Saturday, May 21, 2016

Bikepacker ke Banyuwangi Part6 (tamat): Panen Air Terjun Di Kampung Anyar!

Tepat ketika saya berfikir bahwa liburan di Banyuwangi telah usai sepulangnya kami dari pos bayangan Kawah Ijen, sore itu Gazza, yang notabene penggila air terjun, mengajak kami berlima untuk mencari lokasi air terjun yang berdasarkan keterangan dari polisi hutan yang kami temui hanya berjarak 3 kilometer saja dari pos bayangan Kawah Ijen.

"Mana Ge? gak ada papan penunjuk apa-apa" komen saya setelah motor melaju di jalan raya hampir 10 menitan. "Itu apaa?" katanya ketika motor kami melintasi sebuah papan penunjuk. Begitu didekati ternyata papan penunjuk lokasi perumahan. "Bukan di arah sini kali ya?" gumam saya sambil celingak celinguk mencoba mencari papan lain di pinggir yang mungkin berisi informasi tentang air terjun yang diceritakan si bapak polisi hutan. Merasa tidak menemukan petunjuk apa-apa, Gazza mulai pasrah, "ya udah kalo gak ketemu ya kita pulang" katanya.


Sebenarnya, saya sendiri juga gak terlalu bernafsu untuk main kesana, mungkin karena rasa ngantuk yang mulai menggelayuti mata mengingat sejak hari pertama ngetrip, tidur malam seolah didiskon paksa menjadi hanya beberapa jam saja atau mungkin juga karena lelah setelah berburu blue fire di kawah Ijen dini hari tadi (cerita lengkapnya disini), yang jelas kalaupun si air terjunnya gak ketemu, saya gak terlalu kecewa. Tapi dasar rejeki anak sholeh, Gazza yang memutuskan untuk bertanya kepada seorang bapak di pinggir jalan ternyata mendapatkan jawaban yang memuaskan, "ituuu di depan pintu masuknya, Sudah dekat" jawab si bapak. Dengan muka berseri-seri, anak ini langsung memacu motornya dengan semangat.

Benar saja, tidak sampai lima menit, kami melihat papan penunjuk bertuliskan "air terjun kethegan". Segera kami tepikan motor ke sebuah rumah yang sepertinya merangkap sebagai tempat parkir. Melihat tempat parkir yang seadanya, papan penunjuk jalan yang minim plus belum adanya loket masuk (kami hanya dimintai uang parkir tiga ribu rupiah/motor), analisa saya adalah air terjun ini merupakan objek wisata baru yang pengelolaannya masih belum diambil oleh pemerintah daerah setempat.

Gazza dan Ijul yang tergabung ke dalam ATFC ( Air Terjun Fans Club) Haha
Dari rumah di tepi jalan tadi, untuk menuju air terjunnya, kami harus berjalan menuruni undakan tanah yang dibuat seperti tangga oleh penduduk setempat. Tadinya saya sempat ingin menyerah mengingat lutut yang mulai ngilu efek dari menuruni track Kawah Ijen pagi tadi, cuma ngeliat Gazza dan Ijul yang berlarian menuruni undakan layaknya seorang anak kecil yang melihat mainan baru, membuat saya sedikit banyak terpengaruh. Dengan sisa tenaga dan kapasitas mata yang tinggal 5 watt, saya menuruni undakan yang persis berada di dalam hutan ini. Bunyi gemuruh air yang terdengar pertanda jarak menuju air terjun tidak seberapa jauh.

Secara garis besar, di tempat ini ada empat air terjun yang berada di dua lokasi yang jaraknya tidak seberapa jauh. Undakan ke arah kanan adalah lokasi dari tiga air tejun yaiitu Air Terjun Sumber Buyet, Sumber Pawon dan Sumber Jagir. Sementara undakan yang mengarah ke kiri adalah lokasi dari air terjun Kethegan. Kami memutuskan untuk mengambil arah ke kanan terlebih dahulu.

