Saturday, May 14, 2016

Bikepacker ke Banyuwangi part2: Yeay.. Akhirnya Banyuwangi!!

Setelah argumen kecil-kecilan di warung bebek penyet antara Gazza yang mau lanjut terus ke Banyuwangi atau Ijul yang ingin mencari penginapan dan bermalam di Probolinggo, akhirnya keputusan jatuh kepada meneruskan perjalanan. "Nanggung dikit lagi" begitu alibinya si Gazza. Manusia yang satu ini standart "dikit lagi" nya memang AGAK berbeda dengan manusia normal pada umumnya. Padahal sesungguhnya jarak dari tempat kami berada sekarang, yaitu Bangil ke Banyuwangi masih 5 jam-an lagi. Bahkan bapak warung penyet punya estimasi yang lebih sadis, "nyampe Banyuwangi paling besok pagi mbak". Saya cuma bisa melongo, 

Sebenernya estimasi si bapak gak berlebihan juga mengingat rute yang masih harus ditempuh cenderung padat merayap malam itu. Saya juga gak ngerti ada apa didepan sana, apakah memang biasanya macet seperti ini atau memang karena liburan panjang sehingga orang berbondong-bondong mau ke Banyuwangi yang notabene menjadi titik penyebrangan ke Pulau Dewata atau karena ada si komo yang lewat sambil koprol? Entahlah, yang jelas, jam sembilan malam, saya harus mengikhlaskan bokong saya untuk kembali duduk diatas motor. 

Setelah melewati Bangil, kami beranjak menuju Pasuruan dengan melewati beberapa titik kemacetan. Gazza dengan santainya nyalip-nyalip diantara truk dan tronton segede gaban yang bannya berjumlah dua belas biji. Dia gak sadar kalau saya yang diboncengnya udah semaput nahan napas sambil ngelus dada. Begitu memasuki Probolinggo ke arah Situbondo, jalur yang tadinya ramai berubah menjadi sepi dan gelap gulita. Saya kebangun dari tidur ayam ketika mata disilaukan oleh sorotan lampu berjumlah puluhan yang berasal dari bangunan PLTU Paiton yang persis berada di tepi jalur Probolinggo - Situbondo. PLTU Paiton adalah pembangkit listrik yang bertanggung jawab terhadap pasokan listrik di Jawa-Bali dengan kapasitas listrik yang dialirkan mencapai 800MW. PLTU yang memiliki kapasitas terbesar di Indonesia ini memiliki nilai kontrak yang kalau dibeliin cendol, bisa nenggelemin satu provinsi.

Picture taken from here
Memasuki Situbondo menuju Banyuwangi, jalur menjadi lebih horor dengan lebatnya hutan jati di kanan-kiri jalur yang secara teknis masuk ke dalam hutan konservasi di Taman Nasional Baluran. Banyak cerita mistis yang gak enak tentang jalur Situbondo-Banyuwangi yang sering disebut dengan jalur tengkorak karena seringnya memakan korban jiwa, misalnya saja pengendara yang tiba-tiba mencium bau anyir darah dan kejadian mistis lainnya. Saya sendiri alhamdulillah.. tau nya belakangan hehe.. kalau tau duluan mungkin saya bakal membela Ijul mati-matian untuk mencari penginapan di Probolinggo dan melanjutkan perjalanan keesokan paginya.

Kami berenam masih melaju di atas jalur Situbondo-Banyuwangi. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas lewat, nyaris mendekati tengah malam. Gazza masih memacu motornya di kecepatan 80KM/jam di tengah jalanan yang kanan kirinya gelap gulita. Sesekali lampu depan dari bis yang berada di jalur yang datang dari arah berlawanan menyilaukan mata saya yang berada dalam keadaan setengah sadar antara nahan ngantuk dan komat-kamit baca doa. Dua motor lainnya susul menyusul dari arah belakang. Gak berapa lama, motor Ijul persis di sebelah saya. "Di (panggilan sayang Ijul ke Gazza), ngaso dulu ngaso!" Ijul berkata setengah teriak. "Ngantuk gue!" Saya mengangguk keras tanda setuju. Lalu mendekati jam satu pagi, motor kami berbelok di pom bensin daerah Lewung, Situbondo. Saya udah gak minat menanyakan  pertanyaan retoris tentang berapa lama lagi sampai, yang saya inget adalah begitu melepas helm, saya dan Aisyah langsung ngeloyor mencari lapak untuk tidur.

Belum ada tiga jam, saya merasa ada yang menepuk-nepuk kaki saya. OHMYGOD.. siapakah orang yang tidak berperasaan ini? batin saya dalam hati, ternyata Aisyah. "kak.. bangun kak, udah mau jalan lagi" katanya pelan. Setengah gak rela, tanpa cuci muka apalagi sikat gigi, saya berjalan ke arah parkiran pom bensin dimana Gazza, Ugi, Udjo dan Ijul udah bersiap-siap memakai helm. Saya yang ngantuk berat, secara teknis sebenernya cuma pindah tidur dari musholla ke jok motor. Begitu motor berjalan, gak ada itungan menit, saya udah tertidur dengan posisi helm bersandar ke depan.

"Yeay.. Banyuwangi!!!" tiba-tiba Aisyah teriak sekenceng-kencengnya ketika kami melintas didepan gapura "selamat datang di kota Banyuwangi" yang bertengger dengan gagahnya. Saya rasa kalau jalanan gak rame, mungkin ni anak bakal turun kemudian melukin tiang gapura saking senengnya. Meski nyawa saya belum lengkap secara sempurna, ngedenger Aisyah girang begitu, refleks saya pun ikut teriak dengan kencang dari atas motor sambil mengacungkan tangan ke udara, "AKHIRNYA SAMPE JUGA!!!"

Kamis pagi, setelah 2 hari 3 malam, dengan durasi hampir 40 jam di atas motor, Matahari pagi pertama di kota Banyuwangi yang sinarnya kuning kemerahan menyambut kami yang super duper kucel luar biasa. Seketika hilanglah encok pegel linu gundah gulana yang menyertai selama perjalanan.

Matahari pagi pertama di Kota Banyuwangi, diambil dari pelataran pom bensin 

Saya senyum-senyum sendiri membayangkan bakal seseru apa akuarium bawah laut di Pulau Menjangan. Aaaak. Gak Sabar! Setelah sholat shubuh dan cuci muka plus sikat gigi biar agak cakepan sedikit pas ketemu ikan-ikan lucu dibawah sana, kami beranjak menuju Pantai Watu Dodol yang jaraknya sudah tidak seberapa jauh lagi


part selanjutnya : nemo is in the house yo!


No comments:

Post a Comment