Monday, December 21, 2015

ACIL, si Travelmate Edisi Ngakak


Bagi saya, dengan siapa kita melakukan perjalanan akan menentukan cerita apa yang akan kita bawa pulang. Makanya, destinasi semenarik apapun bakalan percuma kalau kita kesana bersama 'orang yang salah', misalnya teman seperjalanan yang bossy atau miss/mister complaining. begitu juga sebaliknya, destinasi sesederhana apapun, bakalan menjadi menarik ketika kita kesana dengan orang yang menyenangkan. Salah satunya adalah Acil, travelmates yang bakal saya ceritain disini.

Acil ini sebenernya teman kuliah abang saya yang kebetulan lumayan sering main ke ngeberantakin rumah. Bahkan bareng abang saya dan anggota genknya yang lain, beberapa kali kita sempat jalan bareng ke tempat-tempat yang ada di sekitar Jakarta, mulai dari Pulau Untung Jawa di Kepulauan Seribu sampai keliling daerah kota tua di malam hari. Tapi officially, trip pertama saya bareng transmigran planet Namec ini adalah ke Pulau Harapan, Kepulauan Seribu. Sampai tulisan ini dibuat, ada beberapa tempat yang sudah saya datangi bareng Acil, dan ini belum termasuk rencana-rencana trip lain ke depannya hahaha.

Bepergian bareng Acil, membuat saya selalu membawa pulang cerita yang lucu, menyenangkan dan di luar dugaan. Salah satunya adalah momen waktu Acil tanpa sengaja menghilangkan kunci pemilik homestay di Bromo.

"put, kunci mana?" tanya Acil dengan muka polos tepat setelah kami selesai mengeksplor lautan pasir di gunung Bromo. Saya yang merasa gak megang kunci jelas sedikit sewot, "dih, kan sama lo, tadi pagi kan udah gw kasih, cumii"

"ah seriuuuuus lo?", mukanya langsung panik. Acil kemudian sibuk meraba-raba kantong jaket dan celananya. "udah cil, beneran dah, udah gw kasih ke lo", ulang saya yang pada akhirnya ikutan juga merogoh-rogoh seisi tas demi mencari kunci yang diberi tali rafia warna merah itu. Sekedar info, si empunya kunci adalah wanita paruh baya dengan kesan galak, kita memanggilnya dengan sebutan Budhe. Beliau ini sebenernya baik, cuma karena setiap kali kita becandain, si ibu gak pernah ketawa, maka kita jadi agak segan.

Setelah dicari kesana kemari, ternyata kuncinya beneran gak ada. Kemungkinan besarnya kunci itu jatuh ketika kita keliling di lautan pasir gunung Bromo, "wah parah lo Cil, bodo, pokoknya lo yang bilang ke budhe". Acil cuma pasrah sambil bilang, "iyak. ntar gw minta maap dah".

Maka, sambil menunggu momen yang tepat untuk minta maaf ke Budhe, saya menyuruh Acil untuk latihan minta maaf supaya lancar kalimatnya, sehingga kemungkinan dikepret Budhe pake sapu ijuk bisa diminimalisir. Dasarnya si Acil mah manusia setengah dodol, bukannya latihan gimana ekspresi menyesal yang seharusnya, ini anak malah ngeluarin ekspresi setara orang keselek biji salak.


Momen dodol yang lainnya adalah ketika kita sampai di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Di pinggiran savana, ada tulang tulang kepala hewan yang sengaja disusun disana sebagai maskot. Saya yang ingat kalau Acil pernah nyeletuk mau berpose seperti suku kanibal disini, secara otomatis menagih realisasinya, "ayok Cil, lo katanya mau pose suku kanibal?", sahut saya gak sabaran, "et put, ntar dulu apaaah, kan masih ada orang ituuh"

Lalu, setelah celingak celinguk dan memastikan bahwa tidak ada pengunjung lain di sekitar Savana Bekol, Acil mulai pasang pose. Tadinya saya pikir pose kanibal serem macam apa yang bakal dikeluarin sama anak ini, ternyata cuma sebatas  pose badut dufan yang lagi nakut-nakutin anak kecil.

Yaelah Cil.. siapa yang takut sama ekspresi yang kayak gini?
Belum lagi gayanya yang lebih mirip tukang parkir lumba-lumba ketimbang pawang lumba-lumba ketika kami mengunjungi Teluk Kiluan, di Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan beberapa waktu yang lalu. Si mamang lumba-lumba, begitu judul yang saya beri untuk video ini.

Segala kelakuan anak ini yang rada ajaib untuk ukuran manusia justru membuat saya selalu bisa menulis cerita dengan sudut pandang yang berbeda, gak melulu soal how to get there yang seolah menjadi rutinitas yang baku di tiap postingan berbau travelling. Lihat saja betapa perjalanan ke Taman Nasional Baluran bisa saya tulis sampai part3, yang keseluruhan isinya lebih kepada kedodolan yang terjadi selama perjalanan ketimbang apa yang ada disana. Hahaha. Mungkin ini juga yang menjadi salah satu alasan kenapa setiap kali ada destinasi yang menarik, orang pertama yang terlintas di kepala untuk dijadikan teman seperjalanan adalah Acil.

Bahkan cuaca jelek pun bisa tetap menyenangkan
Pada akhirnya, sekali lagi, filosofi saya tetap sama,  perjalanan bukan tentang kemana kita melangkah tetapi lebih kepada dengan siapa kita berjalan kesana. 




No comments:

Post a Comment