Beberapa menit kemudian saya pun sampai di air terjun yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan sebutan air terjun bersaudara karena letak dari tiga air terjun tersebut sangat berdekatan. Ketika saya masih mematung sambil memikirkan mau menghampiri air terjunnya lebih dekat atau tidak, Gazza malah udah lari sana lari sini, sibuk memotret air terjun dari berbagai angle. Sementara Aisyah, Udjo dan Ugi asik nongkrong di warung yang letaknya hanya beberapa meter dari air terjun. Suasana air terjun sore itu cukup ramai ditandai dengan banyaknya pengunjung yang berenang-renang di sekitar air terjun

Kami sore itu :)
Ini air terjun yang pertama dan yang kedua
Air terjun ketiga (agak naik sedikit dari air terjun tadi)
yang ini maap ada modelnya haha.. yang foto  air terjunnya aja gak ada ternyata

Menuju air terjun berikutnya, yaitu air terjun kethegan ternyata memerlukan usaha yang lebih dibandingkan yang sebelumnya. Jika tadi hanya perlu menuruni undakan kurang dari lima menit, kali ini, saya, Gazza dan Ijul harus menyusuri jalanan setapak yang berada di tepian sungai. beberapa kali malah kami harus menyebrangi titian batu di sungai. Sementara, yang lainnya, yaitu Aisyah, Ugi dan Udjo memilih langsung kembali ke parkiran motor untuk beristirahat.

Jalanan menuju Air terjun Kethegan sangat sepi, jauh berbeda dengan air terjun bersaudara. Tidak adanya pengunjung lain yang berjalan bersama kami serta tidak terdengarnya gemuruh air terjun menandakan lokasi yang kami tuju sedikit lebih jauh dibandingkan lokasi yang pertama. Gazza dan Ijul yang keliatannya sama-sama penggila air terjun berjalan cepat jauh di depan saya, lupa kalau yang dibawanya adalah perempuan yang gak punya pakaian ganti lagi jika jatuh di sungai. "Jul, tungguin gue kenapaaaaa" rengek saya setiap kali jalanan setapak berubah menjadi titian batu kali. Ijul malah cengesan sambil memasang muka yang minta disambit, "bu haji jalannya lama sih".

Sepinya jalur menuju Air Terjun Kethegan
sepi kan?
Sekitar 15 menit-an berjalan kaki menyusuri sungai kecil, kami sampai di air terjun kethegan, Karena dikelilingi oleh tebing, air terjun kethegan keliatan lebih gelap dan eksotik dengan aliran air yang terjun langsung ke bawah tanpa mengenai dinding tebing atau bebatuan seperti air terjun sebelumnya. Belum lagi rongga-rongga di tebing sekitar air terjun menambah kesan antik tersendiri. Saya yang pada dasarnya gak suka objek wisata yang terlalu ramai, jelas jatuh  cinta pada kesyahduan air terjun kethegan ini.

gelap dan eksotik
berasa air terjun pribadi
Berbanding terbalik dengan air terjun bersaudara yang ramai dikunjungi wisatawan lokal, air terjun kethegan ini jauh lebih sepi. bahkan ketika kami tiba disini, hanya ada dua orang anak perempuan yang usianya belasan tahun, itupun mereka sudah beranjak pulang. Praktis di air terjun ini tinggal saya, Gazza, Ijul dan nyamuk. Iya, Nyamuk disini cukup banyak dan berukuran jumbo! Selesai menikmati air terjun kethegan untuk beberapa saat, kami bertiga bergegas menyusuri jalan pulang kembali ke tempat parkir motor dimana Aisyah ternyata sudah menunggu kami dengan satu plastik bakwan hangat. Benar-benar ibunya anak-anak :D

Setelah panen air terjun empat biji sekaligus di Kampung Anyar, liburan di Banyuwangi selesai dengan sempurna. Selanjutnya kami pun beranjak pulang setelah sebelumnya mampir ke bengkel untuk tune up para motor yang akan membawa kami pulang ke Jakarta. Mmm.. harus duduk lagi ya selama dua hari dua malem di atas motor? *nelen ludah*


No comments:

Post a Comment