur, Garut dan minta diturunkan di Kampung Naga. 

Untuk berkeliling di Kampung Naga, pengunjung akan ditemani oleh guide lokal karena ada beberapa tempat yang tidak boleh dimasuki maupun difoto. Kebetulan guide yang menemani saya berkeliling siang itu adalah Mang Endut, yang ternyata menantu kuncen nya Kampung Naga. Begitu melangkahkan kaki menuju perkampungannya, saya disambut ratusan anak tangga yang agak curam kebawah. Tidak heran karena Kampung Naga memang terletak di lembah dan diapit dengan dua hutan, Hutan Kramat dan Hutan Larangan.
Menuruni anak tangga menuju Kampung Naga

Kalau dari namanya, mungkin orang polos seperti saya ini akan berfikir kalau mitosnya di sini pernah tinggal seekor naga, makanya dinamain Kampung Naga, tetapi ternyata bukan haha.. nama Kampung Naga berasal dari Kampung Nagawir yang merujuk kepada arti kampung yang berada di lembah ( nagawir = lembah ).

Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, sebagian merantau ke kota lain, sebagian menjadi guide dan ada juga yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai pengrajin kerajinan tangan yang nantinya dijual sebagai souvenir bagi wisatawan yang berkunjung kesini.

Areal persawahan di kampung naga

dipilih.. dipilih
Oiyaa.. hal yang paling khas dari rumah-rumah penduduk di Kampung Naga selain letaknya yang seragam (menghadap utara dan selatan), yakni kealamian material bangunan rumahnya, walalupun material kaca diperbolehkan tetapi yang lain benar- benar alami dari alam, lantainya terbuat dari kayu, dindingnya dari anyaman bambu yang diberi warna putih, bukan putih cat lhoo.. tapi putihnya dari kapur. Atapnya sendiri terbuat dari rumbia. 

Ternyata emang bener filosofi dan gaya hidup mereka, karena dengan material dari alam, hawa di dalam rumah berasa sejuk banget, itu yang saya rasain waktu mampir dan liat-liat rumahnya Mang Endut. Betah banget rasanya.

Material Alami
Menghadap ke arah yang sama
Nah, dengan material alami yang menjadi bahan utama bangunan rumah di Kampung Naga, gak heran kalau mereka tidak ingin ada aliran listrik memasuki wilayah ini,"rentan kebakaran" jelas Mang Endut singkat.

Adalagi yang menarik dari bangunan rumah di Kampung Naga ini yaitu pondasi rumahnya. Kalo kebanyakan rumah di kota pondasinya berupa semen dan batu kali, maka kalo disini yang menjadi pondasi rumahnya adalah batu alam yang dipahat dan dibentuk mirip trapesium sebagai penyangga rumah panggung mereka.

Pondasi batu berbentuk trapesium. 
Berdasarkan keterangan Mang Endut, pondasi ini sudah pernah ada yang meneliti dari peneliti mancanegara dan hasilnya adalah anti gempa bumi. "Kalau orang-orang biasanya gempa bumi itu keluar rumah, kalo disini malah semuanya masuk ke rumah", jelas Mang Endut dengan logat bahasa sunda yang kental. Jumlah pondasi yang dipakai tergantung luas rumah yang dibangun. Semakin luas bangunan tentu saja semakin banyak batu yang dipakai.

Masih soal rumah, rumah di Kampung Naga ini hanya memiliki dua pintu, yaitu pintu dapur dan pintu ruang tamu yang letaknya bersebelahan. Yang menarik adalah model pintu dapurnya.

Pintu dapurnya punya anyaman yang unik
Mang Endut lagi ngejelasin maksud anyaman di pintu dapur bangunan rumah
Pintu dapurnya terbuat dari anyaman yang agak longgar, anyaman ini memiliki fungsi yang ajaib, apabila dari luar, orang tidak akan bisa melihat kedalam rumah dari anyaman ini, sedangkan dari dalam kita bisa melihat siapa yang ada di luar. Sementara itu, ( karena mereka memasak masih menggunakan tungku ) apabila terjadi kebakaran, dari luar akan nampak nyala api sehingga mudah diketahui. Sederhana yaaa.. tapi maknanya kena banget!

Belum beranjak dari seputar rumah, benda yang memakai listrik yang saya lihat di rumah Mang Endut adalah televisi, tetapi tidak menggunakan listrik melainkan menggunakan aki. Apabila akinya habis, maka penduduk biasanya re-charge di perkampungan yang terletak diatas anak tangga yang banyak itu. Penerangannya menggunakan lampu cempor, sementara untuk setrika, mereka menggunakan setrika jaman nenek saya, setrika areng. Soooo Classy :)

Antik banget. Keren!
Puas ngegeratak rumah Mang Endut, kami beranjak ke alun-alun Kampung Naga dimana disana terdapat masjid dan lapangan kecil tempat diadakannya upacara adat. 

