Sunday, March 22, 2015

Backpackeran ke Baluran Part 2 : Balada Pintu Masuk Taman Nasional Baluran

Bis Mila Jaya yang kita tumpangi dari Terminal Bayuangga, Probolinggo menuju Banyuwangi masih melaju ugal-ugalan. Udah gak keitung berapa kali, saya dan Acil yang sama-sama duduk di kursi barisan paling belakang, ajrut-ajrutan ke kanan dan kiri. Perjalanan dari Probolinggo ke Banyuwangi memang tergolong cukup lama, memakan waktu kurang lebih 4-5 jam dari Kota Malang, which is baru kita tempuh setengahnya :  dua jam

Acil garuk-garuk kepala, mati gaya. Sementara saya nyaris mati keselek ketombe Acil yang bertebaran di udara. Kita memang berada di level mati gaya akut dimana kita gak bisa melakukan apapun kecuali duduk dan bengong. Gak banyak memang yang bisa kita lakukan di dalam bis, terutama bis yang jalannya ngepot-sradak-sruduk kayak gini.

Menjelang magrib, bis sampai di Terminal Situbondo. Disini bis berhenti agak lama. Acil tiba-tiba berdiri kemudian celingak celinguk. Pandangan matanya tertuju liar menatap sudut-sudut terminal Situbondo. Saya yang sedari tadi duduk disebelahnya, jelas heran bercampur kaget.

"Put, di Baluran ada ATM gak ya?". Saya ketawa, "ya gak lah dodol, emang siapa yang mau tarik tunai disana? Rusa??". Saya gak nyangka, ternyata efek tidak-mandi-dua-hari terhadap sistem saraf pusat bisa sedemikian merusaknya.

"yah terus gimana dong?" tanya Acil, lemes.
"apanya yang gimana?"
"duit gue tinggal 25ribu"

Gantian saya yang lemes dengernya.

Tapi ada hal lain yang lebih bikin lemes selain fakta bahwa kita berdua kekurangan duit: Hutan Baluran. Iya. Hutan Baluran. Saya pernah baca di blog orang kalau mendekati pintu masuk Taman Nasional Baluran, kita akan melewati deretan hutan Baluran yang masih termasuk area Taman Nasional Baluran. Waktu itu, jam nyaris menunjukkan pukul 07 malam. Bis Mila Jaya yang kita tumpangi mulai melintas di jalanan dimana kanan kirinya adalah hutan. Gak ada lampu penerang jalan, gak ada tanda-tanda kehidupan. Semua gelap gulita. Saya gak banyak bicara, begitu juga Acil. Saya yakin di dalam kepalanya pasti ada banyak pertanyaan. Bener aja. Gak berapa lama kemudian Acil mulai melontarkan pertanyaan.

"put kalo pintu masuknya di tengah-tengah hutan kaya gini, gimana?". Saya mencium aroma kepanikan dari nada bicara Acil. Saya menaikkan kedua pundak saya sebagai tanda kalau saya juga gak ngerti harus berbuat apa. Wajar sih panik karena  memang menurut info yang kita dapetin dari hasil surfing, dari pintu gapura selamat datang, jalanan yang harus ditempuh menuju pos penginapan sejauh 15km. Gak kebayang aja kalo mesti jalan kaki di tengah-tengah hutan kayak gitu. 

Tiba-tiba si ibu kondektur berteriak, "yak yang mau turun di Batangan, siap-siap!". Demi mendengar aba-aba si ibu kondektur, mata saya langsung tertuju ke luar jendela, mencoba mencari tanda-tanda kehidupan di luar sana. Gak keliatan apa-apa. Jangan-jangan bener dugaan Acil kalo pintu gapura selamat datang di Taman Nasional Baluran berada di tengah-tengah hutan.

"put, serius? SERIUS ni?!" Acil menanyakan pertanyaan yang sama, kali ini dengan penekanan yang agak berbeda : lebih panik. "udah tenang aja", saya sok cool padahal mah mau mencret saking parnonya. Terdengar teriakan si ibu kondektur lagi, "yoooo batangan, kirii!". Dengan mantap saya dan Acil melangkah turun.

Begitu menjejakkan kaki, hal pertama yang kita lihat adalah gapura besar dengan tulisan di atasnya : Taman Nasional Baluran. Suasana sekeliling gelap gulita. Tiba-tiba muncul seorang perempuan yang minta diantar pulang. Saya dan Acil pandang-pandangan. Karena merasa kasihan, kita berdua memutuskan untuk mengantar perempuan ini pulang dulu ke rumahnya. Di rumahnya, kita disambut sama ibu si perempuan dan dua orang saudaranya. Baru aja kita mau pamit untuk melanjutkan perjalanan, ibunya si perempuan menawarkan kami untuk makan malam dengan menu steak daging, yang tanpa kita tau, sudah diberi obat tidur. Begitu terbangun, tangan dan kaki kita berdua dalam keadaan terikat!

Oh tunggu dulu. Itu kan cerita Rumah Dara.

Cerita kita gak semenakutkan itu kok :D
Karena ternyata pintu masuk Taman nasional Baluran gak berada di tengah hutan Baluran yang gelap gulita. Faktanya malah, pintu masuk Taman Nasional Baluran dekat dengan kantor polisi dan pintu masuk Desa Wisata Kebangsaan which is artinya Terang Benderang! Legaaaaaaaa!

Kita berdua langsung menghampiri loket masuk yang berada persis di sebelah gerbang. Hal pertama yang saya tanyakan adalah : boleh atau gak nya kita diriin tenda di dalam taman nasional. Ini penting banget karena berhubungan langsung dengan kondisi keuangan kita berdua yang cekak parah. Dan jawabannya adalah GAK BOLEH.

Wadezig. 

Petugas posko kemudian menyarankan kami untuk mencari homestay di dalam desa wisata kebangsaan, yang letaknya bersebelahan dengan pintu masuk Taman Nasional Baluran. 
"murah kok, paling 75ribu" sambung si petugas loket, seolah bisa menerawang isi dompet kita berdua. Iya, uang kita berdua kalau ditotalin gak lebih dari 140ribu. Gak bakalan cukup, belum untuk tiket masuk dan sewa motor untuk eksplor Baluran besok pagi, sementara itu gak ada tanda-tanda ATM di sekitar sini.

Saya dan Acil cuma bisa liat-liatan.


Gimana nasib kita berdua selanjutnya? Masih adakah kedodolan berikutnya??
tunggu cerita selanjutnya di part3 yha ^^



No comments:

Post a Comment