Saturday, March 14, 2015

Backpacker ke Baluran Part 1 : Calo nya yang kepinteran ataaaau kita nya yang...

Masih tentang Malang, masih bareng sama manusia setengah dodol, Acil, perjalanan berlanjut ke destinasi yang sebenarnya gak ada di dalam itinerary kita berdua : Taman Nasional Baluran. Iya, Taman Nasional Baluran memang gak ada di iten saya dan Acil ketika memutuskan untuk nge-trip ke Malang. Taman Nasional Baluran 'kan adanya di Banyuwangi, sekian ratus kilometer dari Malang. Tapi gak ngerti kenapa, ketika lagi sarapan di sebuah warung nasi di Malang, tiba-tiba saya dan Acil udah ber-high five sambil teriak "OKE DEAL! BALURAN!" . Iya. I know. Gak jelas banget tripnya ya? :D

Pulang dari Bromo, seturunnya dari elf yang membawa saya dan Acil dari Cemoro Lawang ke Probolinggo, kita berdua langsung bergegas masuk ke dalam Terminal Bayu Angga. Kita sama-sama belum pernah menginjakkan kaki di Banyuwangi. Dan dengan menenteng carier segede gaban, kita berdua sama-sama keliatan sebagai umpan empuk untuk para calo-calo bis disana.

Setengah grasa-grusu, saya dan Acil menghampiri satu bis jurusan Banyuwangi yang udah ngetem manis di pojokan terminal, Bis Mila Jaya.
"Banyuwangi ya pak?" Tanya saya sambil mengatur nafas yang udah senen kamis.
"Lewat Baluran?" tanya saya lagi.
"iya neng lewat"
Mendengar deru mesin bis yang sudah menyala-nyala, saya bertanya lagi dengan nada panik,
"udah mau jalan ya pak?"
Si Supir menjawab dengan mantap, "iya neng, 10 menit lagi!"

Sambil tergopoh-gopoh dengan carier di pundak, Saya dan Acil bagi tugas. Saya beli nasi bungkus dan Acil ke toilet. Bukan. Acil bukan mau ngebersihin toilet. Dia emang udah kebelet pipis dari tadi. Setelah saya berhasil dapet dua nasi bungkus dan Acil berhasil pipis di tempat yang semestinya, kita berdua buru-buru naik ke bis Mila Jaya tadi. Kita sengaja memilih duduk di kursi paling belakang karena ada space yang cukup lega untuk naro tas dan segala barang bawaan kita. 

Belum juga ini pantat mendarat manis di kursi bis, seorang laki-laki berusia kira-kira empat puluhan dan memakai setelan berwarna abu-abu menghampiri kami, "langsung bayar ya mbak, 75rb satu orang" katanya tegas. Saya yang nyawanya masih berceceran di dalam mobil elf, tanpa pikir panjang langsung menyerahkan satu lembar uang seratus ribuan dan lima puluh ribuan untuk ongkos kita berdua.

Saya sempat curiga sama si bapak ini, biasanya 'kan dimintain ongkos ketika bisnya mulai berjalan ya?
"ahh.. mungkin terobosan baru" pikir saya dalam hati.
Untungnya, dengan sisa-sisa kewarasan saya, saya masih sempat meminta karcis bis sebagai bukti bahwa kami sudah membayar ongkos perjalanan.
"Bentar neng", katanya sambil berjalan ke bagian depan bis. Gak berapa lama, dia datang lagi membawa dua lembar karcis bis sambil berkata, "hati-hati sama barang bawaannya neng".
"Tumbenan amat ini kondektur perhatian", batin saya

Pukul setengah tiga sore, bis mulai melaju indah, saya pun mulai merem-merem indah. Semuanya terasa indah sampai satu ketika saya melihat ada ibu-ibu berkemeja merah dengan tulisan Mila Jaya di kantong sebelah kanannya, mendatangi penumpang satu persatu untuk meminta ongkos. Merasa ada yang gak beres, saya langsung berbisik ke Acil yang duduk persis di sebelah saya,
"Cil.. cil, kayaknya kita kena tipu deh".
"Iya ya, kata mas Slamet 'kan ongkosnya gak mungkin lebih dari 60ribu" Acil menjawab sambil sibuk garuk-garuk kepala. Jangan heran, ini anak emang belum mandi sejak awal trip dua hari yang lalu. 

Begitu si ibu kondektur sampai di barisan kursi paling belakang, saya langsung menyerahkan dua lembar karcis yang tadi saya dapat di awal. "Bu", kata saya memulai percakapan. "Mau turun di Batangan ya bu, yang pintu masuk Taman Nasional Baluran itu". Si ibu mengangguk sambil tangannya sibuk merapikan lembaran demi lembaran uang rupiah yang sedari tadi dia genggam.

Lalu tiba-tiba Acil punya ide supaya saya menanyakan langsung ke si ibu kondektur berapa tarif bis sebenernya ke Banyuwangi. Saya pun setuju, yaah meskipun jawabannya nanti bisa amat beresiko mengganggu mood liburan, tapi paling gak kita jadi tau kebenarannya.


Dengan penuh keberanian, saya bertanya kepada si ibu kondektur. 
"Bu, biasanya ongkos ke Banyuwangi berapa ya bu?"
Si ibu kondektur menoleh ke saya. Dengan muka agak heran, dia malah balik bertanya berapa nominal yang saya bayar untuk sampai ke Banyuwangi. Saya pun menjawab sejujurnya.


Si ibu kaget. Beberapa penumpang yang sedari tadi menyimak percakapan antara saya dan si ibu kondektur juga ikutan kaget.
"Seorang 75rb??" si Ibu kondektur seolah gak percaya dengan apa yang baru saya katakan. 
"IYA BU, SEORANG 75RIBU" ulang saya, mantap.
Sambil melontarkan tatapan kasihan-deh-lo-ketipu, si ibu berkata "ongkosnya cuma 32rb per orang lho neng"
Begitu mendengar ternyata ongkosnya murah meriah, jelas kita berdua kaget setengah mateng.


"Sial.. untung banyak dia, dua kali lipet!" Acil mulai ngegerutu.
"ya udah Cil, doain aja semoga tu bapak cepet insaf", kata saya mencoba menenangkan suasana. Padahal kalau nanti saya ketemu lagi sama calo yang tadi.. bakalan saya suruh Acil untuk nyedot ubun-ubun itu orang. Biar tau rasa! 

Pas emosi udah agak reda, saya jadi kepikiran satu hal, ini calonya yang kepinteran ataaaaau.. kitanya yaaaaaaaaaang.... ah sudahlah.


Lalu..
Gimana kelanjutan nasib kita berdua selepas ini?
Gimana pula dengan nasib perekonomian kami setelah ketipu?
Bisakah kita berdua sampai dengan selamat di Taman Nasional Baluran?

Stay tuned trus untuk part berikutnya ya ^^




yang pingin bikin PACABI ( Paguyuban Anti Calo Bis Indonesia ),

No comments:

Post a Comment