Friday, December 25, 2015

Memutar Balik Waktu di Antara Toko Kaset Blok M Square

Sabtu ini, kesalahan membaca tanggal sebuah acara membuat saya terdampar di salah satu pusat perbelanjaan yang terletak di wilayah Jakarta Selatan, Blok M Square. Saya yang merasa sudah jauh-jauh datang tentu saja merasa malas untuk langsung pulang begitu tau bahwa acara yang mau saya datangi ternyata masih dua minggu lagi ( efek baca flyer bangun tidur tanpa kaca mata ). Saya pun memutuskan untuk turun ke lantai paling bawah yang terkenal dengan toko-toko yang menjual buku-buku murah.

Mata saya berkelana dari tumpukan buku satu ke buku yang lain mencoba mencari buku-buku statistika yang mungkin saya perlukan untuk menyusun tugas akhir. Lalu tanpa sengaja mata saya terhenti di sebuah toko kaset. Entah bagi orang lain, tapi bagi saya, kaset?? di era mp3 seperti ini? puh-lease, masih ada gitu yang mau beli?


Merasa penasaran, saya pun memasuki toko yang luasnya paling hanya 2x1 meter. Sambil tangan saya menyusuri satu persatu kaset yang tersusun di rak kayu setinggi kurang lebih dua meter, saya mulai bertanya ini itu kepada pemilik toko, seorang pria berusia 47 tahun yang biasa dipanggil Abah oleh para pembeli disana. "kok jual kaset sih Bah? kan sekarang mah jamannya mp3" Si Abah tersenyum kemudian menjawab, "kaset itu berasa sejarahnya, dengan kita memutar kaset, kita jadi inget masa-masa muda dulu, jaman-jaman sekolah" Saya mengangguk setuju. Beda memang auranya antara lagu yang mengalun dari kaset dengan lagu mp3 hasil download-an.

"aaaaaak.. Karmila! Gilaaak Bah, ini tahun berapa?" jerit saya ketika tanpa sengaja melihat satu kaset yang dari dandanan penyanyinya, jelas kaset ini bukan berasal dari tahun 90-an. "Oh Faris Bani Adam? Tahun 72 ini. Pas banget Abah masih kelas 6 SD". Saya mangap. Tujuh puluh dua?? Itu kan 43 tahun yang lalu! Wow.. saya jadi bertanya-tanya apakah CD mampu bertahan selama itu ya?

Salah satu koleksi tertua Abah dari tahun 1972
Berdasarkan keterangan Abah, ternyata peminat kaset masih bisa dibilang cukup banyak. Dalam satu hari Abah paling sedikit bisa menjual 10 kaset, bahkan jika pesanan sedang ramai, Abah bisa menjual 20 kaset dalam satu hari. Dari segi penyanyi lokal, kaset yang paling banyak dicari adalah Iwan Fals dan Godbless sementara dari penyanyi mancanegara, kaset yang paling sering diburu orang adalah aliran britpop seperti Oasis, Pink Floyd dan grunge macam Nirvana

Gak berapa lama berselang, datang seorang pria berkacamata yang rupanya adalah langganan tetap si Abah. Melihat muka saya yang oh-masih-ada-yang-suka-beli-kaset-ya, dia menunjukkan satu buah kaset pesanannya, kaset Anang Hermansyah. Entah jaman apa itu kaset dirilis, yang jelas Anang Hermansyah masih gondrong dan.. cupu.

"Buat saya, kaset itu kecintaan kita terhadap musik" katanya sambil jongkok di sebelah saya. Tangannya sibuk memilah-milih kaset yang berjejer rapi. "tapi emang gak ribet ya? kemana-mana mesti bawa walkman belum lagi gonta-ganti batereinya" tanya saya lagi. "Tapi dengan begitu kita jadi tau 'kan cara menghargai karya seni seseorang" sahutnya

Lalu saya diem, speechless.
Teringat beberapa belas tahun silam ketika saya masih duduk di bangku SD, betapa demi bisa membeli kaset Westlife yang lagi booming saat itu, saya harus merelakan uang jajan saya yang gak seberapa untuk dikumpulkan sedikit demi sedikit.

Iya. Dia benar. That's how fans supposed to do. Menghargai idolanya, ya kan?

Rasanya semakin kesini, sebagian besar dari kita gak pernah lagi merasakan sensasi bersusah payah seperti dulu demi sebuah lagu, iya gak sih? Semua ada di google, tinggal klik, download, beres. Segitu mudahnya sampai kita lupa cara menghargai si empunya lagu.

Cowok berkacamata yang belakangan saya tau namanya adalah Novo, kembali berceloteh tentang kekagumannya pada benda bernama kaset, "kaset itu harta karun lhoo". Saya bengong. "iya harta karun" ulangnya mantap. "kamu tau gak? kaset Nike Ardilla itu bisa sampe jutaan lho harganya". Saya makin bengong.

Bicara tentang kaset, jaman saya SD sampai SMP, ada beberapa kaset yang pernah saya miliki. Ralat. Kaset yang abang saya pernah miliki lalu saya akuin hahaha. Meski kurang praktis ( karena beberapa kali harus ngerapihin pita kaset yang terkadang menjulur berantakan keluar ), namun setelah memasuki toko kaset ini, tiba-tiba saya jadi rindu masa-masa itu, masa dimana saya sering menggulung pita kaset menggunakan ujung pensil, masa dimana saya menyambung pita kaset yang putus dengan selotip, masa dimana sampul kaset sebegitu lusuhnya karena sering dibaca waktu menghapal lagu. Kangen ya?

"kamu gak suka ini?" Abah membuyarkan lamunan saya sambil menyodorkan kaset dari grup Culture Club. Saya bengong, "bukannya gak suka Bah, saya mah malah gak tau kalo ada band yang namanya begitu". Abah tertawa, "yaudah coba dengerin satu lagu dulu". Abah kemudian beranjak menuju radio tapenya sementara saya membuka sampul kaset Culture Club yang ada di tangan saya. 


Begitu membaca list lagu di dalam sampul kasetnya, saya menjerit senang, "Karma Charmaleon! saya pernah denger lagu ini Bah! Aaaaak saya mau kaset ini Bah" Benar saja, gak berapa lama lagu Karma Charmaleon mengalun lincah dari radio tape Abah. Seiring dengan lagu yang mengalun, si Abah kembali bernostalgia, "band ini ngetop banget pas Abah kelas 2 SMP. Pokoknya tiap orang yang seangkatan Abah pasti tau band ini!"

"nah enaknya gitu kalo kaset, ada lirik lagunya" komentar Abah saat melihat saya menyanyi sambil melihat lirik lagu yang tertulis di dalam sampul kaset Culture Club. "Jadi inget jaman dulu kaaan?" sahut saya yang ternyata bersamaan dengan Abah. Tawa kami berdua pecah.

Karma karma karma karma Chamaleon.. you come and go.. you come and go. Loving would be easy if your colours were like my dream.. red, gold and green.. red, gold and green.. 

Lalu sore itu, di sela-sela suara Boy George, vokalis Culture Club yang menyanyikan Karma Charmaleon, saya menyadari satu hal. Orang membeli kaset bukan hanya sekedar membeli lagu yang ada didalamnya tapi juga berikut kenangan yang menyertai lagu tersebut. Ini yang kemudian membuat kaset menjadi benda bersejarah yang menyenangkan untuk dimiliki.. kembali.


No comments:

Post a Comment