ada lapangan mini di alun-alunnya

Saya sempat mencicipi sholat zuhur di Masjid Kampung Naga. Perasaan yang sulit digambarkan. Saya bisa membayangkan bagaimana suasana malam di masjid ini, berjamaah sambil diterangi lampu cempor. Syahdu ya?
Suasana masjid Kampung Naga
Bedugnya panjaaaaaaang
yap.. itu saya haha
Sekarang kita akan membicarakan soal kepemerintahan, kalau secara administratif desa ini termasuk wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Selewu, Tasikmalaya. Pastinya ada kepemerintahan resmi seperti pak Camat dan lain sebagainya. But we're not gonna talk about that. Kita akan bicara mengenai kepemerintahan secara adat di Kampung Naga ini. Berdasarkan penjelasan Mang Endut, ada tiga ketua atau kepala yang mengatur jalannya adat istiadat di kampung ini : Kuncen, Lebe dan Punduh.

Kuncen merupakan jabatan paling tinggi, yang akan memimpin prosesi adat di Kampung ini, jabatan ini didapat turun temurun artinya apabila tidak ada garis keturunan dari Kuncen terdahulu, maka tidak akan bisa menjadi Kuncen. Posisi selanjutnya adalah Lebe, yang bertugas mengatur perihal keagamaan misalnya proses pemakaman jenazah dan yang terakhir adalah Punduh yang bertugas mengatur interaksi sosial antar warga.

Berbicara soal sejarah, Kampung Naga ini kehilangan jejak dan bukti sejarah tentang asal-usul kampung mereka akibat pembakaran besar-besaran yang terjadi di Kampung ini oleh tentara DI/TII pada tahun 1956 akibat masyarakat Kampung Naga yang tidak memihak mereka. Heyyy... mana boleh orang membakar kampung orang lain seenaknya?!

Eniwei, di Kampung Naga ini, terdapat sungai yang tidak pernah kering sepanjang tahun, Sungai Ciwulan namanya. Setelah digali ternyata resepnya adalah kelestarian hutan yang amat dijaga oleh penduduk Kampung Naga. 

Hutan Larangan yang berada di seberang sungai Ciwulan
Penduduk Kampung Naga tidak ada yang berani memasuki kawasan Hutan Larangan maupun Hutan Kramat yang mengapit perkampungan mereka, jangankan menebang pohon, mengambil ranting dan daun yang jatuh pun mereka segan. "Alasannya kenapa pak?" tanya saya kepada Mang Endit di sela-sela  kami menyusuri pinggiran Sungai Ciwulan. "ya Pamali aja neng, tidak ada penjelasannya, kalau dikatakan pamali maka orang sini sudah paham tanpa dijelaskan kenapa nya" sambung Mang Endut.

Menyusuri jalan setapak di pinggir sungai Ciwulan
Filosofi mereka adalah apabila satu generasi saja diperbolehkan untuk mengambil daun yang jatuh, maka generasi selanjutnya akan berani mengambil ranting kemudian generasi selanjutnya akan berani menebang pohon, lama kelamaan hutan akan habis dan alam akan marah. Keren keren.. prinsipnya keren :)

Di akhir sesi keliling Kampung Naga, Mang Endut menjelaskan bahwasanya manusia itu salah kaprah dengan mengatakan musibah itu adalah bencana alam. "Alam tidak mungkin memberikan bencana.. manusialah yang membuatnya menjadi bencana, lihat bagaimana manusia meratakan pohon menjadi gedung dan lapangan parkir, membuat hewan tidak memiliki tempat hidup, jadi harusnya kita menyebutnya bencana manusia bukan bencana alam". Saya tertegun mendengarkan penjelasan Mang Endut. Benar juga.. banjir, longsor, kemarau.. semuanya bencana manusia.. kita akan menuai apa yang kita tanam.

Mereka boleh hidup sederhana.. but the way they live their life is so amazing and powerful. Semoga ada pelajaran yang bisa kita ambil dari mereka

sederhana dan bahagia

26122013
regards,

6 comments:

  1. aduh ga sabar nih mau ke kampung naga juga, untuk biaya guidelocal itu brp ? dari turun naik bus 3/4 jauh ga ke kampung naga? :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. seikhlasnya mas dede.. gak ada tarifnya, kira2 aja hehe.. dari turun bis itu gak jauh kokk... cuna turun anak tangga sebanyak 439 ( katanya hehe )

      Delete
  2. Ingin sekali ke ampung Naga ini, akan banyak cerita yang menarik di sana. Trims atas infonya Mba.

    Salam

    ReplyDelete
  3. Pingin ke kampung naga.. boleh tahu, nomo telp mang endut ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf slow respon.. ini nomer beliau 0857-2119-3916

      Delete
  4. di kampung naga ada penginapanya ga ya mba?? ada guide lokal yg bisa di hubungi ga ya? krna kita mau ada rombongan kesana, terimakasih ini alamat email saya diesbarlian@yahoo.co.id

    ReplyDelete