Friday, May 13, 2016

Bikepacker ke Banyuwangi part I: 1000KM pertama

Sore itu, Gazza dan Ugi, dua makhluk yang saya kenal dari kaskus tiba-tiba masukin nama saya ke grup whatsaap yang mereka buat dengan judul Long Trip 3-8 Mei 2016. Tanggal segitu memang ada dua tanggal merah yang berjejer dengan cakepnya. "mau pada ngetrip naek motor kemana lagi ini bocah?" pikir saya dalam hati. Belum sempet saya bertanya, Gazza yang jadi admin di grup ini udah ngeposting itinerary selama 6 hari dengan kota tujuan Banyuwangi. Destinasi utama yang bakal dikunjungi adalah Taman Nasional Baluran, Pantai Bangsring dan Kawah Ijen. Saya yang memang belum lama ini mengunjungi Taman Nasional Baluran, menanggapi ajakan trip dengan setengah hati.

"Eh tapi nanti kita juga bisa mampir ke Pulau Menjangan lho" tambah Gazza lagi.
saya melotot menatap layar Hp, "BENERAN BISA KE MENJANGAN JUGA??

Demi mendengar ada option tambahan yang begitu menggiurkan, saya berubah menjadi excited. Secara administratif, Pulau Menjangan memang masuk ke dalam provinsi Bali. Namun jarak yang ditempuh dari Banyuwangi ke Pulau Menjangan jauh lebih dekat ketimbang jarak dari Denpasar ke Pulau Menjangan. Sebagai pulau yang ditetapkan menjadi Taman Nasional di bagian barat Bali, main air disana tentu bakalan jadi momen yang menyenangkan. Iya, saya memang goyah kalo udah ditawarin ke tempat main air *padahal gak bisa berenang*.

Pada awalnya trip bikepacker ini cuma berisi tiga orang, saya, Gazza dan Ugi. Gak heran sih karena kalau dipikir pakai logika, siapa yang betah naik motor segitu jauhnya dari Jakarta ke Banyuwangi?  *kebetulan logika saya emang lagi ketutup sama bayangan snorkeling di Pulau Menjangan*. Namun seiring berjalannya waktu, trip yang lebih tepat disebut sebagai latihan ekstrim otot bokong ini berhasil menjaring tambahan tiga peserta sehingga totalnya adalah 6 orang dan 3 motor.

Ugi-Ijul-Udjo-Aisye-Gazza-Saya

Kemudian setelah diskusi panjang lebar didalam grup, rute dan meeting point pun ditentukan. Meeting point diputuskan di Kalibata, persis di depan Taman Makam Pahlawan Nasional serta rute yang diambil adalah rute selatan, mulai dari Kalibata-Depok-Bogor-Sukabumi-Bandung-Garut-Tasikmalaya-Banjar-Kebumen-Purworejo-Jogjakarta-Klaten-Ngawi-Nganjuk-Mojokerto-Pasuruan-Probolinggo-Situbondo dan tentu saja berakhir di Banyuwangi. Kedengerannya simpel banget, tapi serius 1000km pertama adalah adaptasi yang paling berat buat bokong saya. Belum juga tiga jam, saya udah gelisah. Posisi duduk mulai serba salah. Bokong udah berasa pedes persis seperti gado-gado cabe dua puluh. Untungnya saya dibonceng Gazza, manusia yang paling gak banyak komentar meskipun saya gak bisa duduk tenang di atas motor.

Iseng ^^
Target hari pertama sebenarnya bermalam di penginapan daerah Jogjakarta sambil wisata kuliner nyicipin oseng mercon atau ngopi joss di deket alun-alun. Tapi apa mau dikata, Jogja tak dapat diraih, bokong pegel tak dapat ditolak. Dengan berbagai pertimbangan, khususnya kesejahteraan bokong yang dapat dipastikan menurun gara-gara kelamaan duduk di motor, hari pertama akhirnya ditutup dengan bermalam di salah satu pom bensin di daerah Kebumen setelah menempuh perjalanan kurang lebih 13 jam. Syukurnya, kebanyakan pom bensin yang tersebar di sepanjang rute mudik jalur selatan menyediakan toilet yang bersih dan tempat yang lumayan layak untuk istirahat. Maka setelah bersih-bersih badan sedikit, saya mengambil posisi tidur dengan beralaskan keril 22L yang saya bawa sebagai bantal.

Hari kedua dimulai pagi-pagi buta sebelum subuh dengan harapan malem harinya kita bisa touchdown di Banyuwangi dan bermalam di Pantai Watudodol yang jadi starting point untuk nyebrang ke Pulau Menjangan keesokan harinya. Meskipun matahari belum terbit, namun truk-truk besar dan bis-bis antar kota antar provinsi sudah ramai begitu kami keluar dari pom bensin. Pemandangan serupa hampir mendominasi perjalanan hingga kami tiba di daerah Mojosari. Gabungan antara kram bokong, pundak pegel dan keinginan untuk makan bebek penyet yang tersebar di sepanjang jalan membuat saya melancarkan modus untuk istirahat agak lama.

"Ge," saya menepuk pundak Gazza dari belakang. "kita gak berenti dulu? makan-makan dulu gitu". Suara saya kalah saing sama klason truk tronton yang memadati jalanan. Si Gazza gak bereaksi. Entah karena gak denger atau memang udah punya niatan untuk makan di pom bensin selanjutnya. Setengah memelas, saya yang udah bosen dengan menu di warung pom bensin yang gak jauh dari popmie dan bakso, mencoba bernegosiasi. "makannya jangan di pom bensin lagi apaaaah.. bosen. Makan tempe penyet  sih yang di pinggir-pinggir jalan. Kangen makan sambel gue".
"yaudah ntar di Pasuruan", jawab Gazza datar. Saya langsung buka aplikasi maps. Ebuseeeh.. Pasuruan mah masih sejam-an lagi. Saya manyun sambil megangin perut.

somewhere di pinggiran Jawa Timur
Hari kedua memang terasa lebih emosional. Mungkin karena kondisi fisik yang lelah plus harapan ingin cepat sampai yang gak kunjung kesampean membuat kami jadi agak sensitif dengan pertanyaan tentang jarak dan waktu tempuh. Seperti yang terjadi ketika kami pada akhirnya menepi di warung bebek penyet di daerah Bangil, Jawa Timur.

"ini udah sampe mana sih?" Aisyah membuka percakapan. "masih jauh ya?".
"Iyha, iwni udah samphe mawna sik?" saya ikut nimbrung sambil mengunyah bebek bakar.
Gazza menjawab dengan santai sambil melihat aplikasi peta di telepon genggamnya. "Deket ini. Depan udah Banyuwangi".
"Deket, biji mata lu empuk!" Ijul nyeletuk dengan logat betawi yang bikin saya ngakak guling-guling.
"Masih 5 jam lagi Pret!" sambung Ijul yang sama-sama lagi melototin peta.

Adegan selanjutnya bisa ditebak, Gazza yang masih ingin terus lanjut dan bermalam di Banyuwangi dan Ijul yang mengisyaratkan untuk mencari penginapan dan bermalam di Probolinggo. Sementara saya dan sisanya lebih memilih makan bebek penyet sambil sesekali ketawa mendengar logat betawi yang keluar dari mulut mereka. Saya melirik jam tangan, pukul delapan malam dan 248KM lagi yang harus ditempuh.


bersambung ke part2

No comments:

Post a Comment